Pagi ini kelihatan cerah sehingga meski jalanan di Jalan Iskandar Muda, Jakarta Selatan terlihat macet, tetapi semangat pagi masih menjadi alasan untuk menyemangati diri dan mengayuh roda dua yang menjadi armada andalanku untuk bepergian kemana-mana.
Belum lagi karena kali ini jok yang biasanya hanya menopang pantatku kini sudah memenuhi fungsinya untuk juga menyediakan boncengan bagi putri Sion yang sudah beberapa bulan terakhir menemani hari-hariku. Satu lagi alasan untuk tersenyum pagi ini.
Tapi pagi yang cerah dan hati yang riang ini ternyata harus berhadapan dengan insiden bensin habis sehingga harus dorong motor (I know its my fault for neglecting the petrolmeter) persis usai mengantar si doi ke tempat kerja. Dorong sebentar lalu minta tolong teman untuk ambil bensin di SPBU, akhirnya aku bisa melanjutkan perjalanan kembali.
Tapi ternyata ini baru awal dari tragedi a la Mr. Bean’s Holiday penuh kesialan tanpa henti. Akhir-akhir ini aku baru menyadari bahwa kesialan si komedian kocak ini ternyata tidak jera-jera menimpaku juga. Pity me. Insiden berikutnya datang dari seorang brigadir mobil yang mengendarai mobil sambil memegang mobile phone. Iya. Ini bukan curhat puitis dirangkai dengan rima, tetapi benar terjadi adanya.
Di tengah macetnya jalanan dari daerah Karet menuju Tanah Abang, tiba-tiba … SHIT … aku merasa jari kelingking kaki sebelah kanan seperti ditimpa kaki dinosaurus. Serius? Iya. Rasanya begitu.
Sontak aku menoleh ke arah datangnya malapetaka itu. Ternyata datangnya dari ban kiri depan sebuah mobil dengan plat bertanda anggota brigadir mobil.
Amarahku mendidih dan segera aku layangkan tinju ke kaca depan mobilnya sembari membanting spion kiri. Akhirnya orang dalam mobil membuka kaca depan sebelah kiri mobilnya barangkali untuk memastikan wajahku yang meringis kesakitan. Panik sambil kebingungan, tampak rasa bersalah di wajahnya. Sialnya, namanya juga jalanan macet, mobil bahkan tidak bisa bergerak maju. Si brimob pendek berkumis hitam tersebut pun memundurkan mobilnya. Alhasil: Kaki dinosaurus pun menginjak kakiku untuk kedua kalinya. SHIT … dan SHIT … Maka lengkaplah sudah kesialanku pagi ini. Sakitnya itu berawal dari jari kiri, mengalir melalui seluruh nadi, terasa di sekujur tubuh, dan mendidih di ubun-ubun.
Setelah jalanan yang macet gila berkurang sedikit kegilaannya, aku beri dia isyarat untuk meminggirkan mobilnya.Ia pun mengekor. Kali ini ia membuka kaca depan sebelah kirinya dan berkata: “Iya, pak. Maaf Saya tidak sengaja. Ini mau diobati atau bagaimana?”.
Demi melihat ekspresi bersalahnya, aku menarik napas sejenak. “Bapak ini Brimob, khan?”, tanyaku dengan amarah yang kini menyusut menjadi kesal. Dia mengangguk. “Maaf sekali lagi, pak. Karena ini lagi macet, kita mutar dulu aja pak di depan sana supaya bisa diobati”, ujarnya sembari menunjuk putaran paling dekat.
Macet, panas plus kena injak kaki dinosaurus alias ban mobil ini benar-benar menguji kesabaranku.Tapi demi melihat macet dan aku harus buru-buru ke kantor, setelah memastikan bahwa jariku hanya lebam sedikit, aku memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah. “Lain kali hati-hati donk Pak kalau menyetir,” ujarku melaju kembali setelah amarah tadi sedikit terlampiaskan dengan memukul kaca depan mobilnya dan membanting spionnya.
Mudah-mudahan ke depannya setiap pengendara mobil (baik brigadir mobil ataupun brigadir jenderal), militer atau sipil, tidak melulu asyik dengan mobile phone-nya ketika menyetir mobil. Supaya ke depan tidak ada lagi korban berikutnya seperti saya. Trust me, jari dilindas ban mobil itu sakit, tidak asik dan tidak perlu dicoba.
Kisah ini kutulis setelah agak tenang sembari menyeruput kopi sesampainya di kantor. Terima kasih, kopi hitam.