Penulisan Skenario: Metode 8 Sequence – Sekuens 7 dan 8

Kini sampailah kita pada Act III dari metode 8 Sequence.  Jika dalam struktur klasik (kerangka dramatik Yunani Kuno) Act III ini memuat akhir cerita berupa kemenangan atau kekalahan; dalam metode 8 sequence bagian ini berisi resolusi salah (sekuens 7) dan resolusi benar (sekuens 8)


Sekuens 7 – New Tension & Twist

Inilah bagian ketegangan yang lengkap tetapi tetap sederhana, singkat tetapi sekaligus memuat pemaparan yang penting. Lebih sederhana dan lebih cepat alur ceritanya, berisi adegan singkat dan tidak lagi ada bangunan cerita yang benar-benar baru, melainkan ketegangan baru (new tension) akibat mulainya fase kebangkitan (revival) atas segala jatuh-bangunnya karakter utama mulai dari sekuens 1-6.

Sekuens 7 kerap dianggap sebagai tahap yang paling sulit sekaligus penting karena tuntutan ini. Pada tahap ini, karakter utama harus bangkit untuk memperbaiki kesalahan atau kegagalannya. Biasanya, adegan revival ini dipicu dari 3 hal yakni:

1) kebetulan,

2) datang dari orang lain, atau

3) menuai “petunjuk” (clue) yang sudah ditabur sejak awal.

Contohnya, dalam film petualangan, karakter bisa mengetahui letak harta karun dari 1) insiden tidak sengaja menggali tanah tau-tau ketemu, 2) diberi tahu orang lain “harta karunnya ada disana”, atau 3) mengikuti petunjuk sejak awal hingga akhirnya menemukan harta karun.

Sebaik-baiknya kisah, tetaplah ingat untuk menyelaraskan logika dan perasaan. Maka, sebaiknya jangan pernah menyatukan ketiga pemicu revival tadi dalam satu naskah karena akan menjadi “too good to be true”. Sama seperti kebanyakan pengalaman orang dalam kehidupan mereka, sumber ide untuk penyelesaian masalah itu tidak banyak, datangnya satu saja. Jika kebanyakan, akan menjadi tidak masuk akal. Sebab, pembaca atau penonton akan bereaksi: “kalau sedari awal karakter utama sudah memiliki solusi sebanyak ini atas permasalahan yang dihadapinya, mengapa tidak dari awal saja cerita ini selesai?

Ingat, sekuens 7 belumlah akhir cerita. Itu sebabnya, sekuens 7 sering juga disebut resolusi salah. Pada tahap ini, karakter utama akan menemukan pilihan. Ia akan memilih secara sadar antara dua kemungkinan. Cerita belum selesai juga.


Sekuens 8 – Resolution

Inilah resolusi sebenarnya. Disini, semua mesti jelas. Jika para petualang itu mengambil jalan kiri, maka semuanya baik-baik saja; tetapi jika mereka mengambil jalan kanan, maka dunia yang kita kenali ini akan berakhir alias kiamat. Ketegasan yang sama harus kita tunjukkan: apakah pria karakter utama akan berhasil mendapatkan gadis pujaannya, apakah berhasil menjinakkan bom, atau apakah dia berhasil selamat dari perahu yang bocor dan mulai tenggelam di tengah lautan yang dipenuhi ikan hiu?

Pembeda antara sekuens 7 dan sekuens 8 ialah:  pada sekuens 8, karakter utama kita sudah tidak bisa melakukan usaha penyelesaian. Ia hanya menjalani hasil dari penyelesaian konflik yang ada di sekuens 7. Jadi, sekuens 7 ini adalah efek dari revival. Kalau kita masih memasukkan usaha karakter menyelesaikan masalah, itu berarti naskah yang kita tulis masih berada di sekuens 7, belum sampai pada akhir cerita.

Bagaimana kita yakin bahwa ini adalah akhir dari seluruh cerita yang kita susun? Ingatlah kembali “wants” (keinginan) dan “needs” (kebutuhan), yakni aspek karakter yang sejak awal kita sudah tetapkan ketika merumuskan premis. Akhir cerita berarti  kedua aspek ini sudah tercapai. (Tentu saja, kita selalu punya kesempatan untuk mencipta twist pada sekuens ini untuk membuat penonton tetap terkejut). Pada bagian inilah pembaca atau penonton bisa menyimpulkan bahwa cerita yang kita tulis berakhir dengan kemenangan karakter utama (happy ending) atau Tujuan/Goals mengalahkan Obstacle/Hambatan; atau berakhir dengan kekalahan karakter utama (sad ending) atau Obstacle/Hambatan yang mengalahkan Tujuan/Goals.

Kompartementalisasi – Solusi buat Remaja Jompo SMA

“8 les sehari, semuanya ada PR.

Alamak .. Ngeri kali ternyata di SMA ini bah“, begitu curhat seorang siswaku di Snapgram-nya.

Can you feel it?

I can. 

Bahkan setelah hampir 20 tahun meninggalkan bangku SMA, aku masih bisa mengerti mengapa curhat retjeh ini muncul.

Jangan salah paham dulu. Dengan kata “receh”, aku tidak bermaksud menyepelekan beratnya beban mengikuti pembelajaran di sekolah, lengkap dengan kewajiban menenteng buku paket tebal dan buku catatan untuk masing-masing mata pelajaran, ditambah lagi dengan PR setiap hari.

Pertama, siswa yang membuat status itu kukenal. Pada tatap muka di kelas, dia seingatku bukan tipe orang yang kesulitan mengikuti pelajaran. Memang sesekali tampak wajahnya seperti mengantuk. Mungkin karena malam sebelumnya harus mengerjakan banyak PR. Tapi sesekali saja. Secara umum,  dia tidak ketinggalan dan tampak ceria mengikuti proses belajar di kelas.

Jadi, snapgram-nya itu kuanggap sebagaimana mestinya saja: status untuk memeriahkan timeline saja. Lho kok? Lha iya, sebab zaman sekarang jika anak remaja benar-benar ingin curhat, nadanya akan berbeda. Mungkin saja akan berbunyi begini: Please help me. Aku udah cape“. Jadi tidak akan sempat membuat kalimat panjang, tambahan lagi pakai kata “alamak”. Jadi, aku tahu pasti, dia sedang baik-baik saja.

Tetapi, kedua, kata receh juga seperti biasanya: selalu memuat paradoks. Di satu sisi, si pembuat status jika ditanyai seadanya soal apa maksudnya dengan membuat status seperti itu di akun media sosialnya, dia akan berkilah: “Nggak ada apa-apa loh, Pak. Cuman status ajanya itu. Biar nggak apa kali”. Meski kita juga tidak tahu persis apa arti kata “nggak apa kali” disini, kita bisa asumsikan bahwa tidak ada yang serius.

Di sisi lain, jika kita mau sedikit melakukan pengamatan lebih cermat dan pengenalan lebih dalam terhadap status itu, kita akan cepat menemukan fenomen sejenis ternyata juga ada pada siswa lainnya. Jadi, dia tidak sendirian mengeluhkan beratnya beban ini. Cukup valid kalau kita mengambil hipotesa sementara bahwa benar ada sesuatu yang perlu didiskusikan. Bahwa benar, jika diberi kesempatan, mereka akan memilih untuk tidak menjalani 6 hari seminggu dengan banyaknya materi pelajaran dan PR setiap hari seperti ini. Benar, mereka masih bisa menanggung beban ini. Tetapi juga sekaligus benar bahwa ini cukup berat buat mereka.

Terkadang, setengah bercanda, selain bersama para rekan guru kami mempertanyakan “apanya sih yang merdeka dari kurikulum Merdeka ini untuk kita para guru”, beberapa siswa juga sudah mulai ada yang kritis lewat celetukan: “Bukankah belajar itu seharusnya menyenangkan, Pak? Tidak malah memberatkan seperti ini?”


Jika kamu seorang Baby Boomer dan sudah sampai pada bagian ini, kujamin kalian akan berkomentar:

Dasar anak remaja sekarang memang daya juangnya lemah. Dikit-dikit mengeluh. 

Tentu saja, sebagai orang yang sudah lebih tua, yang sudah lebih banyak makan garam beryodium dan tidak beryodium, kalian (eh, kita?) punya seribu argumentasi sehingga sampai pada simpulan berupa komentar diatas. Tentu kita tidak mau juga disalahkan oleh para siswa kita. “Tau apa mereka? Mereka kan siswa kita, kita guru mereka”, begitu kesadaran subliminal kita yang serba patronizing itu hendak menghakimi mereka.

Tapi tenang dulu. Tanpa perlu kita berkomentar demikian, mereka sudah duluan. Mereka sudah mampu mengungkapkan betapa absurdnya diri mereka dan situasi mereka. Buktinya mereka percaya diri saja mengidentifikasi diri sebagai “remaja jompo”.

Frasa dengan contradictio in terminis itu kupikir cukup jelas maksudnya. Identifikasi diri ini bisa ditanggapi sebagai humor (jika kamu bisa menikmati sebuah meme, kupikir kalian tahu maksudku). Untuk kultur “teenage thingy” mereka, ini identitas yang mempersatukan mereka sekaligus menjembatani jurang atau social gap – antara murid dari keluarga kaya versus murid dari keluarga menengah ke bawah, antara murid “ambis” versus murid “santuy” dan antara murid paralel vs murid yang megap-megap ketika rapat kenaikan kelas berlangsung. Dengan menyebut diri sebagai “remaja jompo”, mereka bersatu. Mungkin mirip dengan kaum buruh yang (bermimpi) bersatu di bawah manifesto Karl Marx . (Ups …)

Tetapi bisa juga dimaknai sebagai keluhan serius bahkan seperti mengejek diri sendiri. Bagaimana tidak? Masih remaja, tetapi sudah gampang lelah. Belajar sedikit, maunya libur seminggu. Kerja sedikit, maunya healing sebulan.

Tergantung kalian, mau memaknainya dari sisi mana.

Yang jelas, mereka masih mengagumi kita yang sudah sampai pada tahap ini, bisa menjadi tenaga pendidik untuk mereka. Semoga juga menjadi  guru untuk mereka dalam arti seutuhnya. Intinya, mereka ingin seperti kita. Menjadi dewasa. Menjadi orang yang punya pekerjaan dan penghasilan. Orang yang tidak lagi menjadi beban keluarga.

Mereka serius ingin menjalani masa SMA mereka dengan belajar semaksimal mungkin sesuai dengan impian (goals) mereka.

Mereka bahkan sudah menuliskan dengan jelas materi motivasional pengantar sesuai instruksi yang kuberikan kepada mereka kala MPLS. Bahwa jika ingin menjalani masa SMA dengan baik dan nikmat, sejak awal mereka sudah harus bisa menuliskan goals yang mereka ingin capai, dan sebaiknya mereka menulisnya dalam format S-M-A-R-T.

S = specific

M = measurable

A = attainable/achievable

R = Relevant

T = Timebound.

Jadi, misalnya, ada siswa yang pada minggu pertama di bangku SMA, bisa menuliskan bahwa 3 tahun berikutnya dia melihat dirinya sebagai mahasiswa kedokteran di salah satu universitas top tier di Indonesia. Target atau cita-cita ini sudah memenuhi kriteria specific.

Cara mengukurnya (measurable) juga mudah. Ya, dilihat dari apakah nanti mereka lulus atau tidak di kampus impian mereka itu.

Achievable? Yes. Sudah banyak kakak kelas mereka yang membuktikan bahwa ini bisa dicapai. Jika pendahulu mereka bisa, mereka juga optimis bisa melanjutkan tekad serupa.

Relevant? Tentu saja. Mereka tahu bahwa apa yang mereka jalani sekarang relevan dengan harga yang harus dibayar sampai mereka bisa dengan bangga berswafoto ria di Instagram dengan jaket kampus impian tadi.

Time-bound? Jelas. 3 tahun dari sekarang, target itu harus tercapai. No matter what, at any price, they would do it.


Lalu, darimana datangnya frasa humor sekaligus ejeken terhadap diri sendiri tadi?

Sudahlah remaja jompo, anak SMA pula. Combo. Paket lengkap.

Aku melihatnya secara positif.

Tapi bukan toxic positivity, yakni godaan untuk overproud yang sering membuat orang jatuh karena terlalu percaya diri. Misalnya sudah sadar diri bahwa lemah dalam bidang sains, tetapi memaksakan diri untuk mengambil jurusan sains murni di kampus nomor satu; padahal ada banyak jurusan lain yang lebih tepat.

Apa positifnya? Sebab mereka sudah bisa memvisualisasikan diri berkat metode SMART goals tadi, mereka pun akhirnya menyadari konsekuensinya: seberat apapun proses belajar yang mereka sebut beban tadi, toh mereka bersedia menjalani prosesnya dan mengikuti setiap tuntutannya. Mereka sadar bahwa tidak ada kata excuse untuk tidak hadir di sekolah lalu pura-pura membuat surat sakit palsu sebab selain itu ilegal, toh tidak banyak berguna sebab besoknya dia akan harus mengikuti ulangan susulan atau pelajaran susulan untuk materi pelajaran yang tertinggal ketika ia tidak hadir. Mereka mengerti bahwa semua proses ini adalah sebuah keniscayaan yang mesti dijalani jika mereka ingin SMART goals itu tercapai nanti.

Mereka sadar itu. Itu yang membuat mereka mencari cara bagaimana supaya sebagai remaja jompo yang gampang lelah, mereka tetap punya energi untuk mengikuti setiap materi pelajaran yang berbeda. Sebagai anak SMA yang mudah galau, overthinking dan mudah insecure melihat pencapaian kakak kelas mereka yang telah terlebih dahulu sampai di kampus yang juga mereka impikan, mereka ingin supaya setiap angka rapor di akun SIABUD atau rapor besar mereka tidak ada yang di bawah standar kelulusan.


