Yang Aku Dapat dari Dirty Vote II – OTOT, OTAK dan ONGKOS untuk Pemilu 2029

Yang paling kecil, Kaisang, itu ya jualan pisang goreng. Kemudian yang gede Gibran, itu jualan martabak. Ini yang Ayang sama suaminya mau jualan kopi ya silakanlah. Mau terjun ke politik juga silakan. Enggak tahu. Saya tanyakan saja ke anaknya langsung.

(Joko Widodo)

PEMENANG YANG INSECURE

Akhirnya film Dirty Vote 2 tayang juga. Kalau di Dirty Vote 1 sebenarnya para pemainnya menggambarkan bahwa ada kecurangan sistematis di balik kemenangan 58% yang dipegang oleh Prabowo dan Gibran. Kecurangan sistematis itu membuat sebenarnya Prabowo dan Gibran juga merasa insecure. Prabowo merasa tidak percaya diri maka kemudian dia membangun O3, yakni Otot, Otak, dan Ongkos.

‘Otot’ ini merujuk pada hardware, yakni penggunaan kekerasan dan kekuatan yang koersif. Penguasa membiarkan polisi untuk semakin berkuasa lalu kemudian mengembalikan militarisme.

‘Otak’ itu berbicara tentang biaya dan upaya merangkul partai-partai politik agar parlemen tanpa oposisi. Penguasa merangkul para parpol agar parlemen yang tanpa oposisi itu mudah menciptakan produk hukum yang memperkuat rezim.

‘Ongkos’ sendiri merujuk pada ‘gentong babi’ bagi para elit oligarki hingga masa pemilih.

Ketiga instrumen itu pertama-tama tentu bertujuan untuk memenangkan Pemilu 2029. Mengapa? Karena sudah pernah dilakukan.

Tujuan kedua yakni memastikan wujudnya kapitalisme terpimpin yang tentu saja berupaya mengendalikan banyak kepentingan.

Nah, bagaimana itu semua bisa diwujudkan? Tentu salah satu langkahnya dengan upaya kembali ke Undang-Undang Dasar 45 ala Orde Baru. Undang-undang ini pula yang membuat kekuasaan otoritarianisme bisa langgeng di Indonesia.

Siapa saja yang memiliki kepentingan besar untuk mewujudkan ini? Tentu saja, yang paling utama ialah kaum oligark yang diuntungkan dari mekanisme yang tidak demokratis itu. Supaya terjadi, tentu kelompok ini harus saling menyokong. Uang yang banyak dibutuhkan guna melancarkan politik untuk memenangkan pemilu dan tujuan-tujuan berikutnya lain-lain. Inilah yang menjadi lingkaran setan di dalam sistem politik ketatanegaraan kita.

BISAKAH LINGKARAN SETAN INI DIPUTUS?

Secara etika dan moral, tentu saja yang namanya lingkaran setan itu harus diputus. Kalau tidak, sampai kapan kita mau begini terus?

Untuk memutusnya, pertama-tama ada setidaknya tiga hal yang kita harus kita cermati.

Pertama, reformasi kepolisian.

Kedua, reformasi TNI.

Keduanya ini sifatnya institusional. Harus dibongkar untuk mengembalikan fungsi otot tadi untuk kepentingan negara dan rakyat.

Ketiga, perombakan sistem politik. Merombak sistem politik berarti berkaitan dengan partai politik dan sistem pemilu.

Kalau ketiga ini dibongkar, maka kita bisa berharap kemudian kita bisa menciptakan sistem politik yang lebih inklusif. Artinya, seluruh rakyat bisa ikut dalam politik ini, bukan hanya mereka-mereka ini.

KILAS BALIK PEMILU 2024

Prabowo dan Gibran memenangkan pemilu presiden 2024. Prabowo memenangkan 58,6 %; Anis dan Muhaimin berada di angka 24,9 % serta pasangan Ganjar Mahfud ND itu berada di 16,5 %. Suka atau tidak suka, pasangan Prabowo-Gibran kemudian dilantik menjadi presiden dan wakil presiden.

Bismillahirrahmanirrahim.

Demi Allah, Saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.

(Pengucapan Sumpah Presiden Republik Indonesia)

PARADOKS: KEKUASAAN DAN DUKUNGAN PUBLIK

Apakah kemenangan 58 % yang diraih oleh Prabowo Gibran berbanding lurus dengan angka dukungan publik?

Memang survei approval rate bagi Prabowo di 100 hari itu adalah 80,9 %. Tetapi jangan lupa, di akhir masa jabatannya Presiden Joko Widodo sudah mendapatkan 75,6 %. Kita tahu ada relasi yang kuat antara Prabowo dan Joko Widodo. Itu sebabnya 80,9 % tadi sebenarnya tidak benar-benar murni. Tambahan lagi, selisihnya hanya ada 5%.

Mari kita bandingkan dengan yang terjadi di peralihan antara Susilo Bambang Widyono ke Joko Widodo. Di Juni 2014, approval rate Susilo Bambang Yudoyono sebenarnya 48%. Tapi Joko Widodo di 100 harinya itu dapat meningkatkan sampai 65,1%. Ada selisih hampir 17%.

Disinilah terlihat paradoksnya, yakni bahwa tingkat approval rate yang tinggi itu tidak ditunjang dengan rasa percaya diri sebagaimana terlihat ketika Pemenang yang menjadi Penguasa itu mengkonversi itu menjadi kebijakan-kebijakan dalam kebijakan negara.

Belum genap setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, sudah terjadi rentetan peristiwa yang menjadi pemicu kemarahan rakyat Indonesia.

  1. Kenaikan PPN 12% yang kemudian harus direvisi segera.
  2. Efisiensi anggaran. Presiden Probowo menerbitkan Inpres Efisiensi Anggaran Tahun 2025. APBN kemudian dipangkas sampai 306 triliun. Kita menyokong efisiensi. Tapi pada saat yang sama efisiensi yang tidak mendasar itu kemudian banyak terkena ke kebijakan-kebijakan lainnya sehingga menjalannya kebijakan publik, jalannya pemerintahan itu menjadi terhalang.
  3. Redistribusi LPG 3 kg di pengecer dan itu berakibat cukup parah. Masyarakat harus antri luar biasa. Ada satu orang yang sampai meninggal, ditengarai karena mengantri LPG yang sangat panjang.
  4. Kasus Danantara. Pemerintah meluncurkan Danantara dengan tujuan (alasan?) untuk menghimpun dana. Banyak sekali perdebatan karena kurang jelasnya cara, model, rekrutmen para pengurus dan lain-lain.
  5. Penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI. Aksi dari masyarakat sipil menolak pembahasan RUU yang tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna.

    Selamat sore Bapak Ibu. Kami dari Koalisi Reformasi Sektor Keamanan, pemerhati di bidang pertahanan. Kami menuntut agar proses pembahasan revisi undang-undang ini dihentikan karena tidak sesuai dengan proses legislasi ini. Diadakan tertutup Bapak, Ibu. Eh, Pak, Pak. Woi, Anda mendorong, Teman-teman. Bagaimana kita kemudian hari ini represif? Kami menjalankan fungsi pengawasan sebagai masyarakat sipil. Kami menolak adanya pembahasan di dalam. Kami menolak adanya Dwifungsi ABRI, teman-teman.

  6. Tagar IndonesiaGelap
  7. Tagar KaburAjaDulu
  8. Kenaikan PBB yang terjadi di beberapa daerah dan akhirnya memicu demonstrasi yang besar. Demonstrasi di Kabupaten Pati menjadi potret besarnya.
  9. Pemblokiran dana idle (dana menganggur) oleh PPATK yang juga berbuah begitu banyak catatan bahkan mendatangkan kecaman.
  10. Prahara Agustus 2025.

Negara mengalami rasa insecure. 

Dua tagar diatas sebenarnya menggambarkan keinginan publik untuk berpartisipasi. Kamu bisa lihat dari bagaimana Prabowo menyampaikan pandangannya soal tagar kedua tagar itu.

Ada orang-orang yang berperan sebagai orang pintar, berperan sebagai pemimpin, tapi yang di yang disebarkan adalah pesimisme. Indonesia gelap, kabur aja deh. Lu kabur aja lu. Emang gampang lu di situ. Di luar negeri di mana lu? Lu dikejar-kejar di situ ini dan ternyata memang ini adalah rekayasa. Ini dibuat-buat.

(Prabowo)

Tentang kebijakan pemerintah untuk menyita tanah yang menganggur, begini ucapan Pak Menteri, Nusron:

Kan menetapkan tanah terlantar itu butuh waktu 587 hari. Tidak serta-merta. Jadi tidak asal tetapkan. Tidak bisa. Jadi, kalau sampai segini sudah dikasih surat cinta, memang dia kemudian protes, berarti memang yang bersangkutan itu punya enggak punya niat niat untuk mendayagunakan dan memanfaatkan tanahnya. Tapi perlu diketahui, ya: tanah itu tidak ada yang memiliki. Yang memiliki tanah itu negara. Orang itu hanya menguasai negara kemudian memberikan hak kepemilikan. Jadi, enggak ada istilah kalau belum ada SHM-nya itu dia memiliki. Enggak ada. ‘Oh ini tanahnya Mbah-mbah Saya, leluhur Saya’. Saya mau tanya: ‘Memang Mbahmu dulu bisa membuat tanah?

Sekali lagi, rasa insecure itu berakibat ada paradigma yang dibuat secara asal-asalan. Karena asal-asalan, kebijakan itu kemudian dicabut. Pak Menteri pun akhirnya dia minta maaf.

