Mencinta Itu Tanpa Karena

Sebagai sebuah judul lagu, “Tanpa Karena” adalah frasa yang cukup mencuri perhatian penikmat musik. Meski Saya bukan seorang penikmat musik sejati, Saya termasuk salah seorang diantaranya. Judul yang sedikit ‘nyeleneh’ ini seperti hendak menubruk tembok rasionalitas yang umum kita pahami, yakni bahwa hukum kasualitas itu berlaku selama kita hidup.

Tanpa Karena awalnya dikenalkan oleh seseorang kepada Saya. Kemudian, saat senggang,  Saya mencoba untuk mendengarnya. Yuk, kita dengarkan bersama-sama.

Sekali lagi, selain menarik, Tanpa Karena juga ternyata mendorong. Buktinya, Saya terdorong untuk mendengarnya, lagi dan lagi.

Lagu ‘Tanpa Karena’ yang diciptakan dan dipopulerkan oleh Fiersa Besari atau yang biasa dipanggil ‘Bung’ ini dirilis pada tanggal 29 Oktober 2015 dalam sebuah Album Buku ‘Konspirasi Alam Semesta’ yang juga ditulis oleh Fiersa Besari.

Barangkali lagu ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat karena lagu ini hanyalah bagian dari buku karangan Fiersa Besari juga, yakni ‘Konspirasi Alam Semesta’.


Berikut lirik lengkapnya.

Ku tak peduli kalau kau bukan yang termanis
Ku tak peduli kalau kau bukan yang terpintar
Kau istimewa walau terkadang menyebalkan
Ketidaksempurnaanmu menyempurnakanku

Kita punya seribu alasan untuk menyudahi
Kita punya sejuta alasan untuk melanjutkan

Rasa ini tak kenal kedaluwarsa
Tak perlu selamanya, cukup sampai ujung usia
Lewati susah-senang pantang menyerah
Karena aku menyayangimu tanpa karena

Kelak tatkala usia kita delapan puluh
Dan tidak mampu lakukan apa-apa lagi
Uban keriput memenuhi kepala kita
Ku ‘kan menemanimu di kursi goyang
Kita bercerita tentang masa muda

Rasa ini tak kenal kedaluwarsa
Tak perlu selamanya, cukup sampai ujung usia
Lewati susah-senang pantang menyerah
Karena aku menyayangimu tanpa karena

Menjadi orang pertama kulihat setelah bangun
Menjadi orang terakhir kulihat sebelum tidur

Rasa ini tak kenal kedaluwarsa
Tak perlu selamanya, cukup sampai ujung usia
Lewati susah-senang pantang menyerah
Karena aku menyayangimu tanpa karena

Tak perlu selamanya, cukup sampai ujung usia
Lewati susah-senang pantang menyerah
Karena aku menyayangimu tanpa karena

‘Tanpa Karena’ dibuka dengan intro dari suara gitar dan kemudian masuk vokal dari Fiersa Besari. Lalu puisi yang menjadi lagu ini perlahan menggugah telinga dan hati pendengar tentang perasaan terhadap seseorang tanpa adanya hukum kausalitas.

Meski tanpa amarah dan caci-maki, Fiersa Besari seolah ingin meneriakkan kepada setiap pencinta bahwa sesungguhnya tidak ada cinta yang datang dengan sebab akibat. Masalah dambaan hati tidak pernah “disebabkan”. Hati datang dengan caranya sendiri, bahkan kita tidak bisa memilih karena Tuhan yang memilihkan dan kita yang menjadi korban dengan konsekuensi kekecewaan dan bonus kebahagiaan. Ia pun melanjutkan penggambarannya bahwa untuk menyayangi seseorang tidak perlu selamanya, cukup sampai ujung usia  (yang lebih realistis tapi anehnya lebih romantis).

Pesan yang ingin disampaikan pada lagu ini ialah: Sayangilah tanpa harus ‘disebabkan’. Hukum Kausalitas tidak berlaku dalam urusan hati. Tidak dibutuhkan sebuah alasan untuk menyayangi. Walaupun ada kekurangan dalam diri, maka akan saling menyempurnakan.


