Sekolah yang Bagus – [Storytelling]*

Sejak dulu, Ramita sudah merasa ada yang unik dengan sekolah ini. Ya. SMA Kakot tempatnya menimba ilmu, bertemu banyak teman dan beberapa guru hebat. Tak lupa, tentu saja, disini dia mengenal Joel.

Kakot sendiri sebenarnya singkatan dari SMA Kampung Kota. Nama yang unik. Sebab, bagaimana mungkin kampung adalah sekaligus kota? Konon Oppung Hampung, sang pendiri sekolah menamakannya demikian sebab beliau yakin bahwa ada nilai-nilai tradisional (disimbolkan dengan “kampung”) jika diterapkan dengan baik akan membuat anak didik tetap maju dan tidak bingung menjadi anak di zaman modern dengan segala absurditasnya (disimbolkan dengan “kota”). Pada zamannya, beliau ini tergolong unik karena pandangannya yang kerap aneh dan visioner. Salah satunya, termasuk alasan beliau menamakan sekolah ini SMA Kampung Kota. Sekarang Oppung Happung sudah almarhum.

Ramita hanya sebentar mengenal Oppung Happung. Sebelum dia menginjak kelas 2 SMA, pendiri sekaligus kepala sekolah Kakot yang pertama ini, meninggal. Sempat Ramita melihat fotonya dipampang di ruang OSIS, tetapi entah sejak kapan dicopot. Dengar-dengar, Pak Jufri, kepala sekolah yang baru yang menyuruh supaya foto itu dicopot. “Sudah usang dan lapuk”, begitu alasannya kepada pesuruh sekolah yang diperintahkan mencopotnya.

Ramita sendiri sudah tidak lagi bersekolah di SMA Kakot. Sudah 20 tahun lalu ia menjadi alumna sekolah ini. Tak terasa memang. Sudah dua puluh tahun berlalu sejak ia menerima pengumuman bahwa ia lulus UTBK di kampus Urat Ilmu (disingkat UI) di jurusan favoritnya, Hubungan Internasional.

Hari itu tak akan pernah dilupakannya. Siapa yang tidak senang bisa mendapat beasiswa di kampus paling nomor 1 di kota ini. Sebagai siswi yang ambisius, Ramita merasa segala perjuangannya tidak sia-sia.

Tetapi pada hari yang sama juga, ia merasakan patah hati untuk yang pertama kalinya. Joel memutuskannya.

“Ta, … ” begitu Joel memanggil Ramita dengan panggilan sayangnya.

“Maaf, kita tidak cocok lagi”, begitu kata Joel. Seakan tidak merasa bersalah sedikitpun meninggalkannya hanya dengan kalimat perpisahan yang singkat itu.  Ramita tak berkata apapun saat itu. Terkejut luar biasa? Iya.


Kini Ramita menjadi Kepala Divisi Pengembangan Kurikulum di kementerian yang menaungi bidang pendidikan di negara ini. Karirnya memang cepat melesat. Begitu lulus sebagai sarjana Hubungan Internasional, ia segera dipercaya menjadi diplomat di UNESCO. Banyak penghargaan dan pujian diterimanya karena kinerjanya yang dinilai oleh rekan sekerja bahkan atasan sangat visioner dan terbukti berhasil.

Tak heran, tak sampai lima tahun kemudian ia ditelepon pak menteri pendidikan.

“Bu Ramita. Saya Pak Meindrad, menteri pendidikan. Saya mau Anda membantu Saya memajukan pendidikan di negeri kita ini”, begitu suara Pak Menteri sore itu lewat panggilan telepon. Panggilan telepon yang menjadi awal karirnya hingga saat ini.

Ramita memencet mode “Sleep” pada laptop kerjanya, merenung. Ingatan akan pengalaman selama tiga tahun di SMA Kakot tiba-tiba memenuhi benaknya . Senyum Pak Hari, guru Seni Budaya yang sempat membuatnya salah tingkah sebagai remaja baru puber, wajah Joel yang sumringah ketika menemaninya berfoto merayakan sweet seventeen-nya dan pengalaman menyapu halaman sekolah disaksikan semua murid lain saat ia sekali terlambat; semuanya seakan tampak jelas. Seperti rekaman video.