KOMPARTEMENTALISASI

Maka, inilah tawaran solusi dariku, untuk kalian wahai remaja jompo SMA: cobalah kompartementalisasi.

Kompartementalisasi (Inggris ‘compartmentalization’) berarti pembagian, penggolongan, atau pengkategorian. Inilah salah satu mekanisme pertahanan diri yang paling umum terhadap berbagai beban, tugas, keraguan dan (mungkin juga) ketakutan.

Gunakan ini untuk mengatasi kondisi kekacauan kognitif yang membuatmu bersusah payah mengerti semua mata pelajaran dan mendapatkan angka rapor yang memuaskan. Untuk mengatasi gangguan mental dan kecemasan yang kadang membuatmu bertanya: “sudah sampai dini hari mengerjakan tugas dan PR, benarkah nanti aku bisa lulus di perguruan tinggi yang kudambakan itu?”

Bagaimana melakukan kompartementalisasi ini?

Pertama-tama, mulai dengan consideratio status (penyadaran diri atas situasi yang kamu alami saat ini). Sadari bahwa saat ini kamu sudah berusaha menjalankan kewajibanmu sebagai pelajar meskipun kamu tahu bahwa kamu punya seribu alasan untuk tidak melakukannya.

Sadari bahwa sebagai siswa yang pernah mengalami kegagalan di bidang akademik tertentu, satu-satunya cara untuk bangkit dari kegagalan itu adalah dengan kembali mempelajari materi pelajaran yang membuatmu gagal sebelumnya.

Sadari bahwa kamu harus mengerjakan semua tugas sekolah persis ketika berada di sekolah agar bisa kembali pulang ke rumah, asrama atau tempatmu ngekost tanpa membawa beban tambahan. Sebab kamu tahu sudah ada PR yang menanti, bukan?

Oke. Sudah. Terus selanjutnya bagaimana?

  1. Pikirkan hal-hal apa saja yang penting dan harus diselesaikan – apakah menghafal rumus kimia Susunan Berkala Unsur-unsur, Tugas Refleksi Agama, atau Rumus Dasar Algoritma Matematika?
  2. Bayangkan bahwa hal-hal itu berwujud ruangan-ruangan yang di dalamnya terdapat 5 soal yang tertulis di papan tulis dan harus bisa kita jawab.
  3. Untuk setiap ruangan, kamu hanya punya waktu 1 jam pelajaran (persis sesuai jadwal atau roster yang sudah disediakan pihak Sekolah untukmu) guna menyelesaikan soal-soal itu. Ketika waktu habis, kamu harus segera keluar dari ruangan pertama dan pindah ke ruangan selanjutnya.
  4. Kamu pantang melanggar batas waktu yang sudah ditentukan.

Agar cara ini berhasil, kamu perlu berhenti mencari-cari alasan ketika  tidak bisa menyelesaikan semua soal dengan baik. Kamu tahu bahwa kamu mampu mengerjakannya. Tinggal soal apakah kamu mau menggunakan kemampuanm hingga level ‘maksimal’ dan menerapkan disiplin pada dirimu sendiri.


Tetapi, tentu saja, aku tidak ingin menjadi motivator yang menyebarkan toxic positivity untukmu. Maka harus kukatakan sejak dini: Tidak Ada yang Menjamin Kompartementalisasi bisa Berhasil 100%.

Tidak semua siswa bisa sukses dengan cara ini.

Setidaknya, metode ini bisa membuat hidupmu lebih teratur. Sehingga sukses belajarmu bukan cuma angan-angan. Tapi, tidak ada jaminan bahwa cara ini akan berhasil 100%. Sebab yang menentukan kesuksesanmu adalah dirimu sendiri.

Kompartementalisasi adalah solusi jangka pendek yang sudah pasti gagal ketika kamu tidak melakukannya dengan sepenuh hati. Contohnya saja:  seorang siswa yang gagal pada mata pelajaran Matematika pada semester sebelumnya mungkin akan kembali merasakan traumanya pada Matematika pada semester berikutnya.

Sama halnya ketika kamu sedang berada di kelas Kimia, bisa saja kamu justru tidak fokus karena memikirkan kegagalan Matematika-mu atau malah memikirkan mengapa si doi yang kamu incar malah mengirimkan menfess ke siswa lain, bukan kamu.

Begitulah, seorang siswa mungkin akan kesulitan memilah-milah mana yang harus dilakukan duluan, mana yang belakangan. Tidak rela menutup pintu ruangan pertama sekalipun waktu 1 jam sudah habis dan tugas di ruangan kedua telah menunggu.

Maka, teknik kompartementalisasi sangat bisa gagal karena secara emosional kamu sering menjadi terlalu terikat dengan salah satu tugas yang kamu anggap dianggap lebih penting dari tugas lainnya. Dampaknya, tugas lain yang sudah menunggu akan diabaikan. Di akhir hari, barulah kamu akan kaget saat melihat betapa sedikitnya pekerjaan yang sudah kamu selesaikan. Ini kunci gagalnya.

Lalu, kunci suksesnya apa?

Kunci sukses kompartementalisasi adalah fokus. F-O-K-U-S. Kegagalan dan kesuksesan metode ini amat tergantung pada seberapa konsistennya kamu dalam menjaga fokus. Sadarilah bahwa kamu punya tenggat waktu untuk masing-masing tugas yang harus ditaati. Kamu tidak bisa mengesampingkan tugas lain hanya untuk sebuah tugas yang kamu rasa paling penting.

Fokuskan konsentrasi dan kemampuanmu untuk melaksanakan hanya satu tugas dalam satu waktu. Taatilah aturan dan ruang imajiner yang sudah kamu ciptakan sendiri. Jangan ragu untuk membuang dan melupakan hal-hal yang memang tidak layak untuk dipikirkan.

Kamu masih khawatir bahwa doi akan berpaling darimu? Tidak apa-apa. Tetapi ingat, rasa khawatirmu tidak akan membuatnya kembali padamu. Dan sangat mungkin bahwa dia akan makin yakin meninggalkanmu jika dia melihatmu gagal lagi, menyerah lagi, dan murung lagi.

Maka, ingatlah kembali kompartementalisasi. Mana yang harus dikerjakan lebih dulu? Tugas mana yang harus ditempatkan di prioritas selanjutnya? Taatilah aturan tersebut. Kerjakan tugasmu satu-persatu sesuai jangka waktu yang kamu sepakati sendiri. Plus, hindari juga distraksi lain seperti godaan scrolling Tiktok secara serabutan atau begadang demi push rank di game Mobile Legend kesayanganmu. Kamu bisa melakukannya nanti. Kalau tugasmu sudah selesai.

Jika kamu bisa melakukan komparementalisasi dengan konsisten, hidupmu akan lebih terorganisir. Tidak ada lagi tumpang tindih kewajiban yang membuat hari-harimu kacau. Hidupmu jadi lebih seimbang.

Perjuangan untuk menciptakan hidup yang lebih seimbang memang tidak selesai dalam satu malam. Ini adalah proses tanpa akhir. Selama kamu bisa memilah, membuat prioritas, dan konsisten pada aturan yang kamu buat sendiri, kamu sudah melakukan kompartementalisasi.

Kompartementalisasi menjadi milikmu. Menjadi bagian darimu. Pelan-pelan kamu akan melihat apa yang diberikannya untukmu. Hidupmu akan berkembang: entah akan lebih baik, atau lebih bermakna.

Plot Andalan Menulis Naskah yang Storytell-able

Tahukah kamu apa itu “the seven basic plots” (7 plot dasar)?

Bukan hal baru lagi bahwa disana-sini, kamu mendengar dan mengalami sendiri bahwa kemampuan storytelling (bertutur) menjadi skill andalan yang dibutuhkan dimana-mana.

Seorang ustad atau pendeta yang menyisipkan inti kotbahnya dengan gaya storytelling cenderung akan disukai lebih baik jemaat. Seorang manajer yang mampu mempresentasikan program marketing dengan gaya storytelling cenderung disukai oleh jajaran direksi. Bahkan para diplomat menggunakannya dalam pertemuan internasional membicarakan isu global nan mahapenting. Pidato-pidato heroik bahkan klip video motivasi Reels Instagram yang kamu dengar dan membuatmu merinding, kebanyakan juga menggunakan gaya storytelling. Sebagai siswa, kamu juga pasti lebih senang jika teman yang presentasi tugas kelompok di depan kelas mampu menyajikan materi bahasan mereka dengan gaya bercerita.

Pokoknya, banyak deh gunanya.

Inilah yang kita sebut sebagai the power of storytelling. 

Akan tetapi, apakah kamu benar-benar memahami storytelling?

 

Tangkapan layar screenplay oleh Tri Ebigael Sinaga

Semua plot (alur cerita) berfokus pada hero (karakter utama). Maka tetapkan dulu karakter utama kamu siapa/apa. Bisa jadi hero-mu adalah sosok nabi yang kamu kagumi, seekor anjing kampung yang menyelamatkan petani dari ancaman ular berbisa, sebatang pohon ingul yang kayunya digunakan membuat solu, kamu sendiri, atau bahkan sesuatu yang tidak material seperti gagasan (kemiskinan, ketabahan, daya juang, dan seterusnya).

Secara ringkas, sang hero mengalami fase Antisipasi terlebih dahulu, dilanjutkan dengan fase Mimpi, fase Frustrasi, fase Mimpi Buruk dan berakhir dengan fase Resolusi. Atau dengan redaksi yang lain, misalnya metode 8 sekuens yang merupakan pengembangan dari metode tradisi teater Yunani kuno 3 acts structure alias drama tiga babak (permulaan, konflik/perjalanan, akhir cerita).

Mari kita bahas pelan-pelan.

 

Plot 1: Overcoming the monster

Si hero menempatkan dirinya berhadapan dengan kekuatan antagonis.

Pada tahap ini, sang nabi berhadapan dengan nabi-nabi lain yang menjadi hamba ilah palsu. Anjing kampung menyadari bahwa tuannya sang petani, sedang dalam bahaya sebab ia mendengar desis ular yang mendekat. Tanaman ingul yang masih kecil, susah payah mencari sinar matahari sebab masih berada di pot, diletakkan di gudang yang gelap. Atau kamu yang merasa bahwa seisi kelas tidak ada yang mencakapimu, seakan kamu melakukan aib yang membuat mereka memandangmu dengan rasa jijik padahal kamu tidak melakukan apa-apa.

Umumnya, daya antagonis itu mengancam sang karakter utama atau tempat tinggalnya. Plot seperti ini berakhir ketika sang pahlawan akhirnya menaklukkan kekuatan antagonis yang jahat itu.

Plot 2. Rags to riches

Pada plot ini, sang hero itu miskin, lemah atau tak berdaya. Tetapi alur cerita menuntun pada peristiwa dimana dia akhirnya memperoleh karunia luar biasa entah itu berupa kekuatan hebat, mendapat harta karun rahasia, menemukan sahabat yang setia atau pasangan jiwa yang sudah lama ditunggu. Sang hero kehilangan karunia luar biasa itu tetapi ia akhirnya mendapatkannya kembali. Dia berkembang secara personal seiring dengan pengalaman atau petualangan yang dialaminya.

Plot 3. The quest

Pada plot ini, sang hero tidak sendirian. Dia sudah punya kawanan, yakni teman-teman yang setia bersamanya dalam waktu yang cukup lama dan pertemanan yang sudah teruji.

Si pahlawan dan kawanannya kemudian bersepakat untuk mencari sebuah benda atau mencapai sebuah tempat. Selama perjalanan itu, mereka menemukan banyak tantangan dan godaan (terutama godaan untuk menyimpang dari tujuan awal mereka).

Plot 4. Voyage and return

Sang pahlawan pergi ke negeri antah berantah, dimana dia dan gerombolannya harus menaklukkan sejumlah tantangan dan mempelajari pelajaran hidup yang sulit. Ia kembali setelah jiwanya berkembang, diperkaya melalui pengalaman-pengalaman itu.

Plot 5. Comedy

Komedi yang dimaksud disini tak sekedar humor. Di dalamnya ada konflik dan kebingungan (yang sering semakin meningkat dengan cepat seiring dengan jalannya cerita), tetapi semuanya berubah tone, menjadi serius kembali di akhir cerita.

Plot 6. Tragedy

Disini sang pahlawan ditunjukkan dengan kesalahan atau cacat yang serius atau khilaf yang membuatnya malah harus menjalani nasib sial dan tidak menguntungkan. Akhir cerita seperti ini berujung pada momen yang membuat pendengar atau pembaca merasa kasihan.

Plot 7. Rebirth

Sebuah kejadian dramatis memaksa sang hero untuk mengubah jalan hidupnya sendiri dan menjadi orang yang lebih baik.


Selesai.

Lho, mana resep andalannya, Pak?

Silakan kamu racik sendiri. Menggunakan ketujuh plot itu semuanya, atau beberapa saja. Aku sendiri sedang berlatih untuk membuat hidangan menggunakan ramuan plot 1 Overcoming the Monster, plot 2 Rags to Riches dan plot 7 Rebirth untuk naskah storytelling di berbagai kesempatan. Untuk mudahnya, ingat saja Formula 127.

Kamu boleh meniruku atau mengembangkan sendiri sesuai seleramu.


7 Seven Basic Plots ditulis oleh Christopher Booker.

Glorielis dan Profil Pelajar Pancasila

Baik pribadi Glorielis maupun profil Pelajar Pancasila sama-sama menjunjung tinggi sejumlah nilai kehidupan (values of life) yang dianggap penting untuk dimiliki seorang insan didik sehingga bisa menjalankan perannya sebagai subjek pendidikan dalam ” … ikut serta mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara” (mengutip tujuan pendidikan dalam konstitusi negara kita).

Apa itu Profil Pelajar Pancasila?

Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman-bertakwa kepada Tuhan YME- dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.