(Disempurnakan dari tulisan Agnes Sitorus, siswi XII IPA 3 SMA Budi Mulia Pematangsiantar, TA 2019/2020)

Impian Sarang

Foto: Indoartnow

Deskripsi

Lukisan karya pelukis Mulyo Gunarso ini berjudul “Impian Sarang”. Karya ini digarap pada tahun 2012 dengan ukuran 130×150 cm menggunakan cat akrilik pada kanvas. Lukisan yang berjudul “Impian Sarang” tersebut menampilkan subject matter sebuah sarang burung dengan keadaan alam yang indah di dalamnya. Alam yang digambarkan berupa gunung dan persawahan yang keadaannya masih alami dan indah. Subjek pendukung pada lukisan berupa pohon kering tau mati yang terlihat seperti habis dibakar dan awan pada background yang digarap secara transparan. Unsur warna yang terdapat pada subject matter adalah : warna coklat pada sarang, warna hijau pada pepohonan, kuning pada sawah dan biru keabu-abuan untuk warna gunung. Sedangkan untuk background, terdapat warna putih dan abu-abu yang terlihat transparan.

Dari segi teknik pembuatan karya, lukisan “Impian Sarang” digarap dengan teknik dry brush yaitu teknik sapuan kering. Bentuk atau form dari karya Gunarso ialah realistik dengan gaya surealisme. Proses penciptaannya terlihat penuh persiapan dan cukup matang tercermin dari hasil karyanya yang rapi, rumit, dan tertata. Gunarso sepertinya asyik bermain-main dengan komposisi. Ia mencoba menyampaikan kegelisahanya dalam bentuk karya dua dimensi yang menyiratkan segala kegelisahan melalui torehan kuas di kanvas dengan pilihan warna- warna yang menjadi karakter dalam karya lukisnya.

Analisis Formal

Representasi visual ditampilkan dengan bentuk realis yang terencana, tertata dan rapi, sesuai dengan konsep realis yang menyerupai bentuk asli suatu objek. Penggunaan gelap terang warna juga telah bisa memvisualisasikan gambar sesuai nyata. Penggarapan background yang transparan dengan warna abu-abu kontras dengan warna sarang yang entah disadarinya atau tidak. Sehingga jika dilihat dari kejauhan, background itu sendiri malahan lebih menarik perhatian audien dari pada subjek utamanya.

Dalam berkarya Gunarso mampu mengemas karyanya hingga memiliki karakter tersendiri yang mencerminkan bagian dari kegelisahan, latar belakang serta konflik yang disampaikan kepada audien, bagaimana dia mampu menarik dan memancing audien untuk berinteraksi secara langsung dan mencoba mengajak berfikir tentang apa yang dirasakan olehnya tentang issu yang terjadi di dalam negerinya, kegelisahan tentang kerusakan yang semakin parah.

Interpretasi

Dalam setiap karya seni sudah pasti terdapat makna dan pesan yang ingin disampaikan oleh seniman kepada audien atau masyarakatumum. Agar dapat mengetahui makna dan pesan dalam karya seni yang ingin disampaikan, kita membutuhkan intepretasi/ penafsiran untuk memaknainya yang didahului dengan mendeskripsikan. Dalam mendeskripsikan suatu karya seni, setiap orang mungkin saja sama karena mendeskripsikan adalah berkaitan dengan apa yang dilihatnya, tetapi dalam menafsirkan akan berbeda karena adanya perbedaan sudut pandang atau paradigma dari setiap orang.

Dalam lukisan yang berjudul “Impian Sarang” ini, sang seniman mencoba menampilkan keadaan negeri yang telah banyak kerusakan. Kerusakan tersebut digambarkan pada background yaitu pohon-pohon yang kering tak berdaun dan mati yang seperti terlihat habis dibakar. Selain itu, seniman juga menampilkan gambar asap atau awan yang menggambarkan polusi udara yang dihasilkan dari pabrik, gas buang kendaraan bermotor, dan juga pembakaran hutan yang sering terjadi di negeri kita. Sebenarnya kerusakan yang sudah terjadi di negeri kita bukan hanya pembakaran hutan yang mengakibatkan polusi udara yang parah, tetapi masih banyak lagi seperti banjir, tanah lonsor, kekeringan dan lain sebagainya. Pada lukisan ini seniman memilih pembakaran hutan sebai gambaran kerusakakan negeri kita karena setiap tahun hal itu terjadi dan terus berulang-ulang.