Tidak lama berselang, ketenangan publik kembali terusik oleh kebijakan PPATK. PPATK mengeluarkan kebijakan untuk melakukan pemblokiran terhadap dana-dana di berbagai bank yang idle (menganggur) lebih dari 3 bulan. Ini tentu saja memicu keparahan publik.

Singkatnya, belum 1 tahun ada begitu banyak kebijakan kontroversial. Ada yang diperbaiki dan ada yang tetap dilanjutkan. Ada yang diperbaiki karena viral, tapi ada yang kemudian dibuat serampangan meskipun sudah mendapat begitu banyak kritikan.

Legitimasi rendah membuat Prabowo Gibran merasa insecure. Ia merasa terancam. Saking merasa insecure-nya, kita bisa lihat bagaimana Prabowo kerap melontarkan narasi pembelaan yang insinuatif. Ia membuat tuduhan dengan menggambarkan seolah-olah ada musuh bersama, yaitu pihak asing atau terotis yang tidak menginginkan negara Indonesia menjadi lebih baik.

Ada segelintir orang – ada Saya kira – entah sadar atau tidak sadar, mereka itu sudah jadi antek-antek asing. Enggak apa-apa Saya bicara di depan wartawan. Saya katakan mereka sadar atau tidak, mereka antek asing. Mereka tidak suka Indonesia bangkit. Mereka tidak suka Indonesia bangkit. Saya katakan mereka tidak suka Indonesia bangkit. Tapi kita yang akan bangkit bersama Indonesia. Biar anjing menggonggong, kafilah tetap akan terus.

(Prabowo)

Indonesia gelap. Indonesia gelap. Sorry ye. Indonesia cerah. Masa depan Indonesia cerah. Saya sudah lihat angka-angkanya. Kekayaan kita luar biasa. Tinggal kita bisa mengelola atau tidak. Tinggal kita berani atau tidak.

(Juga Prabowo)

Tak berhenti disitu, ada ketakutan berlebihan terhadap simbol One Piece. Bahkan negara kemudian mengatakan seakan-akan orang yang mengebarkan mengibarkan bendera One Piece itu bisa dipidana. Satu perdebatan yang tentu saja sangat besar.

INSINUASI BERBUNTUT MISTIFIKASI

Rasa insecure itu kemudian hendak Pemerintah konversi menjadi mistifikasi guna mengaburkan sejarah.

Kenapa sejarah menjadi penting? Karena Prabowo dan Gibran ini mewarisi sejarah yang tidak terlalu baik. Ada catatan kelam berkaitan dengan rezim Orde Baru, terutama Peristiwa 1998. Dari sisi Gibran, publik bahkan tak segan melabelinya sebagai ‘Anak Haram Konstitusi’.

Maka, Fadli Zon, Menteri yang sekaligus orang kepercayaan Prabowo, mendorong mistifikasi itu dengan mengubah alur sejarah. Alur sejarah coba diubah. Tidak berhenti disitu, Soeharto, penguasa rezim Orde Baru itu pun hendak dijadikan pahlawan nasional.

Penguatan ‘otot’ itu juga terlihat dari lamanya Sigit Listio menjadi Kapolri. Ia memegang jabatan ini paling lama. Sekarang sudah hampir 5 tahun.

Kalau kita bandingkan dengan Kapolri terbaik yang pernah dimiliki oleh Republik, yakni Pak Hoegeng, yang menjabat hanya 3 tahun:  Benarkah Listio sebaik Hoegeng?

Berbicara kepolisian, ini tidak hanya soal pimpinan. Polisi juga dibiarkan merangkap jabatan di banyak posisi. Situasi yang memicu perdebatan panjang. Jadi ada upaya memperkuat otot politik dan membiarkan kemewahan-kemewahan yang sudah dimiliki oleh kepolisian sejak lama, yang semenjak zaman Jokowi tentu saja dibiarkan ada. Saat ini ada 52 perwira aktif yang rangkap jabatan sipil. Ada yang jadi Irjen di Kementerian UMKM; ada yang jadi irjen di Kementerian ESDM; ada yang menjadi tenaga ahli Menpora; Badan Penyelenggara Haji; bahkan ada yang dapat penugasan menjadi Sekjen di Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.

Lebih lanjut, ada juga di Komdigi, yakni untuk pengawasan ruang digital hingga urusan penegakan keadilan dan rekonsiliasi Kementerian Koordinasi Pembangunan dan Kebudayaan.

Bayangkan, ada 52 orang. Padahal di dalam Undang-Undang Undang-Undang Polri jelas dikatakan di pasal 28 bahwa ‘anggota kepolisian negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari Dinas Kepolisian‘.

Tidak hanya berhenti di level penguatan personil. Upaya terstruktur ini juga melibatkan penguatan kewenangan POLRI melalui RUU POLRI.  Penguatan kewenangan itu mencakup poin-poin berikut.

  • Penyadapan tanpa prosedur perizinan yang jelas.
  • Pengawasan dan pembinaan yang juga dimonopoli.
  • Penindakan pemblokiran pemutusan perlambatan akses internet.
  • Penggalangan intelijen.
  • Perpanjangan penahanan menjadi 40 hari (padahal sebelumnya hanya sekitar 20 hari).
  • Penggeledahan tanpa izin pengadilan pada keadaan mendesak (dimana diksi ‘mendesak’ ini tentu multitafsir.
  • Penyidik berhak untuk menentukan kuasa hukum bagi tersangka atau terdakwa (kerap ini menjadi ajang kongkalikong.

Singkatnya, inilah pandangan umum warga terhadap cara rezim Prabowo Gibran untuk memperkuat otot politik melalui penguatan di RUU POLRI.

Hal senada terlihat dalam Rancangan Undang-Undang KUHAP (RKUHAP). Ada banyak sekali catatan di RKUHAP ini. Misalnya:

  • Kewenangan polisi ditambah untuk melakukan penyidikan tanpa pemberitahuan ke penuntut umum.
  • Pemeriksaan dapat direkam dengan kamera pengawas. Kata ‘dapat direkam’ ini seperti seakan-akan tidak menjadi kewajiban, melainkan pilihan.
  • Ditambah lagi kewenangan untuk menangkap orang dengan dalil menghambat proses pemeriksaan dan informasi tidak sesuai fakta. Ini sangat diskresional.

Meskipun dihujani kritisisme deras atas berbagai soal krusial diatas, tetap saja DPR RI mengetuk palu.

Sekarang tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang? Terima kasih.

(Puan Maharani, Ketua DPR RI, sesaat sebelum mengetuk palu)

(Semua peserta rapat kompak berseru: ‘Setuju’)

Ini menggambarkan cara ugal-ugalan di balik pengesahan rancangan Undang-Undang TNI menjadi Undang-Undang TNI. Kenapa ugal-ugalan dan kenapa menjadi seperti cepat-cepatan? Barangkali ini bisa tergambar dari dinamika bagaimana rancangan Undang-Undang TNI itu menggunakan kekuatan bersenjata, menggunakan kekuatan sangat luar biasa untuk menutup peluang partisipasi publik sehingga seakan-akan gedung DPR dipagari dan dibatasi dari kemungkinan mendapatkan aspirasi publik maupun partisipasi publik. Gedung yang sebenarnya milik rakyat, namun tidak ada kesempatan yang diberikan kepada publik untuk memberikan partisipasi yang bermakna, tidak hanya berkaitan soal proses formil perancangan undang-undang saja, tetapi juga dari substansinya.

Lebih lanjut, berikut ini beberapa hal yang menjadi sorotan dalam UU TNI yang baru ini, dimana terlihat upaya memberikan perluasan kewenangan bagi TNI yang sangat banyak:

  1. Pembahasan yang cepat dan tertutup
  2. Pengisian 14 posisi sipil (sebelumnya 10)
  3. Penambahan kewenangan untuk mengusur narkoba dan ancaman siber.
  4. Presiden tidak Misalnya, aturan yang memberikan kewenangan penuh kepada Presiden untuk memerintahkan operasi militer di luar perang tanpa persetujuan parlemen untuk mengatasi separatisme. Tentu ada perdebatan di sini karena bukan sekedar bagaimana konteks separatisme, tetapi juga bicara soal persetujuan parlemen yang biasanya harus dilakukan.

Berdasarkan Nota Keuangan APBN dari Kemenerian Keuangan RI, terlihat betapa anggaran pertahanan itu mengalami peningkatan yang sangat signifikan dan terus-menerus. Dan ini dilakukan bahkan di tahun ketika Prabowo dan Gibran menetapkan efisiensi anggaran. Peningkatan anggaran tahun dari tahun APBN 2025 ke 2026 itu mencapai  36,7%, dari Rp 245 triliun menjadi Rp 335 triliun.

Selain itu, Prabowo juga menambah kekuatan militer organik.

Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim pada pagi hari ini, hari Minggu tanggal 10 Agustus tahun 2025, Saya Prabowo Subianto, Presiden Republik Indonesia, dengan ini meresmikan:

  • 6 Komando Daerah Militer,
  • 14 Komando Daerah Angkatan Laut,
  • 3 Komando Daerah Angkatan Udara,
  • 1 Komando Operasi Udara,
  • 6 Grup Komando Pasukan Khusus,
  • 20 Brigade Teritorial Pembangunan,
  • 1 Brigade Infantri Marinir,
  • 1 Resimen Korps Pasukan Gerak Cepat,
  • 100 Batalion Teritorial Pembangunan,
  • 5 Batalyon Infantri Marinir,
  • 5 Batalyon Komando Korps Pasukan Gerak Cepat.

