Apa itu Tirani Pelajaran
Hampir semua nilai-nilai modern – terutama yang ditanamkan melalui sistem pendidikan kita – jika ditelusuri, merupakan ancaman serius terhadap kebebasan dan keagungan manusia, menghambat kita menjadi pribadi seperti yang diinginkan oleh Tuhan (atau Supernatural Being dalam sebutan apapun yang menjadi awal dan pelabuhan terakhir kita). Bentuknya bisa beragam. Mulai dari imoralitas, filsafat yang buruk atau pola pikir yang buruk, ketergantungan kimiawi dan teknologis; semuanya adalah bentuk-bentuk penjajahan atau perbudakan.
Pseudo-values (nilai-nilai semu) itu kita yakini sebagai nilai yang luhur, tetapi ternyata menjadi tirani yang membelenggu kita, lebih kerap malah semakin mengkonfirmasi alienasi diri terhadap diri sendiri.
Institusi pendidikan kita merasa diri sudah selesai dengan pemikiran klasik. Kurikulum dibuat dengan mengesampingkan Kebenaran, Keindahan dan Kebaikan, dan menggantinya dengan Relativisme, Kebodohan, dan Penyiksaan Diri sendiri. Para siswa tidak lagi dididik untuk memahami pelajaran sejati dari Sejarah, tidak dibina untuk berjuang meng-aku-kan keutamaan, dan tidak lagi menghormati Tuhan. Mereka belajar banyak “seni”, tetapi tidak belajar seni berfikir. Alhasil, tidak sedikit gagasan buruk tereksekusi di tingkat akademi dan kemudian memaksa kita untuk memberi tempat baginya dalam kesenian, hiburan dan media.
Maka tidak heran bahwa sebenarnya kita telah menciptakan masyarakat dimana para warganya tidak mampu berfikir untuk diri sendiri, tidak mampu menghibur diri sendiri, tidak mampu membela diri sendiri, benar-benar tidak mampu untuk menyediakan support bagi diri sendiri. Kita telah menciptakan masyarakat budak. Orang-orang menjadi cepat marah dan bingung, bahkan dalam situasi dimana mereka tidak tahu apa sebetulnya yang membuat mereka marah, apalagi mengungkapkan kemarahannya dengan cara yang tepat.
Anak muda tidak lagi belajar arti seni, literatur dan bahasa yang benar. Mereka sadar bahwa mereka tidak puas. Ada kehausan untuk mencari nilai-nilai yang sejatinya melekat dengan kodrat manusiawi mereka yang agung. Tetapi mereka tidak menemukannya. Alhasil, gerombolan dari orang-orang yang tidak puas ini kaget menghadapi conundrum mengerikan dimana mereka bahkan tidak mampu mengungkapkan ketidakpuasan mereka secara tepat.
Catatan:
Tulisan ini saya buat tepat sesudah tayang berita bom panci meledak di Kampung Melayu dan sekelompok ABG yang tergabung dalam kelompok yang menyebut diri Gangster melakukan aksi brutal.