Jadi ada enam nilai yang oleh oleh Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi) disebut sebagai dimensi dalam Modul Ajar Kurikulum Merdeka (KM).

Profil Pelajar Pancasila adalah insan didik yang oleh Kemendikbud dimaksudkan untuk dihasilkan oleh seluruh satuan pendidikan sesuai dengan Visi Pendidikan Indonesia saat ini, yakni mewujudkan Indonesia Maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebinekaan global“. Visi ini sendiri adalah langkah awal untuk berjalan sesuai Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 (yang saat ini masih dalam bentuk draf dan masih banyak diperdebatkan), yakni membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.

(I sense too much of verbalism, right? Hebat sekali redaksi kalimatnya, tetapi jangan-jangan ini hanya verbalisme alias otak-atik kata-kata saja?)

Kurikulum Merdeka sendiri selama 3 tahun terakhir masif  disosialisasikan, dicoba untuk diimplementasikan oleh beberapa sekolah, sekaligus menuai banyak kritik termasuk resistensi dari berbagai pelaku pendidikan. Kritik ini secara umum mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan substansial antara KM dengan Kurikulum 2013 dan kurikulum-kurikulum sebelumnya, hanya penamaan lain dengan beberapa varian kecil perbedaan disana-sini. Diakui misalnya bahwa Profil Pelajar Pancasila yang dimaksudkan sebagai kekhasan KM dan menjadi pembeda signifikan dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya, dinilai banyak pihak justru tidak berbeda dengan Nilai Budi Pekerti yang terintegrasi dalam mata pelajaran di Kurikulum 2013, mirip dengan penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).

Untuk memahami lebih lengkap tentang Profil Pelajar Pancasila, kamu bisa membaca banyak dokumen di situs kemdikbud.go.id

Apa itu Pribadi Glorielis?

Semua orang yang pernah dan sedang ambil bagian dalam proses pendidikan di seluruh sekolah di bawah naungan Yayasan Budi Mulia Lourdes diharapkan menjadi pribadi-pribadi Glorielis. Pribadi Glorielis adalah orang yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai  kebudimuliaan, yakni hikmat yang bersumber dari kisah dan keutamaan yang diwariskan oleh Bapa pendiri Kongregasi Bruder Budi Mulia yaitu Bruder Stephanus Modestus Glorieux. Nilai-nilai itu adalah: Kedisplinan, Kebersamaan, Toleransi, Rajin Belajar, Tanggung Jawab, Kerendahan Hati, Kesederhanaan, Cinta Kasih, Kreatif-Inisiatif-dan Inovatif, Kerja Keras, Keunggulan, Kemandirian, Religius, Hidup Bakti, Ketabahan dan Integritas.

Untuk memahami lebih lengkap tentang pribadi Glorielis, kamu bisa membaca silabus dan dokumen lain terkait Pendidikan Spiritualitas Budi Mulia.


Tulisan singkat ini tidak hendak mempertunjukkan pertarungan kumulatif nilai-nilai yang “sangat hebat” hingga bisa kedengaran bombastis ini pada pribadi Glorielis dan yang (ingin dicapai) oleh Profil Pelajar Pancasila. Karena jika hanya redaksi kuantitatif yang ingin kutunjukkan, mudah saja menuliskan skor layaknya pertandingan sepakbola:

[Pribadi Glorielis] 16 – 6 [Profil Pelajar Pancasila]

Alih-alih, Saya hendak berfokus pada bagaimana kita mengkomunikasikan nilai tersebut sehingga benar diamalkan oleh insan didik Budi Mulia secara khusus, dan oleh insan didik Indonesia secara umum. Kurang lebih, diskusi ini bisa kita mulai dengan pertanyaan pemantik, semisal: apa pentingnya nilai-nilai itu diajarkan?

Alasannya, jika kita perhatikan dengan cermat, keenam nilai Profil Pelajar Pancasila dan keenambelas nilai Pribadi Glorielis ini sebenarnya kurang lebih memaksudkan hal yang sama, yakni menjadikan manusia yang sedang menempuh pendidikan menjadi semakin manusia. Sesuai dengan visi pendidikan yang berlaku dimana-mana, yakni memanusiakan manusia.

Kita bisa juga menyitir argumen Seneca terhadap Lucillius ketika mereka terlibat perdebatan soal moralitas pada tahun 65 Masehi: sebenarnya, sekolah itu untuk apa sih? Seneca mengatakan “non scholae, sed vitae discimus” (we learn not  for school, but for life); sementara Lucillius mengatakan persis sebaliknya: “non vitae, sed scholae discimus” untuk mempertahankan argumen realistisnya soal pendikan yang seharusnya lebih praktikal dan bahwa literasi keilmuan sebenarnya terlalu dilebih-lebihkan.

Kupikir, kita semua sepakat memihak Seneca ketimbang Lucillius dalam hal ini.

Tetapi, jika benar demikian, maka kita boleh mengekstrapolasi kesepakatan kita terhadap Seneca dengan pertanyaan-pertanyaan kritis yang lebih membumi dan mengujinya pada konteks zaman ini, yakni konteks pendidikan formal di Indonesia sekarang. Pertanyaan itu misalnya:

  • Dengan seabrek mata pelajaran pada kurikulum, tugas kokurikuler, program intrakurikuler dan ekstrakurikuler, mulai dari TK, SD, SMP, SMA/K hingga Perguruan Tinggi, manusia seperti apa kita maksud ingin kita bentuk, yang kita sebut sebagai “manusia terdidik”?
  • Dalam konteks pendidikan sebagai industri, semakin jamak kita temui orang yang lulus Perguruan Tinggi bekerja tidak sesuai dengan jurusannya atau malah menganggur, tidak bekerja. Bukankah ini mengindikasikan ada ketidaksambungan antara apa yang kita anggap perlu diajarkan di kurikulum sekolah (supply) dan apa yang ternyata dibutuhkan masyarakat/pasar (demand)?
  • Entah sebagai alumnus Glorielis atau alumnus Pelajar Pancasila, benarkah keenambelas nilai atau keenam nilai yang kerap diglorifikasi tadi membantu insan didik untuk menjadi cerdas dan pada gilirannya memberi kontribusi pada masyarakat (society) menyitir Seneca? Atau malah sebenarnya kita tak memerlukan alokasi waktu secara khusus untuk mengajarkan dan membuat proyek untuk nilai-nilai itu, yang penting ajarkan saja kecakapan praktikal sesuai permintaan pasar menyitir Lucillius?
  • Masyarakat sekarang hidup di tengah paradoks kemajuan (ekstrimnya: sebagian orang sudah coba menjajal pola hidup Metaverse, Big Data, Artificial Intelligence; sementara bagi sebagian orang lagi, kebutuhan pokok seperti akses penerangan listrik saja belum ada). Absurditas menyertainya pula, sehingga idealisme pendidikan ternodai begitu saja sebab harus kompromi dengan realitas yang terjadi. Bukankah jamak kita dengar: Untuk sukses, tak penting jurusannya hebat atau orangnya cerdas, tetapi apakah punya “orang dalam”, koneksi dan warisan orangtua?

Pertanyaan-pertanyaan semacam ini kupikir mengajak kita untuk masuk ke refleksi ulang apa sebenarnya tujuan pendidikan di Budi Mulia secara khusus dan tujuan pendidikan Indonesia secara umum.

Jika memang pendidikan kita mau kita dasarkan pada gagasan-gagasan filosofis Ki Hajar Dewantara yang lebih mengedepankan transformasi nilai (value), sudah benar langkah Budi Mulia yang merasa perlu merumuskan nilai-nilai kebudimuliaan atau Kemendikbud merasa perlu memuat Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dalam Kurikulum Merdeka yang diusungnya. Intinya, persoalan akhlak, karakter, budi pekerti dan terma lain yang sejenis masih perlu diajarkan, dan sekolah harus mengalokasikan waktu dan sumber daya yang cukup untuk itu, sama seperti alokasi untuk mata-pelajaran lainnya.

Masalah konkret muncul: bagaimana kita mengukur implementasi nilai-nilai itu?

Bagaimana mengukur pengaruh karakter profil pelajar Pancasila itu pada anak didik? Bagaimana kita tahu bahwa lulusan Budi Mulia yang dicap “berhasil” atau “sukses” itu memang karena dia mengamalkan nilai-nilai kebudimuliaan; sebaliknya yang “gagal” itu karena dia tidak mengamalkan nilai-nilai kebudimuliaan?

Atau kalau mau lebih filosofis lagi, kita bisa mundur ke belakang dengan pertanyaan lebih mendasar: apa ukuran sukses? Lulusan sekolah yang kita sebut sukses itu sebenarnya apa?

Jangan-jangan sebaiknya kita mengalah saja dan mengikuti tren pendidikan berorientasi pada kecerdasan dan kreatifitas yang sejauh ini sudah terbukti sesuai keinginan pasar. Kita terima saja determinasi filosofi pendidikan Barat yang kerap kita anggap lebih mengedepankan transformasi pengetahuan (knowledge) tetapi nyatanya tanggap dan tangguh terhadap permintaan dunia dewasa ini.


UJILAH NILAI

Kini kita sampai pada permenungan yang lebih mendalam lagi. Upaya penanaman nilai-nilai (values) ini sejak Ki Hadjar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, Orde Baru dengan P4-nya, Kurikulum 2013 dengan Penanaman Budi Pekerti-nya, Yayasan Budi Mulia dengan Nilai Kebudimuliaan-nya, hingga Kurikulum Merdeka dengan proyek Pelajar Pancasila-nya semua mendaku sebagai sistem yang kelak akan menghasilkan manusia cerdas dan terdidik.

Tetapi, benarkah generasi terdidik hasil lulusan dari program penanaman nilai dengan nama yang hebat itu menjadikan Indonesia semakin berkemajuan?

Jangan-jangan kita terlalu lama berkutat dengan verbalisme nilai, sampai lupa bahwa masyarakat kita saat ini (hic et nunc) membutuhkan orang-orang cerdas dari sekolah untuk memberi kontribusi pengetahuan mereka.

Apa sebaiknya kita tinggalkan saja Seneca, kita ikuti nasehat Lucillius saja?

Jika ternyata kebutuhan akan pasokan ikan lele jelas di depan mata, ajarkan saja anak bisa baca tulis seadanya lalu didik untuk memelihara ikan lele sedari kecil, tak usah pusingkan anak dengan mengharuskannya menghafal rumus Fisika, Kimia, Matematika atau ikut bimbel supaya lulus UTBK? Sebab jika pun lulus dan tamat dari perguruan tinggi pilihannya toh dia akan kembali menganggur. Dia akan menghabiskan waktunya menonton video Youtube dengan kata kunci “bagaimana cara memelihara ikan lele”? 

Loh? Tapi kan anak harus kita ajarkan untuk beriman-bertakwa kepada Tuhan YME- dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Anak harus kita ajarkan untuk displin, berbakti, belajar keras, toleran, mandiri, religius, memiliki cinta kasih, tabah, kreatif, inovatif dan berintegritas?

Memangnya, menurutmu, seorang pengusaha lele tidak bisa memiliki semua nilai itu tanpa harus belajar di sekolah?

Nilai-nilai Kebudimuliaan

Sebagai pendidik, Anda bisa saja membangun visi dan misi pendidikan paling hebat yang pernah ada sepanjang sejarah kurikulum akademis – sesuatu yang semestinya bisa menawarkan nilai sangat berharga kepada orangtua dan insan didik – tapi jika Anda tidak mengkomunikasikan dan menunjukkan nilai itu dengan baik, Anda sebenarnya tidak mengatakan apapun.

Nilai

Semakin kesini, semakin sering kita mendengar orang-orang berbicara tentang nilai (value) atau keutamaan (virtue). Apa itu nilai?

Aksiologi, cabang filsafat yang membahas nilai (dari kata axios/nilai dan logos (pengetahuan) menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good?) dan apa itu benar (what is right?)

Jika yang baik dan benar teridentifikasi, ia akan disebut bernilai, mempunyai nilai. Jika tidak, maka sebaliknya: tidak bernilai, tidak mempunyai nilai.

Lebih jauh, kita – Saya dan Anda – sebenarnya bisa membahas apakah nilai itu independen (memiliki makna pada dirinya sendiri) atau bergantung pada manusia sebagai pelaku, insan yang mencari, menemukan dan mengevaluasi nilai. Namun, secara ringkas kita bisa mengartikan nilai sebagai produk/hasil penciptaan atau penemuan akal manusia setelah melalui proses analisis atas kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral.

Sumber Nilai Kebudimuliaan

Sejatinya, nama “Budi Mulia” sendiri (budi yang mulia) sudah sangat dekat artinya dengan istilah budi pekerti, sehingga patut diduga mendengar namanya saja, orang sudah akan diarahkan untuk memikirkan sesuatu yang luhur, mulia, indah, sopan dan atribut baik lainnya. Budi pekerti adalah nilai yang akan mendasari seluruh perilaku kita. Maka, pikiran dan perbuatan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Jika pikirannya baik, maka perbuatan yang akan dihasilkan pun niscaya akan baik pula. Jika pikirannya buruk, perbuatannya pun akan buruk.

Tetapi dalam kenyataan dan pembicaraan yang Saya alami dengan orang-orang terutama dengan anak didik dan rekan guru,  arti mendalam dari budi pekerti lebih sering hanya menjadi definisi mati dalam literatur-literatur sekolah, padahal sejatinya nilai budi pekerti ini dimaksudkan untuk dihidupi dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Baik di ranah individu, sekolah, masyarakat, dan bernegara.

Nilai kebudimuliaan adalah hikmat yang bersumber dari kisah dan keutamaan yag diwariskan oleh Bapa pendiri Kongregasi Bruder Budi Mulia yaitu Bruder Stephanus Modestus Glorieux. Perjalanan sepanjang hidupnya yang menginspirasi terlebih hidup membiara sendiri diyakini bersumber dari imannya akan Yesus Kristus.