(Lalu Prabowo menekan tombol sirene panjang dengan bunyi yang menakutkan itu)

Tidak hanya tentara organik, Prabowo juga melanjutkan rencananya yakni pembentukan komponen cadangan yang merupakan bagian dari tentara non-organik. Pada tahun 2024 Kemenhan sudah mendapatkan 9.700-an anggota komponen cadangan dari target 25.000 orang. Jumlah ini akan terus bertambah seiring tahun berjalan. Ingat, targetnya 25.000 orang.

Apakah berhenti sampai disitu? Tidak. Pemerintah juga memiliki cara pandang melihat urusan pertahanan yang dilebarkan. Makna ‘pertahanan’ tidak hanya kaitan dengan militer tapi juga berkaitan dengan hal-hal yang berfungsi sosial. Akibatnya, TNI juga dilibatkan untuk urusan pangan.

Kami anggap bahwa ini bukan daerah operasi Operasi militer. Terus kenapa harus datangkan militer banyak-banyak daerah kami? Setelah pasukannya sudah sudah di-drop, kemudian alat berat muncul dengan alasan, ‘kami mau membersihkan jalan’. Militer masuk. Lahan digusur. Tanpa ada sosialisasi. Setiap beko (ekskavator) itu dikawal aparat.

(Seorang pria Papua)

Lanjut.

  • Tidak berhenti pada urusan pangan. TNI juga mengurusi urusan sosial. TNI mengurusi penyerapan gabah,
  • TNI mengurus penyelenggaraan dapur untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG),
  • TNI mengurus dapur MBG, seperti yang kita lihat di Provinsi Papua.

Upaya menguatkan ‘OTOT’ ini berlanjut ke penempatan perwira aktif di pos jabatan sipil di luar dari yang diperbolehkan. Undang-undang TNI yang sudah disahkan itu saat ini membolehkan 14 posisi, dari sebelumnya hanya 10. Sejumlah perwira TNI aktif ditempatkan di Penyelenggaraan Haji, Perum Bulog, bahkan di Kementerian Pertanian. Ini juga sama dengan kepolisian yang sudah kita bahas di atas.

Ini sebenarnya jelas melanggar karena Undang-Undang TNI sudah mengatur tentang bagaimana anggota TNI aktif pada jabatan sipil: mana wilayah yang diperbolehkan dan apa yang harus dilakukan ketika itu di luar jabatan yang diperbolehkan, yakni harus mundur atau pensiun dari dinas aktif.

Apakah kebijakan-kebijakan ini memang sesuai dengan kebutuhan di internal TNI? Atau, tidak?

Dilansir dari ‘Kompetensi Digital dan Manajemen SDM TNI pada Era Revolusi Internet 4.0.’ dalam Journal of Education, Humaniora and Social Sciences, November 2024, oleh Chandra Ariyadi, Mhd. Halkis dan Tarsisius Susilo, terdapat kelebihan jumlah jenderal dan kolonel di tubuh TNI.

  • Kebutuhan jumlah jenderal adalah 1.114, sementara jumlah riil ada 1.293 orang. Ada kelebihan 179 jumlah jenderal.
  • Kebutuhan jumlah kolonel adalah 5.423, sementara jumlah riil ada 5.661 perwira. Ada kelebihan 238 jumlah jenderal.

Ketiga penulis pada jurnal yang dikutip diatas berasal dari internal TNI sendiri.

TIM MAWAR

Bagian yang tidak bisa dilupakan adalah adanya Tim Mawar. Sekedar mengingatkan, Tim Mawar itu adalah tim yang dikaitkan dan sudah terbukti terlibat dalam penculikan aktivis di tahun 1998. Ada serangkaian nama, ada banyak nama. Para anggota Tim Mawar ini tetap mendapatkan posisi di sekitar Prabowo. Dan kita tahu memang ada relasi kuat antara Prabowo dan Tim Mawar.

  1. Djaka Budi Utama (Dirjen Bea Cukai)
  2. Nugroho Sulistio (Kepala Badan Siber dan Sandi Negara)
  3. Dadang Hendra Yuda ((Deputi Pemantauan dan Pengawasan Badan Gizi Nasional.)
  4. Selvianus Selvanus (Kepala Bidang Instalasi Strategis Kemenhan, Pj Gubernur Sulawesi Utara).
  5. Untung Budiharto (Komisaris Utama Trans Jakarta)
  6. Chairawan Kadarsyah (Asisten Khusus Kemenhan)
  7. Fauzambi Syahrul (Presiden Komisaris PT Vale Indonesia Tbk.)
  8. Fauka Noor Farid (Ketua Umum Garda Prabowo)

Sebenarnya berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang TNI yang dibuat secara serampangan ini, sudah ada begitu banyak penolakan.

Sayangnya, Mahkamah Konstitusi masih belum mengawal dengan baik. Dari 14 permohonan Uji Formil: 10 tidak diterima; 3 ditarik oleh pemohon; 1 ditolak karena permohonan hukumnya dianggap tidak beralasan.

Dari sini ya kita bisa lihat sebenarnya bagaimana Prabowo ingin meng-entertain polisi maupun militer. Dia membayangkan ada kekuatan otot politik yang bisa dia dapatkan dari penguatan kedua-duanya.

Yang terhormat Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Liskio Sigit Prabowo. Memang Prabowo ini namanya sak keranjang itu. Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subianto. Jadi, ada Kapolri namanya Prabowo, panglima TNI namanya Subyanto. Presidennya Prabowo Subianto. Wah, ini alamat enggak diganti-ganti nih.

(Prabowo)


Sumber: DIRTY VOTE II O3, Menit 0 - 41.30


 

 

Sermon on Week XIV of Ordinary Time 2024

TAKING UP THE CROSS

PREACHER: Frater Arnoldus Siagian

“Anyone who wants to follow me, he must deny himself, take up the cross and follow me.”

Dear brothers and sisters,

Today in the Gospel, Jesus greets us through many teachings. Jesus did not want His followers to misunderstand his presence and existence. He did that through his teaching words and miracles such as healing the deaf, the blind and so on.

Because at the time there hardly any people who really understood about Jesus’ Messianism. From the beginning the apostles saw Jesus as a political leader. Jesus knew this. This is why Jesus taught the people, especially the apostles, so hard. The goal is to make sure the people have the right motivation in following Jesus and so that they can understand Jesus’ Messianism from ones’ own direct encounters with Him, not mainly because of other people’s reports.

When Jesus asked to apostles who are Jesus for them, Peter answered “Messiah”. Peter’s answer showed that the apostles slowly understood God’s statements in Jesus’ works and words. Indeed, Peter’s understanding of Jesus was not yet perfect. Peter recognized Jesus as the Messiah, but not the Messiah who suffered and died on the cross. Then, Jesus corrected Peter’s concept of Messianism he had in Jesus. At the first place, it was Peter’s own point of view. But, then it was shifted to God’s point of view.

It is that Jesus was sent by God His father into this world, not to merely please the mind and the desire of human, but to save human from their sinfulness through His suffering, cross, death and rising. In the Gospel, Jesus also said, “every one who wants to follow Me must deny him self and take up the cross and follow Me. For whoever wants to save his life will lose it, but whoever loses his life for My sake and for the sake of the Gospel will safe his life. “

Dear brothers and sisters,

Jesus said this so that we as His followers bravely bear our own crosses and not fearful of insults, rejections and bullies. So that we may encourage ourselves to stand with the work of salvation that Jesus brings. This is our main starting point in our seemingly endless journey from our humanity up to the throne of His Kingdom. This vocation postulates sacrifices that is moved by our original experience of being loved by God Himself and our own authentic encounter with God.

Doing so, dear brothers and sisters, We should understand how important it is for us to experience the presence of God within ourselves and realize His work of salvation provided for us. For that, as Catholics, we need to deny ourselves for the way of life which is appropriate and worthy in God’s eyes. We need to live by God and with God by diligently praying, going to the Church, doing our jobs, living in love and peace, supporting each other to move forward together.

This kind of way of life surely requires us to lower the position of our own personal interests for the good of the community. The good of all is the first priority. It is not easy of course. Therefore, let us ask the strength from Lord Jesus, who has sacrificed His life first for our salvation. Have a trust, asking for God’s strength and mercy: we will be enabled to create a way of life that God Himself prefers.

God bless us. Amen.


Ini adalah teks kotbah/renungan dalam Bahasa Inggris yang disusun, diterjemahkan dan disampaikan oleh seorang calon imam diosesan Keuskupan Agung Medan, Frater Arnoldus Siagian. Saat ini Arnoldus berada pada formasi awal pembinaan calon imam sebagai seorang frater Pra-TOR (Pra-Tahun Orientasi Rohani).

Sebagai calon imam yang baru saja menamatkan pendidikan dari SMA Seminari Menengah, maka patut diduga mereka belum dibekali dengan cukup terkait pengetahuan filsafat dan teologi yang perlu untuk itu. Maka, guna memastikan ortodoksi dengan ajaran Gereja, maka sebelum kami – frater pembawa renungan dan Saya – menterjemahkan dan melatih cara penyampaiannya, maka terlebih dahulu setiap teks diperiksa dan dikoreksi oleh Pastor pendamping (chaplain), entah oleh Pastor Rektor Pra-TOR RD Johannes Sihombing atau oleh Magister Spiritualis RD Anton Nguyen van Viet.

Sesuai dengan maksud dari tulisan ini, maka artikel ini dapat pembaca gunakan menjadi sarana untuk memberikan masukan terhadap pembelajaran Bahasa Inggris yang kami lakukan sehingga terjadi penyempurnaan berkelanjutan.