Ia tersenyum sendiri.

“Oalah, aku ini wanita mandiri, 35 tahun, kok tiba-tiba kayak anak ABG”, ucapnya dalam hati seakan mencandai dirinya sendiri.

Sejurus kemudian, ia kembali ke lembar kerjanya. Ada tulisan yang masih belum selesai diketiknya.

“Kriteria Sekolah yang Baik bagi Anak”, begitu judul draft itu.

Seperti orang yang sedang tafakur, tiba-tiba terbersit di benaknya: “SMA Kakot-ku tercinta, apakah termasuk”?

Sebenarnya, meski hanya sebentar mengenyam pendidikan ketika Oppung Happung menjadi Kepala Sekolah, Ramita banyak mendengar cerita tentang mendiang yang membuatnya kagum. Kekaguman yang tak pernah lagi dirasakannya ketika sekolah dipimpin oleh kepala sekolah yang baru.

Jika bukan karena Pak Hari yang sering menyapa dan mengajaknya bercerita kala ia kehilangan motivasi belajar, ambisi Ramita mungkin sudah padam sebab ia sama sekali tak menemukan sosok pendidik pada kepala sekolahnya yang baru itu.

Setiap mengingat wajah keriput Pak Jufri, yang tidak sekali dua kali mencoba mencium dan memeluknya setiap kali ia berdalih memanggil siswa berprestasi ke kantornya, ia ingat betul rasaya trauma beberapa tahun itu. Kebencian yang sudah lama hilang, tiba-tiba muncul kembali. Perlu waktu 5 tahun bagi Ramita untuk berdamai dengan dirinya, menerima bahwa ada beberapa orang dalam hidupnya, termasuk Pak Jufri, memang tidak untuk diingat sama sekali. Joel mungkin orang kedua yang tak ingin dikenangnya lagi.

Maka, ia memilih untuk mengingat kembali SMA Kakot versi Oppung Happung dan Pak Hari.

Oppung Happung yang di akhir masa hidupnya diceritakan oleh para guru senior sebagai pendidik tanpa tanding. Kepala sekolah yang di akhir usia hidupnya bahkan masih menulis, sering mengunjungi para guru di rumah mereka dan menyapa anak istri mereka. Satu lagi: ia tidak pernah mau membeli mobil, meski tentu sebagai kepala sekolah dengan berbagai pemasukan, bisa saja ia mengusahakannya dengan mudah. Konon, menurutnya, jika ia naik mobil, ia merasa bersalah dengan para guru honor yang dia tahu persis bahkan cicilan sepeda motor mereka pun masih lama lagi lunasnya.

Atau Pak Hari. Sosok yang menurutnya menjadi jembatan antara guru-guru tua yang kadang kelewatan mentalitas otoriternya dengan para siswa didik seperti Ramita sendiri yang kadang masih terbawa dengan sifat manja dan kekanak-kanakan. Kadang Pak Hari memang agak cerewet dengan gaya obrolannya yang panjang setiap kali bertemu, seakan tak habis idenya untuk menceramahi Ramita. Tetapi, semua itu sirna tatkala Pak Hari tersenyum. Dalam diam, tak sekali dua kali saja, Ramita merasa bersalah sebab meski masih berpacaran dengan Joel, sosok Pak Hari datang dalam mimpinya. Setiap kali ia mengalami mimpi ngobrol dengan Pak Hari, ia akan bangun dan menulis di diarinya dengan clue: #GuiltyPleasure1, #GuiltyPleasure2 dan seterusnya. Ia tak ingat sudah sampai hashtag GuiltyPleasure yang keberapa.


Tiba-tiba Ramita tersadar dari lamunannya. Ia kembali membuka laptopnya. Berbekal ingatan cerita kepemimpinan Oppung Happung sebagai kepala sekolah dan sosok Pak Hari, Ramita pun meneruskan tulisannya.