Kemudian pada lukisan ini juga terdapat sebuah sarang burung dengan keadaan alam yang indah di dalamnya. Sarang burung ini diibaratkan oleh seniman sebagai bumi atau negeri kita, yaitu sebagai tempat tinggal, tempat berlindung dan tempat beraktivitas sehari-hari. Sedangkan alam yang indah merupakan impian dari keadaan negeri kita yaitu tanah yang subur, udara yang segar tanpa polusi, air yang jernih dan keadaan yang damai. Keadaan seperti itulah yang sebenarnya diimpikan oleh seniman pada negeri kita.

Perkembangan zaman yang begitu pesat mengakibatkan manusia menjadi serakah, egois, individualis dan acuh tak acuh terhadap sesama juga terhadap alam. Hal inilah yang mengakibatkan kerusakan di negeri kita. Gunarso lewat karya lukisannya ini seolah ingin memberi penyadaran kepada kita, untuk memulai menyelamatkan dan melestarikan alam negeri kita.

Penilaian

Penialaian keindahan suatu karya seni tidak hanya berdasar objek yang dilukis tetapi juga menyangkut isi dan makna. Pada lukisan “Impian Sarang” ini merupakan karya yang berkualitas, karena selain unsur visualnya digarap dengan serius, lukisan ini juga sarat akan pesan moral. Lukisan ini bukan  memesis mutlak tanpa makna. Ada emosionalitas dan kepribadian Gunarso yang tertangkap dalam upayanya menyampaikan gagasan.


Penulis: Kevin Willys N. Samosir, siswa XII IPA 4 SMA Budi Mulia Pematangsiantar

Kejar Cintamu Meski Ia Tak Pernah Pergi.

Never Gone merupakan film China yang disutradarai oleh Zhou Tuoru, yang bercerita tentang percintaan. Dibintangi oleh aktor dan aktris terkenal Kris Wu (sebagai Cheng Zhen) dan Liu Yifei (sebagai Su Yun Jin) membuat penonton menaruh harapan besar terhadap film ini. Film ini pernah menduduki puncak peringkat Box Office negara itu, kemudian menghasilkan 70 juta yuan (S $ 14,1 juta) pada hari pertama. Ini meraup CN ¥ 336,6 juta di Tiongkok dan US $ 50,2 juta di seluruh dunia.

Kritik saya ini hanya akan memuat keterkaitan antara judul, genre, dan isi (ekspresivistik). Film ini diawali seorang wanita (Su Yun Jin) yang pindah ke sebuah sekolah terkenal di tengah kota. Ketika ia masuk ke sekolah itu Su Yun Jin kesulitan untuk mendapatkan nilai bagus. Kemudian ada seorang lelaki (Cheng Zhen) yang duduk tepat di belakangnya menawarkan diri untuk mengajarinya. Setelah selang waktu yang lama akhirnya Su Yun Jin bisa mendapatkan nilai yang bagus. Namun tanpa disadari Cheng Zhen menaruh hati padanya.

Pada waktu pesta perpisahan sekolah Cheng Zhen mengajak Su Yun Jin untuk berdansa, sewaktu mereka berdansa tiba-tiba lampu padam. Refleks, Cheng Zhen memeluk Su Yun Jin. Su Yun Jin pergi namun Cheng Zhen ikut mengejarnya. Ketika Cheng Zhen menghampiri Su Yun Jin, ia langsung menyatakan perasaannya kepada wanita itu. Namun Su Yun Jin hanya diam dan memberi Cheng Zhen sebuah ciuman.

Beberapa bulan kemudian Su Yun Jin telah kuliah di sebuah universitas yang berbeda dengan Cheng Zhen. Su Yun Jin bekerja di sebuah perpustakaan dan mulai menyukai seorang pria yang bekerja bersama dengannya kemudian berpacaran. Ia mengira bahwa hubungan mereka akan berjalan dengan baik namun kemudian si Cheng Zhen kembali menemukan Cheng Zhen kemudian mengajaknya untuk pergi bersama dengan pacarnya. Ketika pacar si wanita pergi untuk membeli minuman, Cheng Zhen kemudian memeluk Su Yunjin dan mencium bibirnya. Tanpa disadari ternyata pacarnya si Su Yunjin melihat kemudian akhirnya mereka putus.  Setelah itu Cheng Zhen terus berusaha walaupun beberapa kali mendapatkan penolakan dari Su Yunjin sampai akhirnya mereka berpacaran dan tinggal serumah. Namun setelah menjalani hubungan yang cukup lama suatu ketika si perempuan membuat sebuah masalah yang sangat fatal yang membuat Cheng Zhen akhirnya memutuskan untuk berpisah dan pergi meneruskan perusahaan ayahnya yang berlokasi di Amerika Serikat. Setelah itu mereka akhirnya berpisah dan menjalani aktivitas mereka sendiri. Namun setelah waktu lama akhirnya si wanita sadar dan menyusul si pria ke Amerika kemudian akhirnya mereka bersama.


