Buddas


Karya: Suhendi

Mimpi semalam jadikah wujud
Saat bergegas bangun dengan binar di wajah
Ah, manalah mungkin

Rupa asa samar bayang
Kusam
Dekil
Terlindas roda kehidupan yang bersyarat
Pun sisa hari esok terbenam dalam timbunan angan

Tangan tangan kecil bertubuh lekat debu jalanan
Sanggupkah menggali tumpukkan realita
Di waktu yang sebentar dan tak berdasar
Atau mengais harap yang tercecer dari peliknya hidup

Biar luka darah tapak bernanah
Manalah mungkin terwujud
Biar terik matahari kuras peluh
Manalah mungkin tergenggam

 

Cikarang, 2017

Budaya Selimut Doa

Ilustrasi: Indonesia Berdoa

Karya: Sugianto


Di negeri yang indah ini
Pertama kali kuteriakkan tangisku
Berlari untuk kupijakkan kakiku
Lalu kupandangi sekelilingku memuji keelokanmu

Aku bangga terlahir di negeri ini
Kokoh berdiri dengan segala perbedaan
Suku, Ras, Budaya dan Bahasa
Bersatu dalam cengkaraman Garuda

Di hamparan tanahmu yang luas
Terlihat jelas aneka ragam budaya
Yang tak tergerus panasnya musim
Dan terjaga dari abrasi yang mengikis

Sekian banyak budaya
Menjadi jati diri bangsa ini
Hendaknya kita bersatu dan lestarikan
Ini bangsa kita, milik kita, dan hidup kita

Enyahlah tangan-tangan kotor
Bisukan mantera asing
Negeri ini terbungkus do’a
Terang di ujung lentera.

[Puisi] – Tuhan, Aku Lapar

Ciliwung

 

Sejenak kuhirup udara bebas

Semilir lewat tanpa permisi di depan hidungku…

Tapi aku tak protes

Nikmat pertama di pagi ini.

Desau air grojokan sesekali minta diperhatikan

Kasihan juga,

Dari semalam tidak ada yang mau menyapanya

Kusesap sedikit dengan lidahku

Terasa kehidupan di dalamnya

Tapi lalu kulirik dari kaca jendela

Ada yang memanggil-manggil dari atas sana

Kehangatannya melukis tawa di cakrawala

Dasar, sang mentari memang jagonya mengumbar cinta

Perlahan aku bangkit

Waktunya memberi keadilan juga pada cacing di perut ini

Toh ia juga butuh gizi

Maka aku bergegas.

Di pinggir Kali Ciliwung ini,

Hari ini aku cuma mau titip sejumput doa:

Selamat pagi, Tuhan.

Aku lapar.