Saran terkait apa saja? Kita boleh menyasar aspek manapun dari sebuah kotbah: aspek penyampaian (delivery), isi, struktur atau bahkan aspek teknikal seperti gestur, pengucapan dan pelafalan dan sejenisnya. Saran dan diskusi membangun selalu penting dan berguna, sebagaimana yang kita semua harapkan terjadi pada semua institusi pendidikan, terutama pembinaan calon imam kita. Bagaimanapun, pembinaan calon imam sekarang akan ikut menentukan keberlangsungan Gereja di masa depan.

Video penyampaian kotbah ini dapat kita saksikan di kanal Youtube SPP Kabanjahe.

Sermon on Week XXIII of Ordinary Time 2024

EFFATA

Happy Sunday to all of us,

Dear brothers and sisters,

Today God greets us through the readings we have heard. God invites us to be aware of our actions and faith. God also invites us to open ourselves to realize God’s grace that we have received.

In the Gospel, we are told the story in which Jesus healed a deaf and stuttering man in an unusual way. Firstly, Jesus separate Himself from the crowd then put His fingers in his ears, then spat and touched the man’s tongue. Then, Jesus looked up into heaven and said: “Efata!”, which means: “Be open!” Then, a miracle happened. The person suddenly could hear and his mouth could move and spoke.

Dear brothers and sisters,

Through this story, Jesus did not only heal the man’s stuttering and deafness, but also opened his heart to be open to Jesus. This was evident from his testimony to the crowd. After his full recovery, he never stopped talking about the power and work of Jesus that he has experienced. And that action of him brought people into amazement.

“Efata!” Be open!

This saying also applies to all of us who gather here in this church. Therefore, my brothers and sisters, let us open our hearts and minds to the Word of God and be thankful for all His graces we have everyday received in our daily lives.

“Efata!” Be open!

This means that we should not close ourselves from our very concrete reality and plurality. We are told not to discriminate people, precisely like the message of the second reading. For this, let us not be picky in making friends and well behave to any kinds of surrounding neighbors, just because someone is richer than others, more educated than others, and so on. Instead, we are invited to really treat all people equally because all humans are the images of God. For that to happen, we should understand that openness also means sincere acceptance to ourselves and our fellow human beings.

God bless us. Amen.


Ini adalah teks kotbah/renungan dalam Bahasa Inggris yang disusun, diterjemahkan dan disampaikan oleh seorang calon imam diosesan Keuskupan Agung Medan, Frater Owen Rizky Damanik. Saat ini Owen berada pada formasi awal pembinaan calon imam sebagai seorang frater Pra-TOR (Pra-Tahun Orientasi Rohani).

Sejak awal – Saya sebagai pengajar Bahasa Inggris dan para frater tersebut – menyepakati untuk menantang diri untuk mencoba melakukan hal-hal baru dalam Bahasa Inggris. Kesepakatan ini adalah buah dari keinginan dari Owen dan teman seangkatannya untuk terus mengasah kemampuan berbahasa Inggris mereka melalui praktek dan/atau proyek yang berkaitan dengan tugas-tugas mereka di masa depan ketika mereka ditahbiskan sebagai imam. Berkotbah atau menyampaikan renungan adalah salah satunya.

Harapannya, mereka semakin terdorong dan percaya diri untuk semakin total memberi diri dalam target jangka panjang, yakni “to immerse oneself into English” sebagai konsekuensi konret dari keinginan untuk menguasai Bahasa Inggris (mastering English) sedemikian sehingga nanti di masa depan mereka dapat berkomunikasi secara aktif.

Sebagai calon imam yang baru saja menamatkan pendidikan dari SMA Seminari Menengah, maka patut diduga mereka belum dibekali dengan cukup terkait pengetahuan filsafat dan teologi yang perlu untuk itu. Maka, guna memastikan ortodoksi dengan ajaran Gereja, maka sebelum kami – frater pembawa renungan dan Saya – menterjemahkan dan melatih cara penyampaiannya, maka terlebih dahulu setiap teks diperiksa dan dikoreksi oleh Pastor pendamping (chaplain), entah oleh Pastor Rektor Pra-TOR RD Johannes Sihombing atau oleh Magister Spiritualis RD Anton Nguyen van Viet.

Oh iya. Sesuai dengan maksud dari tulisan ini, maka artikel ini dapat pembaca gunakan menjadi sarana untuk memberikan masukan terhadap pembelajaran Bahasa Inggris yang kami lakukan sehingga terjadi penyempurnaan berkelanjutan.

Saran terkait apa saja? Kita boleh menyasar aspek manapun dari sebuah kotbah: aspek penyampaian (delivery), isi, struktur atau bahkan aspek teknikal seperti gestur, pengucapan dan pelafalan dan sejenisnya. Saran dan diskusi membangun selalu penting dan berguna, sebagaimana yang kita semua harapkan terjadi pada semua institusi pendidikan, terutama pembinaan calon imam kita. Bagaimanapun, pembinaan calon imam sekarang akan ikut menentukan keberlangsungan Gereja di masa depan.

Video penyampaian kotbah ini dapat kita saksikan di kanal Youtube SPP Kabanjahe.

Sermon on Week XXII of Ordinary Time 2024

SINCERE HEART

PREACHER: FrATER Brain Septianus Haloho

All of us must have ever carried out our activities merely as a formality. Expression “as long as the boss is happy” is one of effective way to deceive ourself and others. As a result, when we are told to do something, we do not sincerely love the job. We only “appear to be doing the work”, but in our hearts, we are grumbling about doing it.

My beloved brothers and sisters,

Today’s Gospel, Mark chapter 7 verses 1 to 8 entails the criticism that Jesus addressed to the Pharisees. “Jesus’ criticism” was motivated by “The hypocrisy of the Pharisees”. The Pharisees were very rigid and strictly adhered to the traditions of their ancestors. So, it makes sense that Jesus was angry. Because, they are prioritized human tradition over God’s commandments. As a result, everything they do and say is a “mask and bullshit”. Not pure from their hearts.

Condemnation on unfaithfulness is also delivered by Moses as we have heard in today’s first reading from the book of Deuteronomy. Moses also emphasized that the Israelites should adhere to God’s commandments, without reducing or adding any other part on it. Because if the Israelites were determined to add or to subtract the God’s law outside of His provisions, then it is clear that their aim in doing this is to glorify themselves. Not to glorify our God.

My beloved brothers and sisters,

Now our reflection is “Have we really listened and carried out God’s law? What is actually our reason for carrying out God’s law? For His glory? or For our own glory?” This criticism from Jesus was also conveyed to us. We were invited by Jesus to really believe in Him. We were invited to always be openly and appear as we are when doing something. In fact, He invited us to face difficulties and challenges in our lives.

Jesus’ criticism is in accordance with today’s second reading, that is taken from The Letter of James. James the Apostle emphasizes that all of us should be the doers of His Word. Not only hearers. But we are also asked to implement His Word in our daily lives. In another word, Word of God today invites us to stop looking the difficulties as things that can not be solved. Instead, let us stop deceiving ourself and start believing the process that we initiate from the first place.

Therefore, anything that come out from our hearts: words, actions, and our attitude are the reflection and the depth of our understanding in believing God. The more we complain, the more we doubt Him. The other way around, the more we express gratitude wholeheartedly, the more we represent and reappear Him as the source of truth, salvation, and purity.

My beloved brothers and sisters,

Those are the values that we should promote in our daily lives. May God bless us in our endeavor to do good things and preserve good values.

Amen.


Ini adalah teks kotbah/renungan dalam Bahasa Inggris yang disusun, diterjemahkan dan disampaikan oleh seorang calon imam diosesan Keuskupan Agung Medan, Frater Brain Septianus Haloho.

Video penyampaian kotbah ini dapat kita saksikan di kanal Youtube SPP Kabanjahe.

Sermon on Week XXI of Ordinary Time 2024

preacher: Frater noza ginting

Don’t Just Put in Your Mouth

My beloved brothers and sisters,

On this 21st Sunday in Ordinary Time we should be awakened by the Word of God to realize our faith in our daily lives. In today’s first reading we learn that the covenant of Shechem is a continuation of the Sinai covenant. The bestowal of the promised land was a continuation of the liberation from slavery. The Israelites realized that they were the chosen people so they told the prophet Joshua, they would not leave God.

Well, now the agreement also applies to us. Jesus Christ saved us by laying down His life for us. He has fulfilled His promise while we have not fully fulfilled our promise not to leave God by not sinning again.

In today’s second reading specifically reminds husband and wife of their marriage vows. In the Apostle Paul’s letter to the people in Ephesus, he emphasized that the love of husband and wife must show similarities with Christ’s love for His Church.

This love is a love that is willing to sacrifice, a love that sanctifies and a love that gives attention. Let’s look back to the book of Genesis where God took one of Adam’s ribs to make Eve. Why should the ribs be taken? Aren’t there other bones like leg bones or hand bones? Women were made from ribs with the intention that men would love women because ribs are close to the heart which has the meaning of love. We can give without having to love someone, but there is no way we can love someone without giving them anything.

In today’s Gospel reading, we as believers are expected not to follow the students
who withdrew. We know that faith is not just said, but also to be realized in real
life. Faith carries severe consequences; one concrete example is that when we are active in the Church we are said to be self-righteous. The lack of courage to bear the consequences is what drives the disciples to resign and no longer follow Christ. Why? Because our tendency is to look for our own comfort zone. Whereas, following Jesus requires us to get out of our comfort zone.