Judul film ini adalah Never Gone dalam bahasa Inggris. Jika kita artikan dalam bahasa Indonesia artinya tak pernah pergi ataupun tak berpaling. Judul film ini menurut saya sangat berhubungan dengan cerita filmnya. Jika kita baca sinopsisnya atau menonton filmnya, si pria (Cheng Zhen) selalu berusaha mendapatkan si wanita ( Su Yunjin). Walaupun ada wanita lain yang menyukai Cheng Zhen tapi dia tidak membalas cinta mereka karena Cheng Zhen hanya berusaha mendapatkan Yunjin. Begitu juga dengan Yunjin walaupun ia juga pernah menjalin hubungan dengan pria lain namun ia tetap mencintai dan berjuang kembali untuk bersama Cheng Zhen. Barangkali inilah pesan moral yang bisa kita ambil dari film ini: Jika kau meyakini seserang adalah cintamu, kejarlah.

Film ini melulu diisi oleh romansa. Pertama, sewaktu pesta perpisahan mereka berdansa, berpelukan dan mereka berciuman di tangga. Juga di scene lainnya mereka berciuman di depan kuil dan juga ada adegan yang panas di sebuah kamar namun hanya menunjukan mereka hanya berciuman saja. Kedua, fokus pada percintaan film ini bukan hanya tentang Cheng Zhen dan Su Yunjin tetapi juga percintaan diantara teman Cheng Zhen dan Su Yunjin.

Adapun kekurangan film ini adalah adanya adegan potongan atau adegan yang dihapus di akhir film ini. Sehingga membuat saya mencari potongan filmnya di berbagai media. Namun walaupun begitu film ini merupakan film yang sangat menarik dan layak ditonton berulang-ulang.


(Disempurnakan dari tulisan Jonathan Hutabarat, siswa XII IPS-1 SMA Budi Mulia Pematangsiantar, T.A. 2019-2020)

Jangan Lupa Bahagia

Siapa yang sudah kenal dengan Kunto Aji atau yang kerap disapa dengan Maskun? Penyanyi asal Yogyakarta ini memulai karir nya sejak menjadi juara ke-4 dalam ajang bakat bernyanyi ‘Indonesian Idol’ musim kelima (2015) dan mulai dikenal masyarakat. Apalagi dia semakin terjun untuk berkarya dalam industri musik Indonesia. Dimulai dari album pertamanya yang berjudul ‘Generation Y’ dilanjutkan dengan album ‘Mantra – Mantra’. Dan dari ‘Mantra – Mantra’ inilah lagu Sulung diciptakan.

Menurut saya, ‘Mantra – Mantra’ berisikan sembilan lagu yang mengangkat mengenai masalah mental manusia. Kunto Aji alias Maskun pernah mengatakan bahwa masalah kesehatan mental bukan melulu tentang orang-orang yang depresi bahkan bunuh diri. Namun, kita juga harus menyadari bahwa sering kali dalam kehidupan sehari-hari, kita merasakan tekanan dari pekerjaan, pendidikan, bahkan percintaan. Maskun mengibaratkan lagu Sulung sebagai jembatan menuju lagu-lagu dalam ‘Mantra – Mantra’. Oleh karena itu, ‘Sulung’ ditempatkan sebagai pembuka. Adapun lagu terakhir sebagai penutup berjudul ‘Bungsu’ menjadi pilihan yang serasi. Sungguh kreatif ya!

Lagu Sulung sendiri dirilis pada tahun 2018. Lagu ini memiliki durasi yang cukup singkat yaitu hanya 1:53 menit dan merupakan lagu bergenre pop. Lagu Sulung ini hanya berisi 2 kalimat yang sama yang diulang-ulang sebanyak 6 kali dan ditutup dengan 1 kalimat berbeda yang menurutku adalah inti dari lagu ini.