Maka, seperti Glorieux sendiri menjadi orang Kristen yang menimba spiritualitasnya dari Yesus Kristus, seorang insan Budi Mulia juga pertama-tama mengikuti teladan Yesus. Sebab Yesus adalah Guru Utama dari Teladan Budi Mulia, yakni Bapa Stephanus Modestus Glorieux.

Siapa yang seharusnya Menghidupi Nilai Kebudimuliaan?

Siapa saja mereka? Tentu, siapa saja yang mau. Terutama mereka yang sedang dan sudah pernah menjadi siswa, guru dan pegawai di sekolah di bawah naungan Yayasan Budi Mulia Lourdes.

Mereka adalah setiap insan Budi Mulia. Saya menawarkan julukan untuk mereka, yakni seorang Glorielis (dari nama Glorieux, mengikuti toponimi penduduk dan karakter orang Bordeaux yang dijuluki Bordealis). Setiap Glorielis seharusnya menghidupi nilai-nilai kebudimuliaan ini.

Istilah lain yang kerap digunakan (bahkan sudah kadung menjadi bagian dari kultur kebudimuliaan secara khusus di lingkungan SMA Budi Mulia Pematangsiantar Jalan Melanton Siregar 160) yakni: seorang Boemian atau warga Boemi. Boemi sendiri kemungkinan adalah akronim versi ejaan van Ophuijsen dari Budi Mulia (Boedi Moelia). Tetapi istilah warga Boemi atau Boemian(s) ini dapat saja dikenakan kepada siapa saja yang pernah dan sedang mengenyam pendidikan di Budi Mulia, lepas dari apakah dia mengamalkan nilai-nilai kebudimuliaan atau tidak.

Apa saja Nilai Kebudimuliaan itu?

Menurut Silabus Pendidikan Spiritualitas Budi Mulia (Silabus PSBM) yang dihasilkan dalam Workshop Kebudimuliaan di SMP Budi Mulia Mangga Besar pada 26-28 April 2021, nilai-nilai kebudimuliaan adalah:

  1. Kedisplinan
  2. Kebersamaan
  3. Toleransi
  4. Rajin Belajar
  5. Tanggung Jawab
  6. Kerendahan Hati
  7. Kesederhanaan
  8. Cinta Kasih
  9. Kreatif, Inisiatif dan Inovatif
  10. Kerja Keras
  11. Keunggulan
  12. Kemandirian
  13. Religius
  14. Hidup Bakti
  15. Ketabahan
  16. Integritas

Cara Mengukur: Glorielis-kah Aku?

Sebagaimana jika orang mau mengukur dirinya sendiri apakah dia Kristen atau tidak patokannya adalah kesesuaian pada teladan perkataan dan perbuatan Yesus Kristus, maka seorang siswa, guru dan pegawai di sekolah-sekolah di bawah naungan Yayasan Budi Mulia Lourdes bisa mengukur dirinya sendiri apakah dia sudah cukup Glorielis (insan Budi Mulia) atau belum dengan bertanya:

Sudah displinkah aku? Jika belum, maka aku belum Glorielis.

Sudah jujurkah aku? Jika belum, maka aku belum penuh menjadi insan Budi Mulia.

Sudah mandirikah aku? Jika belum, maka aku belum Glorielis.

Sudahkah aku rajin belajar? Jika belum, maka aku belum sah menjadi “anak BM”.

Sudahkah aku bertanggungjawab?  Jika belum, maka aku belum pantas disebut anak Budi Mulia.

Sudahkah aku unggul? Jika belum, maka aku belum pantas disebut warga Boemi teladan.

(dan seterusnya …)


Mengkomunikasikan Nilai Kebudimuliaan

Nilai-nilai kebudimuliaan haruslah diketahui esensinya. Setelah diketahui, dihidupi. Jika sudah dihidupi, maka orang yang datang dan melihat akan menjadi saksi atasnya. Begitulah proses komunikasi nilai kebudimuliaan terjadi.

Sampai hari ini, sekolah TK, SD, SMP hingga SMA Budi Mulia masih mendapat kepercayaan di hati banyak orang karena proses pendidikan yang berusaha terus mengamalkan nilai-nilai itu, membuatnya bagian dari hidupnya pendidikan di Budi Mulia.

Dengan premis ini, sekali lengah dan lalai dengan nilai itu atau membuatnya hanya jargon semata dan jatuh pada verbalisme belaka, keadaan bisa berbalik. Pastinya: ke arah yang lebih buruk. Sesuatu yang kita semua pastinya tidak kehendaki.

Dengan demikian, nilai-nilai kebudimuliaan bukanlah nilai-nilai yang hanya tersimpan dalam literatur dan dihapal saja, namun juga perlu diimplementasikan dalam aspek akademis dan non-akademis. Inilah pilihan nilai yang diambil oleh segenap Glorielis dalam perannya ikut serta dalam visi utama pendidikan sesuai amanat konstitusi negara ini, yakni mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Lagu-lagu Porseni Boemi 2022: Lirik, Akor dan Video

1. Solo Putra: Cover Lagu “Lirih” Ari Lasso

Intro : E F#m E D# E F#m E B

F#m D#      E    F#m  D#              E   A
kesunyian ini lirih kubernyanyi
C#m D#                  B      A                   E
lagu indah untukmu aku bernyanyi
F#m             D#    E            F#m               E
engkaulah cintaku cinta dalam hidupku
C#m D#                   B A                   E
bersama rembulan aku menangis
G#                  A   Am                     E     B
mengenangmu segala tentangmu oooh
C#m                   B          A        F#m     B
ku memanggilmu dalam hati lirih
E F#m         D#      E        F#m       D#    E A
engkaulah hidupku hidup dan matiku
C#m D# G#m B                    E A G#
tanpa dirimu    aku menangis

A   Am
mengenangmu
E      B
segala tentangmu oooh …
C#m                  B          G#m      A
ku memanggilmu dalam hatiku

Interlude: E F#m E D# B

A                   E
aku bernyanyi

G#                  A   Am                     E     B
mengenangmu segala tentangmu oooh
C#m                   B          A        F#m     B
ku memanggilmu dalam hati lirih

C#m                   B          A        F#m     B
ku memanggilmu dalam hati lirih

(unattended)
kukenang dirimu

E F#m D# E


2. Trio Campuran: Cover Lagu “Lelaki dan Rembulan” Franky Sahilatua & Jane

Intro: Bm Em Bm Em C Bm D

Verse 1

G                       D          G
Rembulan di malam hari
Bm       Em
Lelaki diam seribu kata
Bm                D
Hanya memandang
G D                   G
Hatinya luka… hatinya luka

Verse 2

G              D          G
Udara terasa berat
Bm                  Em
Karena asmara sesakkan dada
Bm         D
Ketika cinta
G D                          G
Terbentur dinding… terbentur dinding

Reff:
Em                     Bm
Bukalah pintu hatimu
C                      G
Yang s’lalu membeku
Bm                 Em
Agar ku lihat lagi
C       G          D
Rembulan di wajahmu
C             D        G
Jangan sembunyikan
C         G D      G
Hatimu padaku

G    Em           C          G
Lelaki… dan rembulan
Bm                    G
Bersatu di malam
D       C        G
Angin sepoi-sepoi

Interlude: Em C G C G C D

Verse 1

G                       D          G
Rembulan di malam hari
Bm       Em
Lelaki diam seribu kata
Bm                D
Hanya memandang
G D                   G
Hatinya luka… hatinya luka

Verse 2

G              D          G
Udara terasa berat
Bm                  Em
Karena asmara sesakkan dada
Bm         D
Ketika cinta
G D                          G
Terbentur dinding… terbentur dinding

Reff:
Em                     Bm
Bukalah pintu hatimu
C                      G
Yang s’lalu membeku
Bm                 Em
Agar ku lihat lagi
C       G          D
Rembulan di wajahmu
C             D        G
Jangan sembunyikan
C         G D      G
Hatimu padaku

G    Em           C          G
Lelaki… dan rembulan
Bm                    G
Bersatu di malam
D       C        G
Angin sepoi-sepoi

 

D       C        G
Angin sepoi-sepoi (4x, fade out)


3. Band akustik: Cover Lagu “Pelangi dan Matahari” – BIP

[intro] A D F#m E D 2x

                  A
padang hijau
F#m
di balik gunung yang tinggi
Bm
berhiaskan pelangi
A
setelah hujan pergi

                    A
ku terdampar
F#m
di tempat seindah ini
Bm
seperti hati sedang
A
sedang jatuh cinta

[chorus]
A
ku bahagia
D
merasakannya
F#m                E
andaikan aku bisa di sini slamanya
D
tuk menikmatinya

                       A
sungai mengalir
F#m
sebebas aku berfikir
Bm
hembusan angin dingin
A
membawa aku berlari

                  A
mensyukuri
F#m
semua yang telah kau beri
Bm
hati yang rapuh ini
A
kau kuatkan lagi
[chorus]
A
ku bahagia
D
merasakannya
F#m                E
andaikan aku bisa di sini slamanya
D
tuk menikmatinya

               A
ku bahagia
D
merasakannya
F#m                E
andaikan aku bisa di sini slamanya
D
tuk menikmatinya

[Interlude]

F#m D 4x     A D F#m E D

A
di sini s’lamanya.. di sini s’lamanya ..
D
di sini s’lamanya.. di sini s’lamanya ..
F#m                                                    E
di sini s’lamanya.. di sini s’lamanya ..
D
di sini s’lamanya.. di sini s’lamanya ..

A
di sini s’lamanya.. di sini s’lamanya ..
D
di sini s’lamanya.. di sini s’lamanya ..
F#m                                                    E
di sini s’lamanya.. di sini s’lamanya ..
[chorus]

             A
ku bahagia
D
merasakannya
F#m                E
andaikan aku bisa di sini slamanya
D
tuk menikmatinya

A
ku bahagia
D
lepas semua
F#m                E
andaikan aku bisa di sini slamanya
D
tuk menikmatinya

A
di sini selamanya.. di sini selamanya..
D
di sini selamanya.. di sini selamanya..
F#m                                E
di sini selamanya.. di sini selamanya..
D
di sini selamanya.. di sini selamanya..

A
di sini selamanya.. di sini selamanya..
D
di sini selamanya.. di sini selamanya..
F#m                                E
di sini selamanya.. di sini selamanya..
D
di sini selamanya.. di sini selamanya..
A
di sini….


4. Solo Putri: Cover Lagu “Tetap dalam Jiwa” Isyana Sarasvati

Intro : F C Em Am
 F
tak pernah terbayang
    C                Em        Am
akan jadi seperti ini pada akhirnya
 F
semua waktu yang pernah
   C
kita lewati bersamanya
  Em            Am
telah hilang dan sirna
     F             C
hitam putih berlalu janji kita menunggu
Em              Am
tapi kita tak mampu
F                 C
seribu satu cara kita lewati
Em       Am
tuk dapatkan semua jawaban ini
Reff:
              F           C
bila memang harus berpisah
    Em      Am
aku akan tetap setia
F         C
bila memang ini ujungnya
  Em          Am
kau kan tetap ada di dalam jiwa
  F           C
tak bisa ku teruskan
 Em       Am
dunia kita berbeda
  F         C
bila memang ini ujungnya
   Em           Am
kau kan tetap ada di dalam jiwa
F                     C
memang tak mudah tapi ku tegar
 Em          Am   
menjalani kosongnya hati
     F                           C
buanglah mimpi kita yang pernah terjadi
  Em        Am
dan simpan tuk jadi history
 F             C
hitam putih berlalu janji kita menunggu
Em               Am
tapi kita tak mampu
  F                  C
seribu satu cara kita lewati
 Em       Am
tuk dapatkan semua jawaban ini
Reff:
              F           C
bila memang harus berpisah
 Em      Am
aku akan tetap setia
 F         C
bila memang ini ujungnya
      Em          Am
kau kan tetap ada di dalam jiwa
        F           C
tak bisa ku teruskan
 Em       Am
dunia kita berbeda
  F         C
bila memang ini ujungnya
Em           Am
kau kan tetap ada di dalam jiwa
F                 G
Tak bisa tuk teruskan
Am
Dunia kita berbeda
F                 G
Tak bisa tuk teruskan
Am
Dunia kita berbeda
F                 G
Tak bisa tuk teruskan
Am
Dunia kita berbeda
F                 G
Tak bisa tuk teruskan
Am
Dunia kita berbeda
Reff:
              F           C
bila memang harus berpisah
Em      Am
aku akan tetap setia
      F         C
bila memang ini ujungnya
   Em          Am
kau kan tetap ada di dalam jiwa
 F           C
tak bisa ku teruskan
Em       Am
dunia kita berbeda
 F         C
bila memang ini ujungnya
   Em           Am
kau kan tetap ada di dalam jiwa


CREDITS:

  • Ari Bernardus Lasso, atau lebih dikenal dengan nama Ari Lasso (lahir di Madiun, Jawa Timur, 17 Januari 1973) adalah penyanyi pop Indonesia. Dia tercatat sebagai vokalis grup band Dewa 19 (1991-1999) yang akhirnya ia keluar dan menjalani karier sebagai penyanyi solo.

  • Franky Hubert Sahilatua (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 16 Agustus 1953 – meninggal di Jakarta, Indonesia, 20 April 2011 pada umur 57 tahun) adalah penyanyi balada berdarah Maluku asal Surabaya, Indonesia. Franky adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara, yang di antaranya adalah Jane Sahilatua dan Johnny Sahilatua. Namanya dikenal publik sejak paruh kedua dekade 1970-an, ketika ia berduet bersama adiknya, Jane Sahilatua, dengan nama Franky & Jane. Duet ini sempat menghasilkan lima belas album, semuanya di bawah Jackson Record. Setelah duet ini mengakhiri kerja samanya, karena Jane kemudian menikah dan hendak memusatkan diri pada keluarga, Franky lebih banyak bersolo karier. Tahun 2006, Franky diangkat menjadi duta buruh migran Indonesia bersama Nini Carlina oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).