To come to know Christ requires personal effort and most importantly God’s grace. The effort we can make is to love one another both within the family, community, church and state. If we cannot love our fellow human beings who are visible in this world, how can we love the invisible God. So, let us show our faith in our daily lives by faithfully following His path. Remember the letter of James which says that faith without works is essentially dead. Lord Jesus bless us all.

Amen.


Ini adalah teks kotbah/renungan dalam Bahasa Inggris yang disusun, diterjemahkan dan disampaikan oleh seorang calon imam diosesan Keuskupan Agung Medan, Frater Noza Nazarius Ginting Suka. Noza saat ini berada pada formasi awal pembinaan calon imam sebagai seorang frater Pra-TOR (Pra-Tahun Orientasi Rohani).

Guna memastikan ortodoksi dengan ajaran Gereja, maka sebelum kami – frater pembawa renungan dan Saya – menterjemahkan dan melatih cara penyampaiannya, maka terlebih dahulu setiap teks diperiksa dan dikoreksi oleh Pastor pendamping (chaplain), entah oleh Pastor Rektor Pra-TOR RD Johannes Sihombing atau oleh Magister Spiritualis RD Anton Nguyen van Viet.

Oh iya. Sesuai dengan maksud dari tulisan ini, maka artikel ini dapat pembaca gunakan menjadi sarana untuk memberikan masukan terhadap pembelajaran Bahasa Inggris yang kami lakukan sehingga terjadi penyempurnaan berkelanjutan.

Saran terkait apa saja? Kita boleh menyasar aspek manapun dari sebuah kotbah: aspek penyampaian (delivery), isi, struktur atau bahkan aspek teknikal seperti gestur, pengucapan dan pelafalan dan sejenisnya. Saran dan diskusi membangun selalu penting dan berguna, sebagaimana yang kita semua harapkan terjadi pada semua institusi pendidikan, terutama pembinaan calon imam kita. Bagaimanapun, pembinaan calon imam sekarang akan ikut menentukan keberlangsungan Gereja di masa depan.

Video penyampaian kotbah ini dapat kita saksikan di kanal Youtube SPP Kabanjahe.

There Is Something Great Happen At 6 A.M. Everyday in the Church: Come and See for Yourself

COME TO ME

PREACHER: Frater Dimas Sembiring Brahmana

My lovely brothers and sisters,

There is a story about a strong women, her name is Ibu Mirna. She is fourty years old and she is a Catholic from Saint Peter and Paul Parish Kabanjahe. Ibu Mirna is a kind person, humble, and very honest. After her husband passed away eight years ago, Ibu Mirna take the role as the “back bone” in her family. Even though she is thin, she must work ten hours every day in the field as a farmer.  Sometimes she makes cassava chips to increase her income and help her family.
To afford her six children, Ibu Mirna often fell stress. Sometimes she hates her fate. However, Ibu Mirna never stop working, still conscious and always try to come up from her problems.

My lovely brothers and sisters,

When you have a problem in your life, can you still be conscious and consistent like Ibu Mirna? Or do you stay in your sadness? What do you think about her spirit? From where does she get her spirit? Turns out, the power and spirit that she has are sourced from Eucharist that she attend every morning in Saint Peter and Paul Parish. In all her burdens and responsibility that many times depress her, Ibu Mirna still manages to gain the spirit and strength from the Body and Blood of Jesus Christ. Thus, Eucharist becomes the source of her strength to keep struggling for her family.

My lovely brothers and sisters,

The story of Ibu Mirna invited us to involved our God in our life. I am inspired from the Gospel. Matthew 11 verse 28 until 29 says

“… come to Me all you that are weary and are carrying heavy burdens, and I will give you rest. Take my yoke upon you and learn from Me, for I am gentle and humble in heart, and you will find rest for your souls …”.

As a social being, can we involve God in our daily life? Yes, we can and we should. The people often become arrogant. We think that we can carry all the burdens all by ourselves, until all of our efforts failed. For that, my brothers and sisters, we must give our life to God. We can ask Him to lead our life, to hold His hand, and trust Him.

Sometimes we are also arrogant. We forget to fill ourselves with prayer and Eucharist. We bring tremendous ambitions along with us to produce money. We spend almost every time that we had. We do not reserve time to attend Eucharist. As a Catholic, we know that the Eucharist is the source and the culmination of our expression of faith. We delve too much into our routines; doing our things in Pajak, our jobs at the office and so on, all the activities that separate us from God.

I invite all of us to take a break from your activity. For a moment, take a deep breath. Try to remember all the experiences that we have been through. Start realizing God’s presence in our life.

My brothers and sisters,

We know that in our Parish, Saint Peter and Paul Kabanjahe, our priests celebrate the Eucharist everyday in the morning at six o’clock. The number of the
congregation tend to get lower and lower.

So, I invite all of us to be like Ibu Mirna. She always surrender her life to our God. We can do the same: surrendering our lives to God through Eucharist.

The last but not the least, let us be honest, aware and conscious that as Catholics we are asked to go to Church and attend the Eucharist. Our busy schedule and routines are not excuses to stop attending the Mass, loving God and giving our life to Him. Simply because, as Gospel Matthew said, God is the Giver of reliefs to all the problems we face in our daily lives.

Lord Jesus bless us all.

Amen.


Ini adalah teks kotbah/renungan dalam Bahasa Inggris yang disusun, diterjemahkan dan disampaikan oleh seorang calon imam diosesan Keuskupan Agung Medan, Frater Dimas Sembiring Brahmana. Saat ini Dimas berada pada formasi awal pembinaan calon imam sebagai seorang frater Pra-TOR (Pra-Tahun Orientasi Rohani).

Sejak awal – Saya sebagai pengajar Bahasa Inggris dan para frater tersebut – menyepakati untuk menantang diri untuk mencoba melakukan hal-hal baru dalam Bahasa Inggris. Kesepakatan ini adalah buah dari keinginan dari Dimas dan teman seangkatannya untuk terus mengasah kemampuan berbahasa Inggris mereka melalui praktek dan/atau proyek yang berkaitan dengan tugas-tugas mereka di masa depan ketika mereka ditahbiskan sebagai imam. Berkotbah atau menyampaikan renungan adalah salah satunya.

(Masih ada beberapa proyek lain. Ingatkan Saya untuk tetap memberi update tentang proyek-proyek mereka. Jangan ragu: Semua orang beriman memiliki hak dan kewajiban untuk memberi perhatian pada pembinaan calon imam mereka).

Harapannya, mereka semakin terdorong dan percaya diri untuk semakin total memberi diri dalam target jangka panjang, yakni “to immerse oneself into English” sebagai konsekuensi konret dari keinginan untuk menguasai Bahasa Inggris (mastering English) sedemikian sehingga nanti di masa depan mereka dapat berkomunikasi secara aktif.

Sebagai calon imam yang baru saja menamatkan pendidikan dari SMA Seminari Menengah, maka patut diduga mereka belum dibekali dengan cukup terkait pengetahuan filsafat dan teologi yang perlu untuk itu. Maka, guna memastikan ortodoksi dengan ajaran Gereja, maka sebelum kami – frater pembawa renungan dan Saya – menterjemahkan dan melatih cara penyampaiannya, maka terlebih dahulu setiap teks diperiksa dan dikoreksi oleh Pastor pendamping (chaplain), entah oleh Pastor Rektor Pra-TOR RD Johannes Sihombing atau oleh Magister Spiritualis RD Anton Nguyen van Viet.

Oh iya. Kotbah yang disusun oleh Dimas ini – Saya hanya membantu menterjemahkan dan melatih penyampaiannya – cukup menarik sebab Dimas benar-benar berusaha untuk menerapkan struktur formal dalam kotbah Katolik yang baik yang sering dikenal dengan struktur 3-Is, yakni

  • to illustrate,
  • to instruct, and
  • to invite

Terutama pada bagian ilustrasi, meminjam nama ‘Ibu Mirna’ alih-alih mempertahankan anonimitas, ternyata tidak hanya membuat ilustrasi ini mudah dipahami sebagaimana layaknya setiap upaya untuk membuat pesan lebih hidup melalui metode bertutur (storytelling), tetapi juga semakin mendaratkan kotbah sehingga umat merasa relevan dengan isinya.

Anyway, who the heck is Ibu Mirna though?”, you might ask. Tetapi fokusnya bukan itu. Siapapun sosok Ibu Mirna yang dibayangkan oleh Dimas tidak lagi menjadi poin utama, melainkan relevansi dari kisah ilustrasinya membuat umat merasa: “Oh iya. Saya juga seperti Ibu Mirna. Pesannya relevan dengan apa yang Saya alami juga”. Kupikir, jika ilustrasi sudah relevan, maka tugas berikutnya untuk menyampaikan ajaran Gereja sesuai ortodoksi yang lurus akan lebih mudah. Dalam konteks kotbah ini, Dimas mengajak umat Katolik untuk mengikuti perayaan Ekaristi setiap hari jam 6 pagi di Gereja Paroki Santo Petrus dan Paulus Kabanjahe.

Meski demikian, sesuai dengan maksud dari tulisan ini, maka artikel ini tetap dapat pembaca gunakan menjadi sarana untuk memberikan masukan terhadap pembelajaran Bahasa Inggris yang kami lakukan sehingga terjadi penyempurnaan berkelanjutan.

Saran terkait apa saja? Kita boleh menyasar aspek manapun dari sebuah kotbah: aspek penyampaian (delivery), isi, struktur atau bahkan aspek teknikal seperti gestur, pengucapan dan pelafalan dan sejenisnya. Saran dan diskusi membangun selalu penting dan berguna, sebagaimana yang kita semua harapkan terjadi pada semua institusi pendidikan, terutama pembinaan calon imam kita. Bagaimanapun, pembinaan calon imam sekarang akan ikut menentukan keberlangsungan Gereja di masa depan.