Dia hapus draft yang tadi sempat dibuatnya. Ia mulai kembali semuanya dengan gaya storytelling, teknik yang sering digunakannya ketika presentasi resmi bahkan ketika ia bekerja di UNESCO dulu:

Sekolah yang bagus itu punya ciri begini …”

Kepemimpinan Sekolah Profesional

Di zaman Kepsek Oppung Happung, SMA Kakot adalah sekolah yang gaya kepemimpinannya partisipatif, tegas dan bertujuan. Happung terampil, mampu dan mau memajukan SMA Kakot.

Ia ingat ketika mamanya yang juga dosen di sebuah kampus punya cara unik memilihkan sekolah untuk Ramita. Ia dan mamanya langsung menemui kepala sekolah. Ia ingat saat itu Oppung Happung yang ramah dan baik, yang membuat mamanya tak ragu sedikitpun langsung mendaftarkan namanya sebagai calon murid. Ramita ingat, malam sebelum mereka mendaftar, di rumah mama berkata: “Ketika wajah kepala sekolah kencang jangan masuk ke sekolah itu. Tapi kalau dia ramah dan baik bisa jadi pilihan”

Semua warga sekolah memahami dan melaksanakan visi dan misi sekolah

Dulu, SMA Kakot terkenal dengan visinya. Selain itu, SMA Kakot juga konsisten dalam pembuatan dan pelaksanaan aturan. Di sekolah itu juga ada kebersamaan. Tak sekali dua kali saja para guru dan siswa makan bersama pada momen-momen tertentu. Dalam beberapa kesempatan, bahkan bisa saja orang yang mengamati dari luar merasakan keanehan: Di dalam kelas, para murid sangat serius mengikuti pelajaran. Tetapi pada saat di luar jam sekolah, guru dan murid bisa bersenda-gurau dan olahraga bersama layaknya teman sebaya.

Suasana pembelajaran di sekolah menyenangkan

Sesekali Pak Hari bercerita tentang kepemimpinan Oppung Happung. SMA Kakot sempat menjadi tempat yang nyaman dengan atmosfir suasana yang mendukung. Pokoknya, menurut Pak Hari, lingkungan yang menyenangkan bagi para guru, pegawai dan para siswa.

Kegiatan saling mendukung

Kegiatan pembelajaran di SMA Kakot sangat beragam. Ada program intrakurikuler dan ekstrakurikuler yang berjalan secara seimbang dan saling mendukung. Meski ada sabrek kegiatan menarik seperti bazar, lomba tujuh belasan, lomba menghias kelas, pekan olahraga seni alias Porseni seminggu penuh, long march, camping, retret, outbond dan lain-lain, SMA Kakot tidak lupa pada kegiatan utamanya, yakni optimalisasi waktu pembelajaran, penekanan pada keahlian akademik serta fokus pada pencapaian prestasi. Ratusan piala dan piagam di sekolah menjadi bukti yang selalu memikat para tamu dan orangtua yang baru pertama kali datang berkunjung ke SMA Kakot.

Guru mempunyai perencanaan pembelajaran

Sekolah yang baik juga bisa dilihat dari kualitas guru-gurunya. Di SMA Kakot, para guru terorganisasi dengan baik, terstruktur dengan jelas dan mempunyai target yang jelas. Selain itu, para guru juga mengkomunikasikan pembelajaran pada siswa dengan baik, tetapi sekaligus fleksibel sesuai dengan kondisi siswa. Ramita masih ingat ketika di pelajaran Seni Musik, ketika kelas mereka jenuh dengan lagu wajib nasional yang itu-itu saja, Pak Hari mengajak mereka menyanyikan tembang nikmat dari John Mayer “You’re Gonna Live Forever in Me”. Ramita ingat, saat itu suasana kelas riuh sekali, terutama karena suara mereka para cewek yang menyanyi seperti lepas sekali, seperti singa baru lepas dari kandang.

Semua program-program yang positif mendapat penguatan dari sekolah, orangtua dan siswa.