Berikut ini video dan liriknya:

Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Yang sebaiknya kau jaga adalah
dirimu sendiri!

Sederhana, menusuk dan menjiwai! Itulah gaya yang dibawakan lagu ini. Menakjubkan untuk didengar ketika butuh dinasehati!
Secara pribadi, lagu Sulung memiliki makna yang cukup menarik dan mendalam bagiku, apalagi karena aku anak sulung (yang paling kuat hehe).

Pada umumnya, anak sulung dituntut menjadi panutan di dalam keluarga khususnya bagi adik-adiknya. Orang sering mengaitkan antara perilaku anak kedua (ketiga, dst.) terhadap si sulung. Dengan begini, masyarakat sering menuntut ini dan itu kepada anak sulung mereka. Aku sadari bahwa sebenarnya mereka menginginkan yang terbaiklah yang terjadi, apalagi si sulung sebagai bibit pembuka keluarga. Namun, di beberapa sisi, ada beberapa permintaan/tuntutan yang kurang sesuai dengan keinginan hati.

‘Sulung’ hadir seolah mendengarkan perasaan tersebut. Lagu ini mengatakan bahwa tidak selamanya kita harus mengikuti tuntunan yang ada di sekitar kita. Terkadang kita perlu memenuhi kebutuhan akan kebahagiaan kita sendiri. Kita juga perlu itu. Tentu itu bisa kita lakukan dengan cara yang sesuai tanpa menyakiti orang lain atau dengan kaidah yang benar.

Di sisi lain, lagu ini juga melatih otot-otot keikhlasan agar lebih kuat, karena pada dasarnya ikhlas itu sangat sulit, perlu dilatih secara rutin.

  • Untuk kalian yang belum ikhlas ditinggal mantan: sudah, relakanlah.
  • Untuk kalian yang di PHP-in seseorang: sudah, cukupkanlah.
  • Untuk kalian yang sedang menjalani LDR: sudah, cukupkanlah.
  • Untuk kalian yang sampai sekarang belum libur: sudah, jalani saja.
  • Untuk kalian yang tidak mempunyai kekasih di tahun baru ini: sudah, bersabarlah.
  • Untuk kalian yang sampai sekarang belum dibalas pesannya oleh perempuan atau lelaki yang kalian sukai: sudah, relakanlah.
  • Untuk kalian yang hubungan percintaan sedang di ujung tanduk: sudah, cukupkanlah.
  • Untuk kalian yang memiliki orang tua yang sering bertengkar: sudah, bersabarlah.
  • Untuk kalian yang pacarnya sudah tidak perhatian lagi: sudah, cukupkanlah.
  • Untuk kalian yang belum mendapatkan pekerjaan: sudah, berusahalah.
  • Untuk kalian yang sudah semester akhir: sudah, wisudalah, bapak dan ibu sudah tua.
  • Untuk kalian yang selalu revisi: sudah, lebih giatlah.
  • Untuk kalian yang mengulang mata kuliah di tahun depan: sudah,  ikhlaskanlah.

Sudah cukup untuk mengingatkannya. Pokoknya kalian wajib mendengar lagu ini. Dan untuk semua kesulitan, keresahan dan rasa sakit yang kalian alami hari ini: sudahlah, relakanlah. Sebab yang harus kau jaga adalah dirimu sendiri.

Dari segi susunan akor/musik, lagu ini cukup menenangkan (apalagi jiwa-jiwa yang sedang lelah 😅). Meskipun, mungkin akan ada muncul anggapan kebosanan dikarenakan bentuk yang berulang-ulang dan susunan akor yang sederhana. Alat musik yang digunakan adalah dominan gitar dan ada beberapa suara tuts piano yang meskipun cukup jarang, namun mendukung suasana lagu ini. Suara Aji juga yang terdengar sendu membuat rasa lagu ini sangat melekat. Apalagi dengan lirik yang diulang-ulang, persis seperti mantra agar tepat menancap di hati pendengarnya. Seolah bisikan-bisikan yang begitu menyejukkan!