Post Scriptum:

This is a late post. This sermon was delivered almost a year ago. Somehow, due to several limitations on my behalf, I have been only able to publish its update this content to all of you my dear readers. Mistakes are on my side.

Video penyampaian kotbah ini dapat kita saksikan di kanal Youtube SPP Kabanjahe.

Sermon on the Indonesian Independence Day 2024: “Don’t Forget Your Obligations”

Don’t Forget Your Obligations

Preacher: Frater Noza Nazarius Ginting Suka

MERDEKA!!!

My beloved brothers and sisters,

We should be grateful for the increasing age of our nation today. This independence is the result of the hard work of the heroes who were willing to  sacrifice everything for this nation. It is only right that we continue their struggle  by filling this Independence. However, in reality many people  today blame this Independence. Especially people who have positions in government who sometimes forget their obligations and often act based on lust.

This independence is God’s gift to the Indonesian nation. With independence, we envision a country that is united, sovereign, just and prosperous. Therefore, it is appropriate for people who hold positions in government to strive to promote general welfare, make the life of the nation intelligent, and provide a sense of security for the citizens of their nation. In accordance with the advice from the book of Sirach which is the first reading today.

Jesus answer to those who wanted to test Him in today’s Gospel reading should make us aware that we tend to forget our obligations; we only remember our rights. We forget our obligations both as God’s people and as Indonesian citizens.

A concrete example that can be seen in everyday life is where we only ask God to grant our requests and ask the government to listen to the voice of the people; but we forget to do our duty to dedicate our lives to God and help government programs. We already have a perfect model to imitate, namely Christ who did not forget His obligations.

Let us dedicate our lives to God and honor our heroes by filling this Independence. The steps we can take are: fighting for justice and love; fostering unity and harmony, both within the family and within this nation. Don’t ask what God has given us because in fact He has given us a lot, including our breath of life; but ask what we have done for God. Also don’t ask what this country has given you but ask what you have given to your country. So that at the age of 79 years of our nation’s founding we can focus on preparing ourselves for a “Golden Indonesian” later.

Happy Independence Day.

Lord Jesus bless us all.

Amen.


Post Scriptum:

This is a late post. This sermon was delivered almost a year ago. Somehow, due to several limitations on my behalf, I have been only able to publish its update this content to all of you my dear readers. Mistakes are on my side.

Ini adalah teks kotbah/renungan dalam Bahasa Inggris yang disusun, diterjemahkan dan disampaikan oleh seorang calon imam diosesan Keuskupan Agung Medan, Noza Nazarius Ginting Suka. Saat ini Noza berada pada formasi awal pembinaan calon imam sebagai seorang frater Pra-TOR (Pra-Tahun Orientasi Rohani).

Sejak awal – Saya sebagai pengajar Bahasa Inggris dan para frater tersebut – menyepakati untuk menantang diri untuk mencoba melakukan hal-hal baru dalam Bahasa Inggris. Kesepakatan ini adalah buah dari keinginan dari Noza dan teman seangkatannya untuk terus mengasah kemampuan berbahasa Inggris mereka melalui praktek dan/atau proyek yang berkaitan dengan tugas-tugas mereka di masa depan ketika mereka ditahbiskan sebagai imam. Berkotbah atau menyampaikan renungan adalah salah satunya.

(Masih ada beberapa proyek lain. Ingatkan Saya untuk tetap memberi update tentang proyek-proyek mereka. Jangan ragu: Semua orang beriman memiliki hak dan kewajiban untuk memberi perhatian pada pembinaan calon imam mereka).

Harapannya, mereka semakin terdorong dan percaya diri untuk semakin total memberi diri dalam target jangka panjang, yakni “to immerse oneself into English” sebagai konsekuensi konret dari keinginan untuk menguasai Bahasa Inggris (mastering English) sedemikian sehingga nanti di masa depan mereka dapat berkomunikasi secara aktif.

Sebagai calon imam yang baru saja menamatkan pendidikan dari SMA Seminari Menengah, maka patut diduga mereka belum dibekali dengan cukup terkait pengetahuan filsafat dan teologi yang perlu untuk itu. Maka, guna memastikan ortodoksi dengan ajaran Gereja, maka sebelum kami – frater pembawa renungan dan Saya – menterjemahkan dan melatih cara penyampaiannya, maka terlebih dahulu setiap teks diperiksa dan dikoreksi oleh Pastor pendamping (chaplain), entah oleh Pastor Rektor Pra-TOR RD Johannes Sihombing atau oleh Magister Spiritualis RD Anton Nguyen van Viet.

Oh iya. Ada yang unik dengan sosok frater yang satu ini. Saat perkenalan pada pertemuan pertama di kelas, sebenarnya Noza mengaku bahwa ada banyak hal yang dialaminya di masa lalu yang membuat dia tidak begitu tertarik untuk belajar Bahasa Inggris. Namun, setelah mendengar bahwa sebagai calon imam diosesan yang oleh Uskup diminta untuk serius belajar terutama sebagai persiapan atas banyak hal untuk tugas-tugasnya sebagai imam di masa depan kelak, Noza menawarkan diri untuk tampil pertama kali di antara para frater Pra-TOR angkatan 2024/2025. Seperti biasa: another credit for any student who show initiative. Good job.

Sesuai dengan maksud dari tulisan ini, maka artikel ini dapat pembaca gunakan menjadi sarana untuk memberikan masukan terhadap pembelajaran Bahasa Inggris yang kami lakukan sehingga terjadi penyempurnaan berkelanjutan.

Saran terkait apa saja? Kita boleh menyasar aspek manapun dari sebuah kotbah: aspek penyampaian (delivery), isi, struktur atau bahkan aspek teknikal seperti gestur, pengucapan dan pelafalan dan sejenisnya. Saran dan diskusi membangun selalu penting dan berguna, sebagaimana yang kita semua harapkan terjadi pada semua institusi pendidikan, terutama pembinaan calon imam kita. Bagaimanapun, pembinaan calon imam sekarang akan ikut menentukan keberlangsungan Gereja di masa depan.


Video penyampaian kotbah ini dapat kita saksikan di kanal Youtube SPP Kabanjahe.

Kotbah Hari Minggu Paskah VII (Hari Komunikasi Sedunia 2025): “Ut Omnes Unum Sint”

Sermon on the World Communication Day 2025

“Ut Omnes Unum Sint”
(That They May All Be One)

My beloved brother and sisters,

Through words we express all our affections, thoughts, and all other things that we can understand. That is what we called by “communication”, the process in which we share our thoughts and ideas in a way that we understand and connect to each other. However, in today’s world there are kinds of communication and unfortunately some of them turn out to head another way.

Dear brothers and sisters,

The world we know today faces various events and sadly conflicts are many among them. The term “battle” does not only the old school physical place, but also occur in mind, words, and deeds that often result in unending chaos. This kind of realisation make the communication appear allegorically as “two-bladed knife”: is it a unifying device or the other way around, a dividing means?

Brothers and sisters in Christ,

“We must first listen” said Pope Francis following an extract from the message of His Holiness on the occasion of the 50th World Communication Day celebrated on 8th May 2016. The exact same message is also pronounced by His Holiness Pope Leo (the) XIV, congratulating to Napoli football club in Italy, when he emphasizes the importance of the unifying spirit in football just like any other sport due to their philosophy and core values. As Catholics we do not regard this saying as a source for controversy but rather as a beautiful example that even as the highest leader of more than one million of Catholic faithful around the world, representing the whole Church he truly listens to what happen with his people. Only after listening to the joy and sorrow of the people, the Church later gives response. On this case it is Pope Francis to the football fans.

In today’s reading of the mass the Church teaches us through the example of Saint Stephen when he responded to those people who despised him, mocked him, and even scorned him with stones. Saint Stephen talked to them with mercy and compassion, not with anger. Even stoned, he did not curse but he begged for mercy upon them because he was full of Holy Spirit. This story might sound cool yet it is so hard to do. In our reality nowadays many people easily offended, almost by anything, and when they feel so, usually, they strike back straight-forward without pausing for a minute to take discernment on what should be done instead.

Brothers and sisters,

People tend to react rather than to respond. What is the difference on those two? Reaction is spontaneous, many times without filters. Meanwhile responding means listening first, giving a fair thought about what is really happening and then and only just then we decide what kind of answer we should reply or not giving any verbal reply at all. This is important so that we are not easily triggered and to keep everything under control.

Beloved brothers and sisters,

As believer we should have love and compassion and communicate using those Christian values. In Revelation, the Church reminds us that Jesus did not leave us in confusion and fear. Jesus clearly said all God’s promises without fear. His way of communicating is convincing and comforting. This should enlighten us on how we communicate on daily basis in which we are bombarded by hoaxes, panicked messages, evil propaganda, and kinds of them: we are called to be the bearer of good news. And what is the good news? It is that Jesus is alive and he will come again.

My beloved brothers and sisters,

We are all unified in Christ. The preaching we deliver in our life eventually will unite us all. Let us together be the preacher full of love and compassion, not judging but giving hope and encouragement instead. May Lord Jesus always be with us, accompanying us in our unending pilgrimage.

Lord Jesus bless us. Amen.


Ini adalah teks kotbah/renungan dalam Bahasa Inggris yang disusun, diterjemahkan dan disampaikan oleh seorang calon imam diosesan Keuskupan Agung Medan, Frater Antonius Sagala. Saat ini Antonius berada pada formasi awal pembinaan calon imam sebagai seorang frater Pra-TOR (Pra-Tahun Orientasi Rohani) di Kabanjahe.