  • BIP adalah grup band yang didirikan oleh tiga orang musisi yang hengkang dari Slank pada tahun 1996, yaitu Pay (gitar), Bongky (bass), dan Indra (keyboard). Kini formasi mereka dilengkapi oleh Ipang (vokal).

  • Isyana Sarasvati (lahir di Bandung, 2 Mei 1993) merupakan penyanyi dan penulis lagu berkebangsaan Indonesia. Isyana merupakan lulusan dari Nanyang Academy of Fine Arts, Singapura dan Royal College of Music, Britania Raya. Isyana yang menulis sendiri semua lagunya ini juga pernah menjadi penyanyi opera di Singapura.

Kompilasi Pertanyaan – Imajinasi pada Seni Rupa 2D

  1. Apa perbedaan antara aliran naturalisme dan romantisme dalam karya seni lukis? Bukankah aliran naturalisme dan aliran romantisme termasuk dalam satu gaya seni lukis, yaitu gaya representatif yang berarti menggunakan keadaan yang “nyata” dalam kehidupan masyarakat dan alam?
  2. Ketika seseorang ingin mengungkapkan sesuatu dalam bentuk lukisan, apakah harus belajar keterampilan khusus melukis dulu agar hasilnya sesuai dengan bentuk penggambarannya?
  3. Mengapa karya lukisan saat dijual/dibeli bisa menjadi sangat mahal padahal jika dilihat dari sudut pandang orang lain lukisan tersebut terkesan “biasa saja”? Selain itu karya lukisan tersebut bisa jadi digunakan sebagai “terapi penyembuhan mental”.
  4. Bagaimana cara kita menentukan atau menilai bahwa karya seni rupa dua dimensi tersebut merupakan sebuah karya yang baik/bagus. Apa hal yang mendasar yang perlu kita ketahui untuk menilai karya tersebut?
  5. Apakah karya seni rupa dua dimensi bisa diukur berdasarkan proses pembuatannya saja atau hanya sekedar hasilnya saja?
  6. Suatu karya seni rupa harus memiliki asas-asas untuk menunjukkan karya tersebut. Apakah suatu karya yang memiliki gambaran dan arti yang abstrak dan tidak memenuhi asas-asas tersebut bisa dibilang sebagai karya seni rupa?
  7. Salah satu asas menggambar ekpresi adalah asas keseimbangan. Jenisnya ada sentral, diagonal, simetris, dan asimetris. Jelaskan.
  8. Lukisan abstrak adalah lukisan yang bentuknya tidak berhubungan dengan bentuk apapun dan terkadang memperlihatkan bentuk acak acakan dan tidak masuk akal. Jadi pada pengklasifikasiannya gaya apa yang dipakai dalam pembuatan lukisan tersebut dan bagaimana cara menilai nilai estetika lukisan tersebut?
  9. Mengapa proses menggambar ekspresi berbeda dengan menggambar bentuk?
  10. Bagaimana jadinya hasil sebuah karya jika semua gaya dalam seni rupa (gaya ketepatan objektif, gaya bentuk formal, gaya emosi, dan gaya fantasi) disatukan dalam satu karya?
  11. Termasuk ke dalam aliran apakah lukisan Monalisa? Dan teknik apa yang digunakan pelukis sehingga lukisan tersebut bisa dilihat seolah-olah tersenyum?
  12. Setiap lukisan pasti memilik unsur yang berbeda dari unsur sekitarnya yang ditetapkan oleh pelukis itu sendiri, jadi jika seorang pelukis menetapkan salah satu dari lukisannya sebagai center of interest tetapi kebanyakan penikmat menunjuk gambar lain sebagai center of interest, jadi gambar center of interest yang mana?
  13. Dari gaya ketepatan objektif, gaya bentuk formal, gaya emosi, dan gaya fantasi, dari setiap gaya tersebut, apa gaya yang pada umumnya menciptakan karya seni yang paling menarik dan paling berharga dan apakah gaya tersebut dapat di kolaborasikan (2 gaya atau lebih dalam 1 karya seni)?
  14. Karya seni itu digali melalui sumber ide. Ide itu gagasan pokok yang ingin disampaikan kepada masyarakat melalui berbagai bentuk karya seni. Tetapi mengapa dalam gambar ekspresi tidak diberi kebebasan untuk mengungkapkan perasaannya ?
  15. Bagaimana para seniman dapat memadukan dan menuangkan karya lukisan gaya fantasi menjadi sangat bermakna dan menginspirasi?
  16. Keselarasan warna dapat di peroleh dengan memadukan warna monokromatis, analogus,d an komplementer. Apa perbedaan monokromatik dengan analogus?
  17. Bagaimana cara memaknai gambar abstrak, dan menilai gambar abstrak dan mengapa lukisan abstrak itu bisa memiliki harga yang tinggi untuk di jual?
  18. Umumnya seorang pelukis akan melukis sesuai dengan apa yang dia lihat atau dia rasakan (emosi). Namun, saat ini banyak kita temui jika terdapat lukisan yang di taksir dengan harga mahal dan disebut-sebut memiliki nilai estetik yang tinggi dan bermakna, padahal sang pelukis lukisan tersebut adalah hewan, yakni gajah. Bagaimana bisa lukisan itu disebut bermakna dan memiliki nilai estetik yang tinggi sementara kita sudah tahu bahwa sang pelukis hanyalah hewan yang belum tentu memiliki perasaan saat memberikan warna pada canvas secara acak? Apakah dengan hanya menaruh warna secara acak pada canvas tanpa melibatkan perasaan dan tanpa berminat memberikan makna pada ‘lukisan’ itu, itu tetap bisa dikatakan sebagai lukisan?
  19. Di zaman yang semakin maju ini seni lukis pun ikut berkembang. Salah satu contohnya adalah seni melukis di atas wajah (facial painting). Apakah metode yang di pakai dalam facial painting sama dengan metode melukis di atas kanvas ?
  20. Apakah seorang pelukis memang harus menggunakan objek secara langsung atau bisa juga tanpa menggunakan objek?
  21. Bagaimana cara mengekspresikan ide/imajinasi kita melalui media sosial dengan tidak menyinggung SARA?
  22. Seni lukis memiliki banyak jenis salah satunya lukisan mosaik dan lukisan enamel. Apa itu mosaik dan enamel?
    Dalam pembuatan karya seni rupa, bagaimana cara kita menentukan teknik yang sesuai dengan objek seni rupa yang akan kita buat?
  23. Apa maksud dari irama dalam gambar ekspresi?
  24. Mengapa lukisan yang dipajang disebuah lukisan pameran ataupun museum dapat menambah nilai sebuah lukisan tersebut dibandingkan hanya dipajang dijalanan?
  25. “Keutuhan wujud seni lukis, terdiri dari ide dan organisasi elemen-elemen visual”. Apa sajakah yang termasuk elemen- elemen visual itu?
  26. Seni lukis juga perlu pertimbangan tentang unsur estetik. Apa yang dimaksud dengan unsur estetik dalam melukis?
  27. Seperti yang kita ketahui batik adalah salah satu contoh seni rupa 2D, apa teknik/ alat yang bisa di gunakan untuk membuat batik dan juga apakah semua jenis kain bisa kita gunakan sebagai media pembuatan batik?
  28. Dalam seni lukis, apakah pergerakan tangan saat melukis manual akan berpengaruh pada pengungkapan perasaan si seniman ?
  29. Pencampuran warna (mixing) dapat diterapkan dalam seni lukis. Pada saat kapan pencampuran warna dilakukan, dan berapa rasio perbandingan antar warna agar menghasilkan warna yang bagus dan menarik?
  30. Apakah imajinasi saja sudah cukup untuk menciptakan suatu karya seni rupa dua dimensi yang mencakup teknik bahan yang tepat?
  31. Apa yang membuat sebuah lukisan menjadi sangat bernilai? Apakah lukisan digital painting sama nilainya dengan lukisan manual? Digital painting memiliki banyak fitur (sentuhan teknologi) untuk menghasilkan karya seni yang lebih berkualitas dibanding lukisan manual. Sejauh yang saya tahu, lukisan manual lebih disorot dan harganya mahal. Mengapa demikian?
  32. Apakah teknik aquarel masih relevan dengan kehidupan sekarang?
  33. Di internet seorang pelukis yang menggunakan bahan cat pilox. Apakah ada teknik-teknik tertentu yang digunakan pelukis dalam membuat lukisan dengan bahan cat pilox?
    Bagaimana cara pelukis menggunakan gradasi gelap terang dalam teknik pointilis dan apa saja ciri khusus tekniik pointilis dengan teknis melukis lainnya?
  34. Seperti yang kita ketahui perkembangan zaman sudah sangat maju dimana telah banyak revolusi baru terkait berbagai bidang kehidupan kita, dimana salah satunya ialah Seni. Namun dari hal ini tentu kita sadar banyak profesi terancam hilang dan terasingkan terkait perkembangan yang begitu cepat. Jadi bagaimana cara para seniman untuk mampu berdiri dan bertahan dalam persaingan intens di pasar nasional dan internasional dalam promosi dan penjualan karya seni mereka, dimana kita ketahui sekarang untuk membuat suatu karya seni yang menakjubkan, tidak lagi diperlukan kerajinan tangan yang menguras Pikiran, Waktu dan Tenaga kita. Karena sudah banyak teknologi teknologi mutakhir muncul untuk dapat bekerja dan membuat grafis maupun karya seni yang lebih menakjubkan dimana hal itu juga dapat dilakukan oleh khalayak banyak sehingga tidak harus terfokus pada satu orang yang benar benar harus memiliki jiwa dan karakteristik seperti seorang seniman. Dan bagaimana sebenarnya orang-orang menilai dan memandang nilai dan karakteristik sebuah seni dimana kita tahu orang orang memiliki berbagai sudut pandangnya sendiri terkait hal itu, sehingga keberhargaan sebuah karya seni dipertanyakan?
  35. Apa dasar pelukis menentukan harga lukisannya terutama lukisan abstrak dan bagaimana harga itu dapat diterima oleh pelukis lainnya/pembeli?
  36. Apakah gambar ekspresi sama dengan gambar suasana/gambar naratif? Skill apa yang harus dikuasai untuk menggambar suasana?
  37. Gambar ekspresi adalah gambar yang dibuat secara bebas oleh si penggambar, tetapi kenapa ada beberapa pribadi melakukan kritikan atas karya si penggambar? Bukankah itu terserah kepada si penggambar hendak menggambar ekspresi apa saja?
  38. Kenapa seni yang dibuat secara manual lebih dihargai dibanding seni yang dibuat secara digital? Padahal sebenarnya kalau di lihat dari sisi kesulitan bisa dibilang relatif sama, tergantung pada situasi.
  39. Apakah penggunaan alat-alat lukis seperti minyak, kuas, kanvas dan alat melukis lainnya masih perlu dipakai pada zaman sekarang, karena pada zaman sekarang kita tahu bahwa kita dapat menggunakan aplikasi di gadget kita untuk melukis?
  40. Seorang pelukis melukiskan emosinya diatas kanvas dan ternyata hasilnya hanya sebatas gambar yang abstrak, bagaimana seorang awam bisa mengetahui kalau karyanya tersebut merupakan seni yang indah dan apakah ada unsur tertentu yang dapat dijelaskan kepada seorang awam tersebut agar dia mengetahui bahwa karya si pelukis tadi mengandung makna?
  41. Siapa seniman yang pertama kali mengembangkan karya seni rupa sehingga dapat berkembang sampai sekarang
  42. Dalam dunia seni, dikatakan bahwa seni itu relatif. Tidak ada yang bisa dikategorikan bagus atau kurang bagus. Masing masing memiliki rasa nya tersendiri. Bagaimana kita menyikapi hal itu? Karena terkadang di beberapa kasus sering terjadi kontroversi antar sesama dalam menilai seni, padahal masing masing karya sudah memiliki nilai seni tersendiri.
  43. Dalam membuat suatu karya seni lukis, tentu dibutuhkan suatu konsep untuk menjelaskan bahwa karya tersebut mengandung gagasan, pikiran, ataupun ekspresi seseorang. Namun kadang lukisan yang dihasilkan mengandung makna yang tersembunyi, misalkan lukisan tersebut berupa lukisan abstrak yang hanya berupa garis dan warna yang tidak beraturan. Bagaimana cara seorang pelukis untuk dapat mengekspresikan lukisannya dalam maksud yang tersembunyi namun tetap memiliki nilai seni yang tinggi?
  44. Dalam menggembangkan karya seni,ada metode intuitif dimana seseorang membuat karya seni tanpa perencanaan yang matang dan hanya mengutamakan eksperimen, juga trial dan error (proses belajar dengan coba coba). Namun pastinya eksperimen yang dicoba seniman tentunya memiliki arah dan maksud. Hal apa yang menjadi dasar seniman bisa melukis tanpa perencanaan yang matang namun memiliki nilai dan makna yang tinggi?
  45. Bagaimana cara seseorang membuat ukuran perbandingan yang pas sehingga ia dapat menggambarnya sesuai dengan objek yang dilukisnya ( terlihat realistis)?
  46. Dalam melukis banyak sekali teknik yang digunakan dalam pembuatannya. Sehingga, apakah untuk melukis kita harus mempelajari tiap teknik tersebut sebagai dasar melukis atau kita dapat melukiskan sesuatu tanpa sebelumnya mempelajari teknik tersebut dan melukis menggunakan imajinasi kita?
  47. Di Indonesia seni lukis jenis mana yang digunakan dan mengapa seni lukis itu menjadi sering digunakan oleh para pelukis?
  48. Pada bagian teknik seni rupa dua dimensi terdapat teknik plakat,dimana teknik tersebut digunakan untuk menentukan gelap dan terang dengan cara menutup. Bagian apakah yang ditutup pada seni rupa dua dimensi dan menggunakan bahan/alat apa seni rupa dua dimensi tersebut ditutup agar dapat menentukan gelap dan terang?
  49. Bagaimana kira-kira pertama kali manusia menggunakan imajinasinya dan diterapkan pada benda apa?
  50. Dalam seni rupa dua dimensi, hal – hal apa sajakah yang perlu kita perhatikan untuk pemenuhan asas menggambar ekspresi dan corak menggambar ekspresi?
  51. Apakah kita bisa menerapkan konsep lukisan 2 dimensi untuk dikembangkan menjadi konsep 3 dimensi. Kalau bisa apa saja yang sangat diperlukan untuk itu?
  52. Mengapa lukisan yang diciptakan oleh hewan memiliki nilai jual yang tinggi dan apa nilai seni yang terdapat di dalamnya?
  53. Apa proses-proses dalam pembuatan karya seni grafis? Dan apa kendala utama dalam proses seni grafis?
  54. Mengapa di pasaran internasional lukisan antik ataupun barang barang klasik terjual mahal sekali di pasaran padahal sekarang di aplikasi seperti Lightroom ataupun sejenisnya untuk mengedit foto sudah banyak.
  55. Dapatkah dalam seni lukis digunakan teknik pointilis dan apa itu teknik menggambar dengan rapido?
  56. Sebuah lukisan merupakan hasil imajinasi seseorang. Imajinasi tersebut kadang bahkan susah untuk dipahami maknanya. Bagaimana cara kita bisa memahami makna imajinasi dari lukisan tersebut? Aspek apa saja yang harus kita kuasai agar kita bisa memahaminya?
  57. Hal apa yang membuat seni(lukisan) masih tetap diminati dan dihargai dengan sangat mahal hingga sekarang sedangkan jaman sekarang potret hasil kamera lebih banyak beredar,lebih simpel,dan kelihatan sangat nyata?
  58. Bagaimana cara kita menentukan atau bahkan menilai suatu karya seni rupa dua dimensi yang kita jumpai adalah suatu karya seni rupa dua dimensi yang baik, apa saja faktor atau hal mendasar yang kita gunakan untuk menentukannya?
  59. Seni lukis adalah wujud ekspresi yang dituangkan menggunakan garis warna serta tekstur.Lalu mengapa pada saat pameran lukisan, ada lukisan yang tidak jelas, seperti coretan dan gambar yang sulit dipahami tetapi terjual dengan harga yang sangat tinggi?
  60. Seni lukis dikatakan sebagai suatu wujud ungkapan pengalaman estetik seseorang yang dituangkan ke dalam bidang dua dimensi rupa, yaitu garis warna dan tekstur. Yang dimaksud dengan pengalaman estetik adalah …?
  61. Saat membuat suatu karya seni rupa tentunya dibutuhkan imajinasi dari dalam diri kita sendiri. Bagaimana cara untuk mengembangkan imajinasi? Dan bagaimana cara mengatasi masalah bagi orang orang yang kesusahan untuk membuat suatu karya dengan imajinasinya sendiri?
    Bagaimana seorang pelukis dapat menuang imajinasi dan perasaannya ke dalam lukisan nya tersebut?
  62. Seni lukis terbagi 2, klasik dan modern. Bagaimana kita dapat memahami dan membedakan kedua hal tersebut dan berikan contohnya.
  63. Hal apa yang diperhatikan dalam lukisan sehingga harganya bisa mahal jika dijual? Padahal jika dilihat terkesan biasa saja.
  64. Apa yang menjadi daya tarik dalam seni lukis dan mengapa sebuah lukisan bisa menjadi sangat mahal padahal itu hanya sebuah imajinasi saja yang bisa dilakukan oleh semua orang?
  65. Bagaimana cara mengolah emosi menjadi sebuah imajinasi sehingga membentuk gaya aliran emosi?
  66. Apakah media melukis memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perkemban pelukis pemula?
  67. Bagaimana seorang pengrajin menerapkan jenis, simbol, dan nilai estetis dalam konsep seni rupa?
  68. Bagaimana seorang pengrajin atau wirausahawan mampu memasarkan kerajinannya agar sesuai dengan kebutuhan dan keinginan lingkungan sekitar pasar lokal dengan sistem konsinyasi?
  69. Teknik yang digunakan untuk menempel kerajinan hiasan dinding salah satunya adalah teknik kolase yaitu menggabungkan berbagai barang bekas untuk menjadi sebuah bentuk kerajinan. Lalu apa aturan menggunakan teknik kolase agar kerajinan itu bisa memiliki nilai estetik walaupun terbuat dari barang bekas?
  70. Mengapa sulit bagi kaum awam untuk dapat mengerti makna di balik lukisan seniman, bahkan terkadang sulit menemukan sisi estetika dari lukisan (pada umumnya lukisan abstrak) para seniman terkenal?
  71. Dalam seni lukis diperlukan keterampilan khusus untuk merepresentasikan kehidupan nyata. Apakah lukisan selalu merepresentasikan kehidupan nyata? Bukankah kebanyakan lukisan mengekspresikan imajinasi pelukis?
  72. Kreativitas tentu saja menjadi unsur penting agar seorang seniman mampu menggunakan teori keterampilan dan menjawab persoalan dalam bidangnya masing-masing. Apa yang dimaksud dengan “teori keterampilan”?
  73. Kerajinan seperti apa yang memiliki peluang usaha menunjang dalam penjualan produk-produk di pasar lokal?
  74. Mengapa menggambarkan ekspresi harus memperhatikan asas? Apakah tidak bisa langsung sesuai imajinasi saja?
    Bagaimana cara menganalisis pesan yang terkandung dalam suatu karya seni yang bahkan terkadang seperti tidak memiliki makna sehingga sulit memaknai karya tersebut?
  75. Antara cat minyak dan cat air, yang manakah yang lebih baik digunakan pada saat melukis? Adakah kelebihannya saat menggunakan cat itu?