(Disempurnakan dari tulisan Fransiska Situmorang, siswi XII IPS-1 SMA Budi Mulia Pematangsiantar, T.A. 2019-2020)

Pascakawin

Sebuah Kritik Seni terhadap Puisi “Tragedi Winka dan Sihka”

Kesan pertama

Saat pertama kali membaca puisi yang berjudul “Tragedi Winka dan Sihka” karangan Sutardji Calzoum Bachri, saya yang pada saat itu masih duduk di bangku kelas 1 SMP sangat kebingungan. Bagaimana tidak, puisi tersebut hanya berupa kata dan suku kata yang disusun dengan pola zigzag. Padahal, pada saat itu saya memahami puisi hanya sebagai rangkaian kata-kata yang indah dan menarik.

Saat itu, bagi saya puisi “Tragedi Winka dan Sihka” ini terlalu abstrak sehingga saya bahkan tidak dapat menentukan apa tema yang diangkat di dalamnya. Barulah setelah saya duduk di bangku SMA saya menyadari bahwa puisi ini memiliki makna yang mendalam terutama dari segi bentuknya.

Siapa Sutardji?

Penulis dari puisi ini, Sutardji Calzoum Bachri, merupakan salah satu sastrawan paling terkenal di Indonesia yang berasal dari angkatan 70-an. Ia dikenal sebagai sastrawan yang inovatif karena ia berhasil menciptakan karya-karya brilian hasil eksperimennya dengan kata-kata tanpa memberikan perhatian yang berarti terhadap aturan tata bahasa yang lazim. Puisinya yang berjudul “Tragedi Winka dan Sihka” merupakan salah satu karyanya yang paling terkenal di kalangan masyarakat bahkan sampai saat ini. Penyebab utama kepopuleran puisi ini adalah keunikannya karena tersusun hanya atas 2 kata dasar saja yaitu “kawin” dan kasih” yang dipenggal-penggal, dibalikkan, bahkan ditulis dengan pola zigzag.

Analisis Formal

Di dalam puisi ini, dalam hal pemilihan kata atau diksi, Sutardji tidak menuliskan buah pikirannya dengan menggunakan kata-kata kiasan atau kata-kata indah, namun ia justru membolak-balikkan kata sehingga tersirat makna tersendiri sesuai keinginannya untuk “membebaskan kata”. Hal ini tampak dalam pembalikan kata “kawin” menjadi “winka” dan “kasih” menjadi “sihka”. Selain itu, ia juga melakukan pemenggalan kata yaitu memenggal kata “kawin” menjadi “ka” dan “win” serta kata “kasih” menjadi “ka” dan “sih”.

Selain itu, tipografi atau tampak fisik puisi ini dari segi tata baris juga sangatlah unik. Kata-kata yang terbentuk dari kata dasar “kawin” dan “kasih” tersebut disusun oleh Sutardji dengan zig zag, yaitu semakin lama bergeser ke kanan, kemudian semakin lama semakin ke kiri, dan seterusnya. Hal ini merupakan poin plus dari puisi “Tragedi Winka dan Sihka” karena pada umumnya puisi hanya berbentuk baris-baris yang disusun menjadi beberapa bait.

Sebenarnya, sedikit sulit untuk dapat mengerti hal yang hendak disampaikan oleh Sutardji di dalam puisi ini. Namun demikian, apabila dicermati penggunaan kata baris demi baris dan tipografinya, pembaca akan dapat mengetahui bahwa puisi ini mengisahkan tentang kehidupan setelah menikah. Penulisan kata-kata sengaja dibuat tidak lurus melainkan zigzag karena sang penulis ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa kehidupan setelah menikah memiliki banyak lika-liku dan suka duka.

Pemenggalan dan pembalikan kata yang dilakukan Sutardji juga bukan tanpa makna. Pada baris ke -6 dalam puisi ini, kata “kawin” dipenggal menjadi “ka”, kemudian menjadi “win”, kemudian menjadi “ka” lagi, dan seterusnya. Hal ini dapat diartikan bahwa perkawinan itu semakin lama nilainya semakin kecil dan tidak berarti lagi bagi si suami maupun si istri.

Selanjutnya, pembalikan kata dari “kawin” menjadi kata “winka” yang dimulai dari baris ke-15 menggambarkan bahwa terjadi situasi yang berkebalikan dari makna perkawinan yang semestinya. Jika perkawinan merupakan suatu kebahagiaan, maka winka adalah perkawinan yang berantakan. Dengan kata lain, “winka” dalam puisi ini dapat juga diartikan sebagai kerenggangan hubungan perkawinan yang ditandai dengan berbagai konflik dan percekcokan. Sementara itu, pembalikan kata “kasih” menjadi kata “sihka” dilakukan untuk menunjukkan bahwa kasih dalam perkawinan itu telah berbalik menjadi kebencian.

