Awal Bertemu
Mereka tampak antusias. Terbaca dari respon mereka di layar perangkatku. Iya, mereka anak-anak didikku yang ganteng dan cantik itu. Kami bertemu lagi di GC (Google Classroom).
Kusebut mereka Coronialis Boemi.
- “Coronialis” sebagai istilah keren dari “angkatan Corona”, sebuah julukan (sebagian menganggapnya ejekan, sebagian lagi pujian) yang menandakan bahwa di zaman ini, ketika generasi lain baru lahir dan generasi lainnya sudah mendekati uzur, angkatan mereka adalah calon generasi produktif berikutnya (“kelas pekerja” jika kamu lebih akrab dengan yang berbau kiri alias Marxis) yang saat ini sedang digodok secara unik karena pandemi akibat virus Corona. Unik karena berbeda dengan generasi lainnya yang dididik dengan tatap muka seperti biasa di sekolah, mereka dan kami para guru mereka harus mengalami proses didik dan ajar “dalam jaringan: (daring) internet. Entah sampai kapan pandemi ini berakhir, semoga para ilmuwan peneliti dan industri farmasi segera berhasil mencarikan solusi.
- Boemi adalah akronim populer untuk Budi Mulia, sekolah dimana kami terdaftar sebagai pendidik dan murid.
Memangnya mereka seantusias apa?
Jadi gini, awalnya aku menganimasi mereka dengan sebuah postingan penugasan di forum. Animasi sendiri berasal dari bahasa latin yaitu “anima” yang berarti jiwa, hidup, semangat. Isinya kurang lebih seperti ini:
Tak butuh waktu lama, dokumen tersebut penuh dengan berbagai pertanyaan. Lho, kok aneh, bukankah guru yang seharusnya memberi pertanyaan dan meminta Siswa menjawab?
Benar. Memang lebih sering demikian. Tapi tak ada salahnya, berguru kepada Si Guru Besar kita, “Oppu i” Socrates.
Memangnya, apa kata beliau?
Memahami pertanyaan itu sama dengan mengetahui setengah jawabannya. Masuk akal juga sih. (Ya pastilah, wong si Filsuf Besar yang ngomong begitu, si Essential Thinker itu loh) Banyak orang yang keblinger menanggapi sesuatu, karena tidak memahami esensi dari permasalahan yang dibahas. Orang yang mengerti umumnya bisa memberi pertanyaan yang tepat. Dan orang hanya bisa memberi pertanyaan yang tepat jika ia memahami apa yang dia tanyakan.
Hitung-hitung, latihan membuat pertanyaan adalah latihan berfikir kritis. Bukankah berfikir kritis adalah paduan dari pola HOTS (High Order Thinking Skill), jargon yang sedang populer sekaligus dicintai dan dibenci oleh anak sekolahan?(Disukai karena baik untuk mengasah pola pikir siswa untuk menghadapi test-test penting berikutnya, entah di sekolah atau ketika nanti hendak melanjut ke universitas. Dibenci karena, ya, sesuai namanya memang membutuhkan penalaran tingkat tinggi.)
Ciaelaaah... Okeh,, sekarang kita serius.
Ketika anak didik diberi materi berupa file presentasi, entah Word, PDF, PPT atau penugasan langusng dari buku paket atau bentuk lain, umumnya sebagai pemateri kita kan hanya berasumsi saja bahwa mereka akan membaca dan akan memahami materi yang diberikan. Bagaimana kita memastikan bahwa mereka membaca? Jika mereka sudah membaca, bagaimana memastikan mereka memahami apa yang mereka baca? Untukku, membuat pertanyaan berdasarkan bahan yang baru dibaca adalah salah satu cara terbaik.
Itulah hal-ikhwal munculnya tulisan kompilasi pertanyaan tentang modifikasi Seni Rupa 2 Dimensi ini. Oh iya, bagi para murid SMA, para rekan guru Seni Budaya, dan siapapun yang hendak membaca tulisan ini sampai habis dan menemukan setitik manfaat darinya, sebagai early warning, sesuai namanya “kompilasi”, tulisan ini akan cukup panjang. Baiknya ada kopi di sampingmu jika kamu suka ngopi, atau ngemil yang tidak membuat gendut (ada ya?). Pokoknya, usahakan membaca dalam situasi “pewe” (PW alias posisi uwenak” a.k.a situasi nyaman tanpa terjebak di zona nyaman).
Maka, tanpa berpanjang-panjang lagi, sebab pengantar ini pun sudah cukup panjang, pembaca sekalian, inilah:
- Kompilasi pertanyaan siswa Saya terhadap topik Modifikasi Seni Rupa Dua Dimensi (klik tautan ini).
- Kompilasi pertanyaan siswa Saya terhadap topik Imajinasi pada Seni Rupa Dua Dimensi (klik tautan ini)
Selamat menikmati.