  76. Mengapa lukisan absurd dari seorang seniman bisa dianggap sebagai suatu mahakarya?
  77. Pada cetak datar (Lithography), salah satu cara pembuatannya dilakukan dengan teknik monoprint/cetak tunggal. Apa sebenarnya spesifik perbedaan cetak tunggal dengan teknik cetak lainnya?
  78. Jika suatu karya seperti seni rupa 2D semuanya memiliki ciri khas tersendiri sesuai bidang (alirannya) dengan perspektif, selera, dan sebagainya, bagaimana cara para kritikus profesional mengapresiasi suatu karya seni? Apakah mereka wajib menguasai setiap aliran yang berkaitan atau mereka hanya mengapresiasi secara subjektif sesuai selera, gaya, dan per bidang yang mereka kuasai saja terhadap suatu karya seni?
  79. Bagaimana cara mengetahui media atau bahan apa yang baik untuk mengekspresikan karya kita, apa itu hanya sesuka hati kita? Atau ada syarat syarat yang perlu diketahui untuk mengekspresikan karya kita?
  80. Kerajinan lokal terbagi menjadi 2 yaitu kerajinan adiluhung dan kerajinan fungsional maka pada masa modern ini kerajinan mana yang lebih sering dibuat dan diantara keduanya yang mana memiliki nilai jual paling tinggi?
  81. Mengapa dari seluruh teknik2 seni yang tertera di buku paket, jarang sekali diketahui atau bahkan ditemukan di seluruh daerah Indonesia. Dan kalaupun ada hanya sedikit saja. Apa yang membuatnya menjadi sangat tidak menarik di Indonesia sedangkan di Eropa seni sangat dijunjung tinggi?
  82. Dalam seni rupa terdapat banyak gaya dan aliran. Apakah ada pengaruh zaman terhadap gaya/aliran yang biasa dipakai oleh para pelukis? Kalau ada apa gaya/aliran yang sering dipakai pada zaman modern ini?
  83. Bagaimana cara mengorganisasikan unsur-unsur visual pada bidang datar dua dimensi?
  84. Gambar karikatur terbagi dari 3 jenis, yaitu karikatur, kartun dan animasi. Karikatur dan jenis kartun editorial memiliki ciri-ciri yang sama dimana bersifat menyindir. Apa ciri khusus pada karikatur yang berlebihan, tidak wajar, tidak dapat kita temukan di kartun editorial yang tujuannya sama-sama menyindir dan menghibur? Dibagian mana kita bisa menyimpulkan karikatur itu berbeda dengan kartu editorial?
  85. Pada gaya ketetapan objektif muncul gagasan bahwa seni adalah imitasi gejala visual, imitasi merupakan peniruan, bagaimana jika imitasi tersebut menyinggung seseorang dengan seni rupa yang dihasilkan?
  86. Karena perkembangan teknologi, peminat lukisan digital lebih ramai daripada lukisan tradisional. Bagaimana cara pelukis tradisional menyaingi nilai jual lukisan digital? Dan bagaimana cara pelukis tradisional melestarikan teknik melukis mereka?
  87. Apakah bisa terjadi penggabungan dua gaya dalam karya lukis? Jelaskan!
  88. Bagaimana cara kita sebagai penikmat suatu lukisan agar dapat dengan mudah memaknai suatu hasil karya seni?
  89. Seni gambar lebih menonjolkankan garis sedangkan seni lukis lebih menonjolkan warna. Apakah dari keterangan tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa seni lukis lebih estetik dari seni gambar?
  90. Mengapa lukisan kuno umumnya lebih mahal nilai jualnya dibandingkan lukisan modern? Apa saja perbedaan teknik atau cara pembuatannya sehingga membuat nilai jualnya dan kestetikaannya berbeda?
  91. Kapankah manusia pertama kali menggunakan imajinasinya dan di mana diterapkan dan bagaimana penerapannya?
  92. Mengapa lukisan yang beraliran abstraksionisme banyak peminatnya padahal makna yang ditampilkan tidak jelas (hampir semua)?
  93. Pada saat kita melihat suatu lukisan, bagaimana kita bisa mengetahui gaya dan aliran apa yang terdapat dalam lukisan tersebut?
  94. Bagaimana cara seniman meletakkan pola imajinasinya ke dalam bentuk gaya ketepatan objektif, dalam aliran impresionisme dan pointilisme?
  95. Pada proses penilaian seni lukis apakah terdapat kriteria pemilihan gaya (tiap gaya memiliki tingkat nilai yang berbeda) atau penilaian diambil dari kecocokan lukisan kita dengan gaya yang kita pilih?
  96. Seni lukis itu berupa lukisan yang mengandung sebuah ekspresi perasaan si pelukis tersebut, lalu bagaimana jika karya pelukis itu ada yang menirukan atau memalsukan apakah itu disebut juga karya seni lukis? Dan bagaimana cara untuk dapat membedakan lukisan itu asli atau palsu?
  97. Bagaimana dan hal apa yang ditonjolkan asas irama dalam menggambar ekspresi, padahal yang kita ketahui bahwa irama berkaitan dengan seni musik. Jelaskan!
  98. Seperti yang kita ketahui bahwa corak ekspresi bagian karikatur bersifat menyindir dan melebih – lebihkan dengan tujuan memberikan kritik atau perlawanan sosial. Jadi misalnya ada seorang pelukis yang melukis sebuah objek yang menyindir pihak tertentu dengan latar belakang si pelukis tidak menyukai tindakan yang dilakukan pihak tadi. Jadi bisakah pihak tadi menuntut si pelukis atas dasar pencemaran nama baik?Apakah tindakan si pelukis ini salah bila karya yang dijadikan objek tadi misalnya pihak pemerintah yang dituduh melakukan korupsi? Dan apakah ada larangan khusus yang diberikan disuatu negara pada seniman untuk batas kritikan atau sindiran yang dituangkan dalam wujud seni oleh setiap seniman
  99. Bagaimana cara seniman dapat mengasah kemampuannya dalam mengolah daya khayalnya sehingga mampu menghasilkan sesuatu yang baru, belum pernah dilihat atau dibayangkan sebelumnya ? Dan apa yang bisa kita lakukan sebagai pengamat agar kita bisa mengerti dan mampu mendalami karya-karya seniman tersebut ?
  100. Apakah dengan memajang hasil lukisan disebuah pameran dapat menambah nilai jual lukisan tersebut?
  101. Apa pengaruh latar belakang pembuatan karya dalam menentukan apakah seni itu termasuk seni lukis atau seni gambar?
  102. Dengan adanya segmentasi pelanggan, jelaskan bagaimana cara yang dapat kita lakukan untuk memilih atau mencapai target pasar yang tepat sehingga penjualan lebih efektif?
  103. Gambar ekspresi adalah gambar yang dibuat secara bebas berdasarkan imajinasi dan penafsiran penggambarnya. Sedangkan dalam menggambar ekspresi memiliki asas-asasnya. Tidakkah asas-asas tersebut menghambat kebebasan dalam menggambar ekspresi itu sendiri?
  104. Apakah lukisan 3 dimensi termasuk ke dalam seni rupa 2 dimensi atau termasuk ke seni rupa 3 dimensi? Alasannya ?
  105. Apa yang mendorong para seniman untuk menerapkan gaya aliran fantasi dalam karya seninya, dan bagaimana cara seniman tersebut meletakkan titik imajinasinya kedalam karya seni aliran gaya fantasi, serta mengapa karya seni aliran gaya fantasi begitu populer di kalangan penikmat seni?
  106. Dalam menunjang keberhasilan penjualan produk di pasar lokal, bentuk kerajinan seperti apa yang memiliki peluang usaha yang menjanjikan?
  107. Seni lukis merupakan suatu wujud ungkapan pengalaman estetik seseorang, apa itu pengalaman estetik dan apa perbedaannya dengan imajinasi?
  108. Pada era teknologi saat ini, apakah seorang desain grafis diwajibkan menguasai semua teknik dalam seni rupa?
  109. Mengapa dalam penggunaan teknologi mesin akan mempengaruhi rasa yang akan diperoleh konsumen dan bagaimana perbedaan hasil suatu produk jika dibandingkan dengan keterampilan tangan?
  110. Apakah dalam kenyataan yang ada di lapangan langsung, para pembuat kerajinan memperhatikan aspek aspek seperti menghitung BEP (break event point) , jika tidak mengapa mereka tidak melakukan hal tersebut?
  111. Pada seni lukis diperlukan keterampilan khusus untuk menggambarkan sesuatu sebagai bentuk representasi kehidupan nyata. Keterampilan khusus apa yang diperlukan itu?
  112. Kriteria apa yang menjadikan hasil karya lukisan layak dipasarkan? Dan hal-hal apa yang harus kita perhatikan sebelum membeli sebuah lukisan?
  113. Bagaimana cara kita mengalirkan emosi kita ke dalam lukisan? Apakah dalam hal ini diperlukan pengendalian emosi diri?
  114. Bagaimana jika dalam proses menggambar ekspresi kita tidak menggunakan proporsi. Adakah pengaruhnya terhadap gambar tersebut? Jika ada apa pengaruhnya?
  115. Ada beberapa orang yang bisa dalam menggambar bentuk namun sulit berimajinasi untuk menggambar ekspresi atau bisa dibilang imajinasinya terbatas. Apa faktor-faktor yang dapat menghambat seseorang untuk berimajinasi atau imajinasinya tidak muncul dalam menggambar ekspresi padahal orang tersebut sangat cakap dalam menggambar bentuk dan bagaimana cara mengatasinya?
  116. Apakah mungkin seni lukis yang dinikmati secara visual dapat juga dinikmati oleh orang turnanetra?
  117. Saat kita bosan sering kita mencoret-coret abstrak pada kertas. Apakah itu dapat disebut suatu karya atau tidak? Jika tidak, kenapa ada seniman yang membuat gambar atau lukisan yang abstrak dan itu disebut suatu karya bahkan memiliki nilai ekonomis?
  118. Banyak lukisan ataupun karya seni di dunia yang dijual dengan harga mahal. Sebenarnya hal apa saja yang membuat suatu karya seni seperti lukisan memiliki nilai spesial sehingga dapat menjadi sangat mahal?
  119. Dari segi dimensinya seni rupa dua dimensi dibagi menjadi mencakup seni lukis dan seni gambar. Apa perbedaan seni lukis dan seni gambar dari segi media dan proses pembuatannya? Dan pada saat ini mana yang lebih diminati? Mengapa?
  120. Bagaimana proses mengorganisir unsur-unsur gambar sehingga terlihat indah dan harmonis pada suatu karya dan bagaimana cara menciptakan animasi tiga dimensi menggunakan lilin?
  121. Karya seni identik dengan hal yang mahal, karena proses pembuatannya membutuhkan waktu yang lama, dan kadang berbiaya mahal, bagaimana cara kita membuat sebuah karya seni yang berdaya jual tinggi, tapi memanfaatkan barang yang ada disekitar kita? Jelaskan dan berikan contohnya.
  122. Dalam seni rupa imajinasi cukup diperlukan dalam daya pikir untuk mengembangkan sesuatu. Jadi apakah setiap karya seni rupa itu bisa dalam bentuk nyata atau tidak?
  123. Apakah dalam melukis dengan mengungkapkan pengalaman ideologis memiliki aturan khusus agar tidak terjadi kesalahpahaman ketika kita melukis dengan pengalaman tersebut karena seperti yang kita ketahui bahwa ideologi identik dengan paham seseorang atau negara tertentu. Jikalau ada, bisa disebutkan apa saja aturannya?
  124. Jika ada seorang pelukis membuat karyanya dari imajinasi orang lain, sedangkan suatu karya itu ada dari imajinasi seseorang. Apakah itu masih dikatakan sebagai karya dari pelukis tersebut?
  125. Dalam berkarya pasti tidak asing dengan media-media yang digunakan. Apa sejarah penggunaan media-media tersebut, dari yang tertua hingga masa kini (modern)?
  126. Ketika kita membuat suatu karya seni rupa tentunya dibutuhkan kreativitas.. Bagaimana cara mengatasi masalah bagi orang orang yang sulit untuk membuat suatu karya dengan kreativitasnya sendiri?
  127. Bagaimana motivasi ekonomi dapat mendorong kreativitas untuk membuat sebuah karya seni?
  128. Hal apa yang menjadi ukuran baku untuk mencapai harmoni, keseimbangan, dan keindahan suatu karya berdasarkan gaya bentuk formal?
  129. Kita tahu bahwa dalam berkarya seni rupa dibutuhkan imajinasi yang tinggi. Namun banyak lukisan yang maknanya susah untuk dipahami seperti lukisan Monalisa. Bagaimana cara kita memahami makna setiap lukisan yang kita tahu imajinasinya terkadang ambigu?
  130. Seni lukis dan seni gambar itu berbeda. Seni gambar lebih menonjolkan unsur garis dan seni lukis menonjolkan unsur warna. Jadi bagaimana jika seni gambar itu dipadukan dengan warna dan seni lukis itu lebih menggunakan warna monokrom? Bagaimana kita dapat membedakan itu seni gambar ataupun seni lukis? Dan terkadang orang-orang pasti sangat sulit membedakan kedua seni tersebut. Apa unsur penting yang kita lihat untuk dapat membedakannya?
  131. Dalam pembuatan suatu karya seni rupa, pastilah dibutuhkan suatu teknik istimewa yang pastinya tidak semua orang bisa mempunyainya. Orang yang memiliki teknik istimewa untuk membuat suatu seni rupa tersebut dinamakan seniman. Namun ada beberapa orang yang hanya mampu membahasakan makna dari suatu seni rupa saja berdasarkan pengetahuan seni yang ia punya. Apakah ia dapat dikatakan sebagai seorang seniman? Karena biasanya dia lah orang yang menentukan layak atau tidaknya suatu karya tersebut untuk dipamerkan dan dipasarkan. Dan adakah kriteria yang dapat menyatakan seseorang itu seniman atau tidak?
  132. Jika pelukis menggambar dengan imajinasinya sendiri namun dengan objek yang memang logis, namun penikmat tidak dapat merasakan makna lukisan tersebut (atau apa yang sebenarnya suasana yang terjadi di lukisan tersebut), jadi apakah fungsi seni rupa hanya sekedar dinikmati dari segi visual (estetika)-nya saja dan alat pemuas bagi individu itu sendiri?
  133. Dalam gambar ekspresi dikatakan bahwa terdapat sedikit hambatan, yaitu tidak diberi kebebasan sepenuhnya untuk mengungkapkan perasaannya, lalu mengapa dikatakan gambar ekspresi jika kita tidak bisa mengungkapkan perasaan kita secara penuh?
  134. Dalam mengekspresikan gagasan pikiran dan perasaan pada sebuah lukisan, bagaimana cara pelukis mengorganisasikan unsur-unsur visual pada bidang datar dua dimensi?
  135. Apabila kita menjelek-jelekkan misalnya wajah para petinggi negara kita sesuai kaidah karikatur, apakah kita tidak dijerat hukum?
  136. Apa dasar para pelukis menentukan harga lukisannya, terutama lukisan abstrak dan bagaimana harga itu dapat diterima oleh pelukis lainnya/pembeli?
  137. Mengapa sebelum menggambar, kita harus membuat sketsa terlebih dahulu?
  138. Seni lukis merupakan wujud ekspresi yang harus dipandang secara utuh. Mengapa seni lukis harus dipandang secara utuh?? Bagaimana kalau lukisan itu tidak dipandang secara utuh??
  139. Jika kita ingin menggambar gambar ekspresi tetapi ada salah satu asas yang tidak terpenuhi apakah gambar kita masih bisa disebut sebagai gambar ekspresi?
  140. Keterampilan khusus seperti apa yang kita butuhkan untuk menggambarkan sesuatu sebagai bentuk representasi kehidupan nyata? Juga, apakah kita harus mempelajarinya atau bahkan itu sebuah bakat?
  141. Darimana asal dan pengertiaan asli dari kata lithography serta apa media yang digunakan dalam cetak datar dan prosesnya?
  142. Kenapa seni lukis yang terkenal di masyarakat adalah easel painting? Apakah memiliki kelebihan?
  143. Jenis seni rupa ada 3 yakni gambar ekspresi, seni lukis, dan seni grafis. Diantara ketiga jenis seni rupa tersebut, jenis yang manakah yang paling rumit dan membutuhkan gaya serta media yang maksimal?
  144. Banyak pelukis yang terkenal karena lukisannya yang memukau. Banyak juga pelukis yang melukis lukisan yang mengagumkan tersebut adalah orang yang dianggap gila saat itu. Salah satunya adalah pelukis yang melukis lukisan The starry night, yaitu Van Gogh. Sangking terkenalnya, Don Mclean membuat lagunya. Mengapa lukisan yang dianggap “memukau” bisa terkenal secara mendunia selain karena kecantikan dari lukisan tersebut? Padahal itu adalah sebuah lukisan, gambar.
  145. Seni itu kan bisa dibilang ekspresi yang memiliki nilai estetis (keindahan). Model yang berada di in Frame sebuah film itu kan seni, dikarenakan dia berpose, kalau kehidupan kita sehari-hari, gaya tidur, gaya makan, gaya-gayaan itu bisakah disebut dengan seni?
  146. Apa yang akan kita lihat apabila kita makhluk 2 dimensi? Apakah kita akan melihat orang lain sebagai makhluk 2 dimensi juga, atau hanya garis?
  147. Bagaimana cara seorang pengrajin dapat merancang media promosi hasil karyanya berdasarkan kebutuhan pasar lokal?
  148. Karya seni ada beragam dan memiliki ciri khas yang berbeda-beda, begitu pula penilain orang menikmati karya tersebut pasti berbeda-beda (subjektif). Pertanyaan saya, apakah suatu karya seni dapat dinilai kelayakan atau keindahannya dengan objektif saja?
  149. Dalam lukisan dinding (mural) gaya dan aliran apa yang dominan digunakan oleh pelukis?
  150. Bagaimana agar kita membuat suatu karya seni rupa dua dimensi yang kita buat dapat menonjolkan gaya emosi yang selaras dengan apa yang kita pikirkan sebelum memulai melukis, yang mana pasti didalam lukisan kita menuangkan gagasan,pikiran bahkan perasaan kita. Apakah ada trik atau cara yang dapat memudahkan dalam melukis yang terkesan ekspresif?
  151. Bagaimana cara kita agar selalu mendapat inpirasi bagus dalam membuat karya seni rupa agar karya yang kita buat itu terlihat indah dimata kita dan dimata orang lain yang melihatnya dan bagaimana caranya agar orang lain dapat merasakan perasaan kita melalui karya yang kita buat?
  152. Keutuhan wujud seni lukis terdiri dari elemen-elemen visual. Apa pengaruh dari elemen-elemen visual terhadap wujud dari seni lukis tersebut?
  153. Pada asas menggambar ekspresi, salah satunya irama. Dengan irama ini kita dapat menetapkan unsur dominan yang menjadi penarik perhatian. Jadi, bagaimana contoh penyusunan unsur-unsur dalam irama ini dan bagaimana cara kita menentukan unsur dominan tersebut sehingga karya kita menjadi tidak monoton/ membosankan?
  154. Gambar ekspresi dapat berupa lukisan abstrak yang merupakan hasil dari melukis bukan menggambar. Lukisan abstrak itu memiliki makna yang tak tentu dimana makna sebenarnya hanya dapat diberitahu oleh pelukisnya sendiri. Jadi, bagaimana lukisan abstrak dapat dikatakan karya seni yang baik saat dimana komposisi terlalu bebas dan tidak memberi kepastian makna bagi penikmatnya?