Pada baris ke-21, kata “kasih” berjalan mundur sehingga kasih tinggal sebelah saja, yaitu “sih”. Dalam hal ini, penulis seperti hendak menyampaikan kepada pembaca bahwa kasih itu semakin lama sudah semakin kecil, sehingga berujung kepada kesia-siaan.

Di akhir puisi ini, dikatakan bahwa perkawinan itu sudah menjadi kaku. Artinya, si suami dan si istri akhirnya berpisah. Huruf k pada kata “Ku” di baris terakhir ditulis dengan huruf kapital yang artinya si suami dan si istri akhirnya kembali kepada Tuhan.

Interpretasi dan Evaluasi

Apabila dibandingkan dengan puisi-puisi lain yang diterbitkan pada tahun 70-an dan 80-an, puisi “Tragedi Winka dan Sihka” ini merupakan sebuah inovasi brilian yang mendobrak aturan-aturan konvensional dalam penulisan puisi. Sebelumnya, puisi-puisi yang beredar di Indonesia masih sangat terikat dalam aturan-aturan, terutama aturan baris dan bait serta aturan rima. Misalnya saja, puisi Hartoyo Andangjaya dengan judul “Rakyat” yang juga diterbitkan pada tahun 70-an. Puisi berjudul “Rakyat” ditulis dalam bentuk baris dan bait seperti puisi-puisi pada umumnya dan masih memperhatikan rima dari puisi tersebut. Namun demikian, puisi tersebut memiliki kelebihan, yaitu puisinya lebih mudah dipahami oleh pembaca dan tidak perlu dianalisis secara mendalam untuk memahami pesan apa yang hendak disampaikan oleh penulis. Kelebihan inilah yang sekaligus dapat dijadikan sebagai kelemahan dari puisi “Tragedi Winka dan Sihka” sebab puisi karangan Sutardji ini lebih sulit untuk dipahami oleh masyarakat.

Namun demikian, kelahiran puisi “Tragedi Winka dan Sihka” ini menunjukkan bahwa para sastrawan Indonesia boleh saja mengekspresikan buah pikiran mereka dengan cara-cara baru yang kreatif tanpa harus terikat dengan aturan-aturan tata bahasa dalam penulisan puisi.


(Disempurnakan dari tulisan Nikita Grace Panggabean, siswi XII IPS-1 SMA Budi Mulia Pematangsiantar, T.A. 2019-2020)

Cinta Tak Pernah Monokromatis

Lagu Cinta Sejati adalah salah satu lagu yang dipopulerkan Bunga Citra Lestari, salah satu penyanyi wanita Indonesia yang sering dipanggil BCL.  Lagu yang diciptakan oleh Melly Goeslaw dengan genre pop ini berdurasi 4:59 menit dan sampai saat ini sudah ditonton sebanyak 51.906.302 kali (ketika tulisan ini dibuat). Diciptakan untuk soundtrack film “Habibie dan Ainun” pada tahun 2012, dirilis pada tahun 2013 dan pada tahun 2013 lagu ini meraih penghargaan Soundtrack Terfavorit dari Indonesian Movie Awards.

Lagu ini dibuka dengan intro piano kemudian perlahan masuk vokal Bunga Citra Lestari yang langsung bernyanyi dengan nada yang halus. Bagian awal lagu dinyanyikan BCL dengan nada yang halus, rendah dan penuh penghayatan. Ini adalah ciri khas BCL saat membawakan lagu-lagunya. Pada pertengahan lagu, dinamika memuncak ditunjukkan lewat nada yang tinggi dan penuh emosional kemudian kembali mengalun halus di akhir lagu, seperti di awal lagu dinyanyikan. Instrumen musik yang digunakan dominan piano, diselipi dengan ansamble strings.

Sebagai soundtrack, Cinta Sejati bertema percintaan dan kesetiaan yang telah ditunjukan Habibie kepada sang istri yaitu Ainun. Tetapi makna lagu ini bukan hanya untuk Habibie dan Ainun tetapi untuk sepasang kekasih atau sepasang suami istri dimanapun. Selain fakta bahwa lirik lagu ini amat mirip dengan kehidupan nyata, nada-nada Cinta Sejati pun sederhana, tidak susah dinyanyikan bahkan dengan teknik yang sederhana.