Sejak awal – Saya sebagai pengajar Bahasa Inggris dan kedua belas frater tersebut – menyepakati untuk menantang diri untuk mencoba melakukan hal-hal baru dalam Bahasa Inggris. Yang belum pernah mereka alami di Seminari Menengah. Kesepakatan ini adalah buah dari keinginan dari Antonius dan teman seangkatannya untuk terus mengasah kemampuan berbahasa Inggris mereka melalui praktek dan/atau proyek yang berkaitan dengan tugas-tugas mereka di masa depan ketika mereka ditahbiskan sebagai imam. Berkotbah atau menyampaikan renungan adalah salah satunya.

(Masih ada beberapa proyek lain. Ingatkan Saya untuk tetap memberi update tentang proyek-proyek mereka. Jangan ragu: Semua orang beriman memiliki hak dan kewajiban untuk memberi perhatian pada pembinaan calon imam mereka).

Harapannya, mereka semakin terdorong dan percaya diri untuk semakin total memberi diri dalam target jangka panjang, yakni “to immerse oneself into English” sebagai konsekuensi konret dari keinginan untuk menguasai Bahasa Inggris (mastering English) sedemikian sehingga nanti di masa depan mereka dapat berkomunikasi secara aktif.

Sebagai calon imam yang baru saja menamatkan pendidikan dari SMA Seminari Menengah, maka patut diduga mereka belum dibekali dengan cukup terkait pengetahuan filsafat dan teologi yang perlu untuk itu. Maka, guna memastikan ortodoksi dengan ajaran Gereja, maka sebelum kami – frater pembawa renungan dan Saya – menterjemahkan dan melatih cara penyampaiannya, maka terlebih dahulu setiap teks diperiksa dan dikoreksi oleh Pastor pendamping (chaplain), entah oleh Pastor Rektor Pra-TOR RD Johannes Sihombing atau oleh Magister Spiritualis RD Anton Nguyen van Viet.

Oh iya. Yang unik dari Antonius adalah kemauannya untuk menawarkan diri secara inisiatif untuk menjadi pembawa kotbah pertama ketika teman-teman lainnya masih ragu. Ini hal yang baik. Sebab benar, there is always a first time for everyone. Dan siapa yang berani menawarkan diri tampil pertama kali berarti memiliki kesadaran bahwa kerap kesempatan “first time” itu harus diciptakan dan dijemput, bukan ditunggu.

Sesuai dengan maksud dari tulisan ini, maka artikel ini dapat pembaca gunakan menjadi sarana untuk memberikan masukan terhadap pembelajaran Bahasa Inggris yang kami lakukan sehingga terjadi penyempurnaan berkelanjutan.

Saran terkait apa saja? Kita boleh menyasar aspek manapun dari sebuah kotbah: aspek penyampaian (delivery), isi, struktur atau bahkan aspek teknikal seperti gestur, pengucapan dan pelafalan dan sejenisnya. Saran dan diskusi membangun selalu penting dan berguna, sebagaimana yang kita semua harapkan terjadi pada semua institusi pendidikan, terutama pembinaan calon imam kita. Bagaimanapun, pembinaan calon imam sekarang akan ikut menentukan keberlangsungan Gereja di masa depan.


Video penyampaian kotbah ini dapat kita saksikan di kanal Youtube SPP Kabanjahe.

Sermon on the Pentecost Day 2025: “Receive the Holy Spirit”

Sermon on the Pentecost Day 2025

“Receive the Holy Spirit”

PREACHER: FRater ANDREO FRANCISCO SITEPU

“Send forth your Spirit and renew the face of the earth”

Happy Birthday! Happy Pentecost Day!

During the whole week after Ascension Day, the Church pray: “Come, Holy Spirit, fill the hearts of Your faithful and kindle in them the fire of Your love”. And here comes today, the day we as Catholic Church commemorate Pentecost, namely the descent of the Holy Spirit upon the apostles.

My beloved brother and sisters,

In the first reading of the Mass today, we listen to the story of Pentecost. Holy Spirit descended with a rushing wind and tongue of fire, resting upon each of them. The disciples initially were afraid, doubtful, anxious but now they are encouraged to go out from their hiding places to preach the Gospel everywhere. Fascinatingly, all the words coming from their mouths can now be understood by multiple people with various background of language and culture.

My brothers and sisters,

In the second reading, Apostle Paul, admonished the faithful in Rome, so that they live in Spirit. Paul urges them to live in the Spirit, not carnal desires because those who are controlled by carnal desires, are not favoured by God. God want His people to put first the heavenly happiness not the earthly one.

“Peace be upon you” (Arab: ‘assalamualaikum‘) 

Jesus said this greeting twice as His earnestness to grant us eternal peace. This took place when Jesus appeared Himself to the apostles. In the Gospel of John today, Jesus send His disciples true the Holy Spirit. From this event of Pentecost, the Church is born. That is why it is correct for us to greet each other “Happy Birthday”. The same Spirit transform our lives and enables us to be the faithful and reliable witnesses of Christ around the world. It is the Holy Spirit who enables us to live according to God’s will, to follow His teachings and to grow our faith in holiness in hope for the eternal heavenly peace.

Dear brothers and sisters,

Wherever and whenever the Holy Spirit works, there and at that time we will see the understanding hearts, compassion, acceptance and forgiveness. Just as the Holy Spirit enables the apostles to understand various people from various cultures and nationalities, let us open our hearts as well to the Holy Spirit so shat as a unity of the Church we can understand other people and to be understood back through our loving, dear and honest way of living.

Beloved brothers and sisters,

Holy Spirit is our guardian in living the love and spread the love to our fellow human beings just as God’s command. Thereby, the event of Pentecost is not just a story in the past, but truly is still happening and will continuingly happen in our live. The Holy Spirit is always be with us, guides us to know God deeper, not in mere cognitive knowledge but also through the living relation in our hearts, personal life and fraternity. May the Holy Spirit enable us to see God with the living faith, not through in our physical eye. Allow me to pray through this verses of classic Pentecost Hymn:

Veni Creator Spiritus
Mentes tuorum visita
Imple superna gratia
Quae tu creasti pectora.

Deo Patri sit gloria
et Filio, qui a mortuis
surrexit, ac Paraclito
in saeculorum saecula. Amen

May God the Father, the Son and the Holy Spirit always be with us and enable us to be His loyal witness in truth and love. Amen.


Ini adalah teks kotbah/renungan dalam Bahasa Inggris yang disusun, diterjemahkan dan disampaikan oleh seorang calon imam diosesan Keuskupan Agung Medan, Frater Andreo Francisco Sitepu. Saat ini Andreo berada pada formasi awal pembinaan calon imam sebagai seorang frater Pra-TOR (Pra-Tahun Orientasi Rohani).

Sejak awal – Saya sebagai pengajar Bahasa Inggris dan para frater tersebut – menyepakati untuk menantang diri untuk mencoba melakukan hal-hal baru dalam Bahasa Inggris. Kesepakatan ini adalah buah dari keinginan dari Andreo dan teman seangkatannya untuk terus mengasah kemampuan berbahasa Inggris mereka melalui praktek dan/atau proyek yang berkaitan dengan tugas-tugas mereka di masa depan ketika mereka ditahbiskan sebagai imam. Berkotbah atau menyampaikan renungan adalah salah satunya.

(Masih ada beberapa proyek lain. Ingatkan Saya untuk tetap memberi update tentang proyek-proyek mereka. Jangan ragu: Semua orang beriman memiliki hak dan kewajiban untuk memberi perhatian pada pembinaan calon imam mereka).

Harapannya, mereka semakin terdorong dan percaya diri untuk semakin total memberi diri dalam target jangka panjang, yakni “to immerse oneself into English” sebagai konsekuensi konret dari keinginan untuk menguasai Bahasa Inggris (mastering English) sedemikian sehingga nanti di masa depan mereka dapat berkomunikasi secara aktif.

Sebagai calon imam yang baru saja menamatkan pendidikan dari SMA Seminari Menengah, maka patut diduga mereka belum dibekali dengan cukup terkait pengetahuan filsafat dan teologi yang perlu untuk itu. Maka, guna memastikan ortodoksi dengan ajaran Gereja, maka sebelum kami – frater pembawa renungan dan Saya – menterjemahkan dan melatih cara penyampaiannya, maka terlebih dahulu setiap teks diperiksa dan dikoreksi oleh Pastor pendamping (chaplain), entah oleh Pastor Rektor Pra-TOR RD Johannes Sihombing atau oleh Magister Spiritualis RD Anton Nguyen van Viet.

Oh iya. Sesuai dengan maksud dari tulisan ini, maka artikel ini dapat pembaca gunakan menjadi sarana untuk memberikan masukan terhadap pembelajaran Bahasa Inggris yang kami lakukan sehingga terjadi penyempurnaan berkelanjutan.

Saran terkait apa saja? Kita boleh menyasar aspek manapun dari sebuah kotbah: aspek penyampaian (delivery), isi, struktur atau bahkan aspek teknikal seperti gestur, pengucapan dan pelafalan dan sejenisnya. Saran dan diskusi membangun selalu penting dan berguna, sebagaimana yang kita semua harapkan terjadi pada semua institusi pendidikan, terutama pembinaan calon imam kita. Bagaimanapun, pembinaan calon imam sekarang akan ikut menentukan keberlangsungan Gereja di masa depan.


Video penyampaian kotbah ini dapat kita saksikan di kanal Youtube SPP Kabanjahe.