Sakura yang Rontok 5 Centimeter tiap Detik

Byōsoku 5 Centimeter (Byōsoku Go Senchimētoru, 5 Centimeters Per Second, 5cm/s, atau “Lima Sentimeter per Detik”) merupakan sebuah film anime Jepang tahun 2007 oleh Makoto Shinkai. Dirilis oleh studio CoMix Wave Films, anime dari genre Slice of Life ini tamat ditayangkan pada tanggal 22 Januari 2007. Byosoku adalah sekuel ketiga. Selengkapnya Ōkashō (桜花抄), Cosmonaut (コスモナウト), dan Byōsoku 5 Senchimētoru (秒速5センチメートル) dengan total waktu tayang keseluruhannya adalah satu jam. Sebagaimana film-filmnya yang sebelumnya, soundtrack film ini digubah oleh Tenmon.

DVD Byōsoku 5 Centimeter dikeluarkan pada tanggal 19 Juli 2007. Novel 5 Centimeters Per Second yang merupakan pengembangan cerita dari versi filmnya juga dibuat Versi manganya yang berbetuk serial diterbitkan oleh Afternoon mulai bulan Juli 2010, diilustrasikan oleh Seike Yukiko.

Film ini bercerita tentang kisah kehidupan Takaki Tōno dan Akari Shinohara dari masa kecil hingga dewasa. Takaki Tōno dengan segera bersahabat dengan Akari Shinohara saat mereka berdua baru saja pindah pada Sekolah Dasar yang sama. Setelah tamat mereka sempat berpisah namun Takaki pindah kesekolah Akari. Mereka semakin dekat dan berencana mengungkapkan perasaan mereka. Tetapi tidak pernah kesampaian, hingga akhirnya mereka terpisah dan menjalani kehidupan masing-masing.