Di SMA Kakot, ada penegakan disiplin yang adil, transparan dan jelas. Ini sejalan dengan adanya umpan balik terhadap perkembangan yang dicapai.

Monitoring

Sekolah melakukan monitoring dan evaluasi secara terprogram dan berdampak terhadap perbaikan sekolah. SMA Kakot juga melakukan monitoring kemajuan siswa secara berkala. Beberapa kali Ramita melihat Pak Hari harus lembur, sebab beliau harus mengetik rapi puluhan lembar Evaluasi Kemajuan SMA Kakot secara Berkelanjutan.

Hak dan kewajiban siswa dipahami dan dilaksanakan dengan baik di sekolah

Sekolah yang baik juga harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban siswa dipahami dan dilaksanakan dengan baik di sekolah. Sehingga percaya diri siswa muncul. Ini sangat kelihatan di SMA Kakot. Tak jarang, beberapa guru baru kewalahan menghadapi beberapa siswa yang kritis dan percaya diri selalu siap mengangkat tangan bertanya ketika guru tampak ragu dengan penjelasan yang mereka berikan. Selain itu, siswa diberi peran dan tanggung jawab, juga diberi kesempatan untuk mengontrol peran dan tanggung jawab mereka sendiri

Kemitraan antara sekolah dengan rumah tangga atau orangtua

Sekolah yang baik juga harus melibatkan orang tua. Pelibatan orangtua dalam program-program anak di SMA Kakot dan pelibatan orangtua dalam program-program anak di rumah biasanya terjadi dalam pertemuan triwulanan antara sekolah dan Komite Sekolah.

Munculnya kreativitas dalam organisasi sekolah untuk pengembangan pendidikan

Semua stakeholders di SMA Kakot (guru, kepala sekolah, siswa, pegawai sekolah dan orangtua) selalu mendapat pesan pengingat dan motivasi dari pimpinan sekolah untuk merasa terlibat dalam pengembangan diri demi kemajuan bersama.


Selesai.

Ramita menarik napas lega sebentar.

Tetapi, tiba-tiba saja, pada saat hendak memberi nama judul tulisan dan menekan tombol publish di blog-nya, ia tersadar kembali: Semua itu berubah drastis di bawah kepemimpinan Pak Jufri. Selain jiwanya yang korup, mengingat wajah Pak Jufri berarti mengingat kembali peristiwa pelecehan seksual yang ternyata membuatnya trauma. Yang lebih mengejutkan lagi, ternyata yang menjadi korban tak hanya Ramita. Ada juga belasan siswi lainnya yang mengalami nasib yang sama tetapi memilih diam dan bungkam. Ramita tahu itu kemudian setelah kenal dan akrab dengan kakak-kakak alumni yang jadi korban pelecehan Pak Jufri.

Ada satu kesamaan Ramita dan korban lainnya, yakni mereka memilih bungkam. Cukup beralasan sebab saat itu, selain segelintir guru yang berdedikasi seperti Pak Hari, ada lebih banyak guru yang memihak bahkan membela Pak Jufri dengan mau-maunya disuruh mengancam siswa yang menjadi korban itu. Sepertinya, Pak Jufri tahu kelemahan mereka: mereka mau melakukan apa saja, termasuk mengancam siswa-siswi asalkan mereka mendapatkan tambahan uang setiap bulannya.

Ramita sedih.

Ia membuka playlist Spotify-nya, lalu memutarkan lagu kesayangannya:

You’re Gonna Live Forever in Me by John Mayer

A great big bang and dinosaurs
Fiery raining meteors
It all ends unfortunately
But you’re gonna live forever in me
I guarantee, just wait and see
Parts of me were made by you
And planets keep their distance too
The moon’s got a grip on the sea
And you’re gonna live forever in me
I guarantee, it’s your destiny
Life is full of sweet mistakes
And love’s an honest one to make
Time leaves no fruit on the tree
But you’re gonna live forever in me
I guarantee, it’s just meant to be
And when the pastor asks the pews
For reasons he can’t marry you
I’ll keep my word and my seat
But you’re gonna live forever in me
I guarantee, just wait and see
Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.