Ulas Lirik “Ee Dang Maila Ho” karya Nahum Situmorang

Ito namarbaju tung so maila ho,
e… ndang maila ho
Donganmu mardalani namatua do,
e….ndang maila ho

Ai molo ro parsedan pintor gintal do ho,
e…ndang maila ho
Ai nang pe namatua dioloi ho,
e…ndang maila ho

Godang do namarbaju ndada songon ho
Donganna mardalani doli-doli do
Alai anggo ho tung so maila ho
Nang pe namatua dioloi ho

Ito namarbaju ipe jamot ma ho,
e….ndang maila ho
Sotung didokkon halak naung geno ho,
e…ndang maila ho


Lirik lagu “Ee Dang Maila Ho” ini menambah portofolio kandungan pesan moral dalam lagu-lagu Nahum Situmorang. Benarlah ia konsisten dengan perjuangannya melestarikan budaya dan (mungkin juga) pranata sosial dalam adat-istiadat Batak.

Pesannya sederhana: Baiklah anak gadis atau remaja putri pintar menempatkan diri dalam pergaulan. Seperti halnya pemuda atau remaja putri, anak gadis sebaiknya bertanggungjawab dengan pilihan pertemanan. Tidak melulu meng-iya-kan ajakan setiap lelaki tua hanya karena berduit dan menaiki mobil sedan.

Tanpa harus marah secara berlebihan dan sarkastis, Nahum menegur (mungkin juga dengan sedikit menyindir) para perempuan dengan karakter begitu: “Ee dang maila ho” (Ee, kamu kok nggak malu ya?)

Uniknya: Pesan yang berat kandungan filosofisnya tak melulu mesti dinikmati dengan suasana klasik, hening, dan sopan tetapi bisa juga sambil bergoyang-ria dalam balutan genre chacha atau dangdut. Lebih ringan. Lebih santai. Sejak awal ditulis, sepertinya lagu ini memang ditujukan untuk dikemas secara ringan, meski tidak sampai murahan.

Simak misalnya versi Christin Sianturi ini.

Sayang sekali, bahkan sampai tulisan ini dibuat, pemilik video yang kemudian secara otomatis diunggah Youtube tidak memberikan informasi kredit apresiasi kepada Nahum. Komentar pun dinonaktifkan. Nama Nahum tidak dicantumkan sebagai pencipta disana.

Hal serupa juga bisa kita temukan pada pengunggah lain, yakni kanal Mangasa Sitanggang dengan konten audio dimana “Ee Dang Maila Ho” dinyanyikan oleh Vocal Group Parisma 71.

Saya tak sempat memeriksa semua pengunggah lagu Ee Dang Maila Ho. Ini masih di Youtube, kita belum tahu di platform lain.

Sampai disini, Saya bisa meresakan kekesalan Suhunan, seorang ponakan Nahum, ketika menuliskan tentang sang maestro (sudah saya tuliskan ulang juga di blog ini).

Suhunan menulis:

Apa boleh buat, selain catatan atas diri Nahum sendiri yang memang minim, ia terlahir dan berada di tengah sebuah bangsa yang amat rendah tingkat pengapresiasian atas suatu karya cipta; yang hanya suka menikmati karya orang lain tanpa mau tahu siapa penciptanya, selain enggan memberi penghargaan pada orang-orang kreatif yang telah memperkaya khazanah karsa dan rasa.

Sepertinya, sindiran “Ee dang Maila Ho” juga pantas kita tujukan untuk pekerja dan pelaku seni yang tidak menjalankan etika berkesenian (jelas, mereka bukan seniman) seperti mereka ini.

Mungkin jika Nahum masih hidup sekarang, ia juga kesal. Belum lagi keinginannya untuk dikubur di Samosir, tanah leluhurnya, juga belum terwujud hingga hari ini.

Rupanya melankolia dan avonturisme yang melekat dengan Nahum ketika masih hidup, juga masih terjadi pada Nahum, bahkan setelah ia meninggal. Ini sebenarnya kenyataan yang menyedihkan. Semoga pihak terkait bisa mencari solusi terbaik untuknya.


Habang binsakbinsak,
tu pandegean ni horbo
Unang hamu manginsak,
ai i dope na huboto