Makoto Shinkai telah mengatakan bahwa, tidak seperti film-filmnya sebelum ini, Byōsoku 5 Centimeter tidak mempunyai elemen fiksi ilmiah maupun fantasi seperti karya sebelumnya yaitu Hoshi no Koe (Voice of the Distance Star atau “Suara Bintang nan Jauh”) dan Kumo no Mukō, Yakusoku no Basho (Beyond the clouds, the promised place, The Place Promised in Our Early Days atau “Menembus Awan, Tempat yang Dijanjikan”) di dalam penceritaannya. Sebaliknya, film ini mencoba untuk mengisahkan dunia sebenarnya dari perspektif yang berbeda. Film Makoto ini memberi sebuah pandangan yang lebih realistik akan halangan yang dihadapi manusia, waktu, ruang, dan cinta. Film ini diterjemahkan sebagai “5 Sentimeter per Detik”, berdasarkan kecepatan kelopak bunga sakura yang rontok, dimana kelopak bunga merupakan representasi metaforikal manusia, mengenai kehidupan dan bagaimana manusia yang memulai kehidupan bersama akan berangsur-angsur berpisah dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri.

Tiap-tiap bagian memberikan sketsa kecil yang menyenangkan, tetapi secara menyeluruh mereka menggambarkan gambaran lebih besar mengenai perkembangan hidup dan cinta. Ending-nya, yang berbeda dari kebanyakan karya Shinkai sebelumnya, menjadi kontroversial dan membuat beberapa penggemar menjadi tidak puas, karena terbuka untuk berbagai interpretasi. Sebagian merasa bahwa film tersebut berakhir tanpa memberikan penyelesaian apapun. Sebenarnya, jika mereka melihat kembali beberapa perkataan Takaki di Episode 2, saat bagian tersebut berakhir, dan bagaimana segalanya bergabung menjadi satu, akan menjadi jelas bahwa penyelesaian masalah bukanlah inti dari cerita. Bila Hoshi no Koe berusaha untuk mengelola hubungan sementara The Place Kumo no Mukō, Yakusoku no Basho meneguhkan kembali suatu hubungan, Byōsoku 5 Centimeter menceritakan bagaimana bergerak dari koneksi masa lalu, tentang menemukan jalan untuk menjadi bahagia di masa sekarang daripada hanya bersedih atas apa yang hilang selama ini. Dengan pengertian itu Byōsoku 5 Centimeter menjadi karya Shinkai yang paing dewasa dan komplikatif hingga sekarang.

Banyak juga penggemar Film Anime karya Makoto Shinkai yang tidak terima dengan Ending film Byōsoku 5 Centimeter karena pada akhirnya, Takaki dan Akari tidak bersama (menikah atau pacaran). Akari sudah memiliki tunangan yang bernama Taichi. Mereka sempat berpapasan di rel kereta api seperti masa kecil mereka. Namun, alih-alih menunggu kereta apinya lewat, Takaki lebih memilih untuk berpaling dan melangkah maju.

Sumber: Wikipedia, My Anime List, Fandom


Disempurnakan dari tulisan Joy Cristabel Sinaga, siswa XII IPA SMA Budi Mulia Pematangsiantar T.A. 2019-2020

 

Kejar Cintamu Meski Ia Tak Pernah Pergi.

Never Gone merupakan film China yang disutradarai oleh Zhou Tuoru, yang bercerita tentang percintaan. Dibintangi oleh aktor dan aktris terkenal Kris Wu (sebagai Cheng Zhen) dan Liu Yifei (sebagai Su Yun Jin) membuat penonton menaruh harapan besar terhadap film ini. Film ini pernah menduduki puncak peringkat Box Office negara itu, kemudian menghasilkan 70 juta yuan (S $ 14,1 juta) pada hari pertama. Ini meraup CN ¥ 336,6 juta di Tiongkok dan US $ 50,2 juta di seluruh dunia.

Kritik saya ini hanya akan memuat keterkaitan antara judul, genre, dan isi (ekspresivistik). Film ini diawali seorang wanita (Su Yun Jin) yang pindah ke sebuah sekolah terkenal di tengah kota. Ketika ia masuk ke sekolah itu Su Yun Jin kesulitan untuk mendapatkan nilai bagus. Kemudian ada seorang lelaki (Cheng Zhen) yang duduk tepat di belakangnya menawarkan diri untuk mengajarinya. Setelah selang waktu yang lama akhirnya Su Yun Jin bisa mendapatkan nilai yang bagus. Namun tanpa disadari Cheng Zhen menaruh hati padanya.

Pada waktu pesta perpisahan sekolah Cheng Zhen mengajak Su Yun Jin untuk berdansa, sewaktu mereka berdansa tiba-tiba lampu padam. Refleks, Cheng Zhen memeluk Su Yun Jin. Su Yun Jin pergi namun Cheng Zhen ikut mengejarnya. Ketika Cheng Zhen menghampiri Su Yun Jin, ia langsung menyatakan perasaannya kepada wanita itu. Namun Su Yun Jin hanya diam dan memberi Cheng Zhen sebuah ciuman.

Beberapa bulan kemudian Su Yun Jin telah kuliah di sebuah universitas yang berbeda dengan Cheng Zhen. Su Yun Jin bekerja di sebuah perpustakaan dan mulai menyukai seorang pria yang bekerja bersama dengannya kemudian berpacaran. Ia mengira bahwa hubungan mereka akan berjalan dengan baik namun kemudian si Cheng Zhen kembali menemukan Cheng Zhen kemudian mengajaknya untuk pergi bersama dengan pacarnya. Ketika pacar si wanita pergi untuk membeli minuman, Cheng Zhen kemudian memeluk Su Yunjin dan mencium bibirnya. Tanpa disadari ternyata pacarnya si Su Yunjin melihat kemudian akhirnya mereka putus.  Setelah itu Cheng Zhen terus berusaha walaupun beberapa kali mendapatkan penolakan dari Su Yunjin sampai akhirnya mereka berpacaran dan tinggal serumah. Namun setelah menjalani hubungan yang cukup lama suatu ketika si perempuan membuat sebuah masalah yang sangat fatal yang membuat Cheng Zhen akhirnya memutuskan untuk berpisah dan pergi meneruskan perusahaan ayahnya yang berlokasi di Amerika Serikat. Setelah itu mereka akhirnya berpisah dan menjalani aktivitas mereka sendiri. Namun setelah waktu lama akhirnya si wanita sadar dan menyusul si pria ke Amerika kemudian akhirnya mereka bersama.


Judul film ini adalah Never Gone dalam bahasa Inggris. Jika kita artikan dalam bahasa Indonesia artinya tak pernah pergi ataupun tak berpaling. Judul film ini menurut saya sangat berhubungan dengan cerita filmnya. Jika kita baca sinopsisnya atau menonton filmnya, si pria (Cheng Zhen) selalu berusaha mendapatkan si wanita ( Su Yunjin). Walaupun ada wanita lain yang menyukai Cheng Zhen tapi dia tidak membalas cinta mereka karena Cheng Zhen hanya berusaha mendapatkan Yunjin. Begitu juga dengan Yunjin walaupun ia juga pernah menjalin hubungan dengan pria lain namun ia tetap mencintai dan berjuang kembali untuk bersama Cheng Zhen. Barangkali inilah pesan moral yang bisa kita ambil dari film ini: Jika kau meyakini seserang adalah cintamu, kejarlah.

Film ini melulu diisi oleh romansa. Pertama, sewaktu pesta perpisahan mereka berdansa, berpelukan dan mereka berciuman di tangga. Juga di scene lainnya mereka berciuman di depan kuil dan juga ada adegan yang panas di sebuah kamar namun hanya menunjukan mereka hanya berciuman saja. Kedua, fokus pada percintaan film ini bukan hanya tentang Cheng Zhen dan Su Yunjin tetapi juga percintaan diantara teman Cheng Zhen dan Su Yunjin.

Adapun kekurangan film ini adalah adanya adegan potongan atau adegan yang dihapus di akhir film ini. Sehingga membuat saya mencari potongan filmnya di berbagai media. Namun walaupun begitu film ini merupakan film yang sangat menarik dan layak ditonton berulang-ulang.


(Disempurnakan dari tulisan Jonathan Hutabarat, siswa XII IPS-1 SMA Budi Mulia Pematangsiantar, T.A. 2019-2020)

Jangan Lupa Bahagia

Siapa yang sudah kenal dengan Kunto Aji atau yang kerap disapa dengan Maskun? Penyanyi asal Yogyakarta ini memulai karir nya sejak menjadi juara ke-4 dalam ajang bakat bernyanyi ‘Indonesian Idol’ musim kelima (2015) dan mulai dikenal masyarakat. Apalagi dia semakin terjun untuk berkarya dalam industri musik Indonesia. Dimulai dari album pertamanya yang berjudul ‘Generation Y’ dilanjutkan dengan album ‘Mantra – Mantra’. Dan dari ‘Mantra – Mantra’ inilah lagu Sulung diciptakan.

Menurut saya, ‘Mantra – Mantra’ berisikan sembilan lagu yang mengangkat mengenai masalah mental manusia. Kunto Aji alias Maskun pernah mengatakan bahwa masalah kesehatan mental bukan melulu tentang orang-orang yang depresi bahkan bunuh diri. Namun, kita juga harus menyadari bahwa sering kali dalam kehidupan sehari-hari, kita merasakan tekanan dari pekerjaan, pendidikan, bahkan percintaan. Maskun mengibaratkan lagu Sulung sebagai jembatan menuju lagu-lagu dalam ‘Mantra – Mantra’. Oleh karena itu, ‘Sulung’ ditempatkan sebagai pembuka. Adapun lagu terakhir sebagai penutup berjudul ‘Bungsu’ menjadi pilihan yang serasi. Sungguh kreatif ya!

Lagu Sulung sendiri dirilis pada tahun 2018. Lagu ini memiliki durasi yang cukup singkat yaitu hanya 1:53 menit dan merupakan lagu bergenre pop. Lagu Sulung ini hanya berisi 2 kalimat yang sama yang diulang-ulang sebanyak 6 kali dan ditutup dengan 1 kalimat berbeda yang menurutku adalah inti dari lagu ini.

Berikut ini video dan liriknya:

Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Yang sebaiknya kau jaga adalah
dirimu sendiri!

Sederhana, menusuk dan menjiwai! Itulah gaya yang dibawakan lagu ini. Menakjubkan untuk didengar ketika butuh dinasehati!
Secara pribadi, lagu Sulung memiliki makna yang cukup menarik dan mendalam bagiku, apalagi karena aku anak sulung (yang paling kuat hehe).

Pada umumnya, anak sulung dituntut menjadi panutan di dalam keluarga khususnya bagi adik-adiknya. Orang sering mengaitkan antara perilaku anak kedua (ketiga, dst.) terhadap si sulung. Dengan begini, masyarakat sering menuntut ini dan itu kepada anak sulung mereka. Aku sadari bahwa sebenarnya mereka menginginkan yang terbaiklah yang terjadi, apalagi si sulung sebagai bibit pembuka keluarga. Namun, di beberapa sisi, ada beberapa permintaan/tuntutan yang kurang sesuai dengan keinginan hati.

‘Sulung’ hadir seolah mendengarkan perasaan tersebut. Lagu ini mengatakan bahwa tidak selamanya kita harus mengikuti tuntunan yang ada di sekitar kita. Terkadang kita perlu memenuhi kebutuhan akan kebahagiaan kita sendiri. Kita juga perlu itu. Tentu itu bisa kita lakukan dengan cara yang sesuai tanpa menyakiti orang lain atau dengan kaidah yang benar.

Di sisi lain, lagu ini juga melatih otot-otot keikhlasan agar lebih kuat, karena pada dasarnya ikhlas itu sangat sulit, perlu dilatih secara rutin.

  • Untuk kalian yang belum ikhlas ditinggal mantan: sudah, relakanlah.
  • Untuk kalian yang di PHP-in seseorang: sudah, cukupkanlah.
  • Untuk kalian yang sedang menjalani LDR: sudah, cukupkanlah.
  • Untuk kalian yang sampai sekarang belum libur: sudah, jalani saja.
  • Untuk kalian yang tidak mempunyai kekasih di tahun baru ini: sudah, bersabarlah.
  • Untuk kalian yang sampai sekarang belum dibalas pesannya oleh perempuan atau lelaki yang kalian sukai: sudah, relakanlah.
  • Untuk kalian yang hubungan percintaan sedang di ujung tanduk: sudah, cukupkanlah.
  • Untuk kalian yang memiliki orang tua yang sering bertengkar: sudah, bersabarlah.
  • Untuk kalian yang pacarnya sudah tidak perhatian lagi: sudah, cukupkanlah.
  • Untuk kalian yang belum mendapatkan pekerjaan: sudah, berusahalah.
  • Untuk kalian yang sudah semester akhir: sudah, wisudalah, bapak dan ibu sudah tua.
  • Untuk kalian yang selalu revisi: sudah, lebih giatlah.
  • Untuk kalian yang mengulang mata kuliah di tahun depan: sudah,  ikhlaskanlah.

Sudah cukup untuk mengingatkannya. Pokoknya kalian wajib mendengar lagu ini. Dan untuk semua kesulitan, keresahan dan rasa sakit yang kalian alami hari ini: sudahlah, relakanlah. Sebab yang harus kau jaga adalah dirimu sendiri.

Dari segi susunan akor/musik, lagu ini cukup menenangkan (apalagi jiwa-jiwa yang sedang lelah 😅). Meskipun, mungkin akan ada muncul anggapan kebosanan dikarenakan bentuk yang berulang-ulang dan susunan akor yang sederhana. Alat musik yang digunakan adalah dominan gitar dan ada beberapa suara tuts piano yang meskipun cukup jarang, namun mendukung suasana lagu ini. Suara Aji juga yang terdengar sendu membuat rasa lagu ini sangat melekat. Apalagi dengan lirik yang diulang-ulang, persis seperti mantra agar tepat menancap di hati pendengarnya. Seolah bisikan-bisikan yang begitu menyejukkan!


(Disempurnakan dari tulisan Fransiska Situmorang, siswi XII IPS-1 SMA Budi Mulia Pematangsiantar, T.A. 2019-2020)