 

Simon Vaz dan Frater Pra-TOR Keuskupan Agung Medan

Hari ini Jumat, 18 Oktober 2024.

Dua hari lagi, Prabowo Subianto akan dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia. Menggantikan Presiden Joko Widodo yang akan mengakhiri dua periode berturut-turut masa jabatannya. Yupz, benar. Anda, Saya dan ratusan juta penduduk Indonesia sebentar lagi akan memiliki presiden baru.

Berbagai macam dinamika perpolitikan yang malang-melintang di berbagai media massa terkait berbagai ketidakberesan Pemilu, bagaimanapun, akan segera menemukan titik ekuilibrium atau titik keseimbangannya. Entah apapun dan dimanapun posisi Anda saat ini dan masa-masa menjelang Pemilu yang lalu, ini adalah fakta yang akan kita alami bersama. Setidaknya untuk 5 tahun ke depan. Sebaiknya kita isi dengan rasa syukur dan optimisme.

Kita akan mengalami kepemimpinan dengan presiden baru, kabinet baru, dan kemungkinan-kemungkinan situasi baru akibat berbagai janji kampanye yang semoga bisa terlaksana, semata demi Indonesia yang semakin berkemajuan. Sebaiknya tetap kita bekerja sesuai panggilan kita dan berdoa sesuai cara yang kita yakini masing-masing supaya tujuan mulia ini tercapai.


Ini bulan ketiga Saya menjadi seorang pengajar Bahasa Inggris di Rumah Pembinaan Pra-Tahun Orientasi Rohani Santo Yohannes Maria Vianney Keuskupan Agung Medan di Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Biasa disingkat Pra-TOR KAM. Gedungnya bersebelahan dengan pastoran Paroki Santo Petrus dan Paulus Kabanjahe. Beberapa Keuskupan lain di Indonesia juga tampaknya sudah mulai mendirikan rumah pembinaan Pra-TOR untuk calon-calon imam di wilayah mereka. Murid-murid yang Saya ajari Bahasa Inggris ini berjumlah empat belas orang. Mereka angkatan keempat sejak Pra-TOR KAM dibuka (menurut keterangan dari Rektor).

Saya dan para para frater yang menjadi murid-murid Saya menyepakati untuk menamai diri mereka sebagai seorang Presoyan, akronim dari PreSpiritual Orientation Year. Kesepakatan serupa sudah berhasil pula Saya buat dengan kakak tingkat setahun di atas mereka, ketika kami berproses selama 1 bulan dalam Kursus Intensif ESP (English for Special Purpose) di Paroki Santo Yosep Jalan Bali Pematangsiantar bulan Juni – Juli 2024 yang lalu.

Dalam dinamika pembinaan bersama mereka, Saya menangkap nada yang sama dalam harapan mereka secara umum. Mereka ingin dengan lancar menjalani tahun pembinaan ini. Sebagai frater Pra-TOR, mereka berharap dapat dengan lancar mengikuti setiap proses formasi selanjutnya: tamat dari Pra-TOR, lanjut ke TOR (Tahun Orientasi Rohani), menamatkan gelar Sarjana Filsafat dari STFT, menyelesaikan masa TOP (Tahun Orientasi Pastoral), menyelesaikan tesis S-2 di kampus yang sama, ditahbis diakon, hingga akhirnya ditahbis menjadi seorang imam diosesan.

Jika ini terjadi, maka mereka akan mengambil peran dalam melanjutkan karya Simon Vaz, imam diosesan berkebangsaan Portugis yang mengawali berdirinya umat Katolik di Nusantara dengan membaptis orang-orang Moro di Halmahera Utara pada 1534. Simon Vaz kemudian dibunuh di Pulau Moratai setahun kemudian, dan menjadi martir pertama di Indonesia.

Sebagai seorang imam diosesan, nantinya – bersama dengan senior mereka termasuk Pak Rektor RD Yohannes Fransiskus Sihombing, Magister Spiritualis RD Anton Nguyen van Viet (berkebangsaan Vietnam), Parokus RD Sautma Toho Maruba Simanullang, Vikaris Parokial RD Lukman Pandiangan dan imam-imam diosesan lainnya di dalam dan luar Keuskupan Agung Medan – mereka akan diuji: mampukah mereka menunjukkan identitas dan spiritualitas seorang imam diosesan sebagai “akar tunggang Gereja Katolik (di) Indonesia“.


Lantas, apa hubungan imam diosesan Indonesia dan kepemimpinan Presiden baru Indonesia?

Bersama para imam biarawan yang jumlah lebih banyak (meskipun tetap kurang untuk melayani secara maksimal), para imam diosesan akan menjadi klerus yang mendampingi seluruh umat Katolik di Indonesia – yang prosentasinya cukup minor dalam demografi Indonesia. Artinya, segala kegembiraan dan harapan (gaudium et spes) dari umat Katolik dan non-Katolik di Indonesia di bawah kepemimpinan presiden yang baru ini akan menjadi kegembiraan dan harapan mereka juga.

Apa yang istimewa dengan imam diosesan ini? Megapa harus dibedakan dengan imam lainnya dari aneka tarekat dan biara? Sebagai pembantu Uskup, yang tanpa mereka Uskup disebut oleh RD Y. Gunawan seperti “macan ompong”, mereka cukup lama dibiarkan tidak dikenal secara baik oleh umat Katolik sendiri. Sematan julukan sebagai “imam kelas dua” (tweede klas priester) dalam periode yang cukup lama terutama oleh Gereja Zaman Kolonial dan identitas yang kerap dipeyorasi sebagai “imam sekular” adalah dua diantara sekian banyak fenomena yang harus mereka hadapi. Begitu sikap yang harus dimiliki para imam diosesan, pun dengan para frater calon imam diosesan ini.

Sampailah kita pada poin tunggal pembahasan pada tulisan singkat ini: bahwa irisan identitas antara umat dari agama Katolik dan menjadi warga negara Indonesia sebenarnya tak perlu dipersoalkan.

Mengapa demikian? Sebab sejatinya kedua identitas ini bersatu, tidak terpisah apalagi bertentangan. Bukan tanpa sebab, organisasi  berlabel Katolik setua PMKRI, misalnya, sejak awal mendaku akan memperjuangkan kemajuan Indonesia dengan semboyan 100% Katolik, 100% Indonesia. Padahal, embrio PMKRI sudah ada bahkan sebelum Indonesia memproklamasikan diri.

Selanjutnya, bagaimana mereka – para imam diosesan ini – bisa betul secara meyakinkan hadir dan mendengar kegembiraan dan harapan dari umat Katolik Indonesia yang mereka gembalakan?

Inilah yang sejak awal mereka harus tanamkan: bahwa ada hal-hal yang secara keliru dianggap terpisah bahkan bertentangan oleh para penganut ideologi-ideologi sekularistik. Para imam diosesan harus secara meyakinkan memperlihatkan bahwa sebenarnya hal-hal itu satu.

Maka, para imam diosesan dan calon imam diosesan itu – dalam proses panjang formasi dan kehadiran bersama umat Katolik dan non-Katolik di Indonesia, tahu mengapa sejak awal mereka memilih menjadi imam diosesan, pembantu Uskup, pegawai negeri-nya atau pamong praja-nya Uskup; dan bukan imam biarawan yang harus taat pertama-tama dengan petinggi tarekat dan biara mereka.

Ketua STF Driyarkara, RD Simon Petrus L Tjahjadi, dalam epilog buku yang ditulisnya “Mission Breaktrough – Narasi Kecil Imam Diosesan di Indonesia”  meringkas dengan baik bagaimana imam diosesan harus memperlihatkan secara meyakinkan kesatuan yang dimaksud. Saya sadur seperlunya:

Penghayatan hidup imamat seorang imam diosesan perlu memperlihatkan secara meyakinkan bersatunya:

  1. Cinta, kepercayaan dan pelayanan kepada Allah – dan – pelayanan dan kepercayaan kepada manusia
  2. Iman dan akal budi
  3. Karisma dan jabatan
  4. Individualitas dan komunitas
  5. Kepemilikan dan lepas-bebas
  6. Selibat dan seksualitas
  7. Religius dan sekuler
  8. Altar dan pasar
  9. Hidup doa dan kerasulan
  10. Agama dan kemanusiaan.

Demikianlah seorang calon imam diosesan perlu belajar dan memahami pasangan nilai-nilai ini. Nilai-nilai yang dulu diperlakukan dengan dikotomi ketat padahal adalah satu kesatuan, saling melengkapi.

Maka, jika ke depan para frater ini melanjutkan rangkaian pembinaan sebagai calon imam diosesan, mereka memiliki alasan dan semangat yang konsisten untuk membina diri hingga ditahbis menjadi seorang imam diosesan. Sebaiknya seorang frater Pra-TOR menjalani formasi setahun ini dengan rasa syukur dan optimisme.

Jika kelak mereka menjadi imam diosesan dan berkarya di Gereja Katolik Indonesia, mereka memiliki alasan dan semangat yang konsisten untuk tetap hadir bersama warga Indonesia, mendengarkan kegembiraan dan harapan bangsa Indonesia: Katolik dan non-Katolik. Baik pada pemerintahan Presiden Prabowo maupun presiden-presiden selanjutnya.


Sebagai seorang pengajar yang diberi kesempatan untuk terlibat dalam pembinaan mereka, Saya merasa ini tugas yang cukup menantang. Kalau begitu, Saya harus membaca lebih banyak lagi, mendengar lebih banyak, mengalami lebih banyak. Sepertinya memang harus belajar lebih lagi.