Berikut adalah lirik lagu Cinta Sejati serta makna yang tersirat didalam setiap lirik lagu tersebut.

(Bait pertama)
Manakala hati menggeliat mengusik renungan
Mengulang kenangan saat cinta menemui cinta
Suara sang malam dan siang seakan berlagu
Dapat aku dengar rindumu memanggil namaku

Makna:

Hati menggeliat, bak tingkah orang yang tengah terbangun dari tidur. Anda pernah menggeliat? Nah, hati menggeliat adalah seperti reaksi anda ketika bangun dari tidur. Apakah seperti itu? Tentu tidak. Hati menggeliat dalam BCL Cinta Sejati Lirik adalah sebuah majas yang bisa diartikan kondisi hati sedang bergejolak, memendam sesuatu yang ingin dibangkitkan. Geliatan hati yang dirasakan sampai mengusik renungan. Dalam hal ini, BCL alias Bunga Citra Lestari sedang diganggu perenungannya dengan geliatan-geliatan hati.

Geliatan hati yang seperti apa? Sepertinya, masa lalu yang indah terkenang kembali seolah merasakan kondisi saat kejadian berlangsung. Perjumpaan cinta menemui cinta merupakan yang sedang dikenang, mengusik renungan. Hal yang wajar bila hati menggeliat karena apa yang sedang dikenang adalahh masa lalu yang membuat hati berbunga-bunga.

Lalu, “Suara sang malam dan siang seakan berlagu” menandakan geliat hati berlangsung setiap hari, berjumpa siang dan malam, mendendangkan lagu kerinduan untuk sang perindu. Ya, ini kisah tentang seseorang yang dilanda kerinduan yang teramat berat. Ada sebersik kepastian bahwa orang yang dirindukan sedang merindu pula. Bila hati sedang merindu, penyebutan nama selalu menjadi simbol. Ketika rindu, nama yang selalu disebut dalam hati dan mulut. Penyebutan nama seorang yang dirindukan membuahkan bayangan-bayangan apapun yang pernah dilewati dengan manis.


(Bait kedua):
Saat aku tak lagi di sisimu
Ku tunggu kau di keabadian

Makna:

Bait di atas bisa memiliki waktu pengandaian alias masa depan. Tetapi bisa juga waktu kenangan alias masa sekarang. Kalau melihat konteks makna, kata “saat” yang berarti “ketika” bisa diartikan waktu nanti atau waktu sekarang. Lalu bagaimana memaknai kata “saat” pada penggalan bait tersebut? Waktu sekarang atau yang akan datang?

Arti dari kalimat “Saat aku tidak lagi di sisimu” adalah pengandaian ketika sudah tidak lagi di sisi orang yang dicintai, disayangi, di sisi kekasih. Saya lebih memilih kalimat pengandaian mengingat ada kalimat penguat yakni “Ku tunggu kau di keabadian”. Jadi, ketika atau saat terjadi sesuatu, berharap menginginkan sesuatu. Ketika tidak lagi di sisi seseorang, berharap ada perjumpaan dengan seseorang, yang disimbolkan dengan penantian.

Bait di atas tidak menjelaskan pengharapan dengan kalimat “Semoga berjumpa kau di keabadian” ketika terjadi perpisahan. Justru berkalimat “Ku tunggu kau di keabadian” yang menandakan perjumpaan pasti terjadi. Atau, penantian itu bisa saja wujud kesetiaan walapun tidak ada kepastian berjumpa.

Bait BCL Cinta Sejati Lirik di atas lebih kuat dalam menunjukkan kesetiaan sejati. Seseorang rela menanti orang yang dicintai tanpa harus memikirkan keberhasilan dari penantiannya yakni berjumpa.


(Bait ketiga)
Aku tak pernah pergi, selalu ada di hatimu
Kau tak pernah jauh, selalu ada di dalam hatiku
Sukmaku berteriak, menegaskan ku cinta padamu
Terima kasih pada maha cinta menyatukan kita

Makna:

BCL berkata dalam lagunya bahwa dia tidak akan pergi karena “selalu ada di hatimu“. Arti yang bisa dipahami adalah seseorang telah memiliki sosok BCL dalam hatinya walaupun sosok BCL tidak ada di sampingnya. Kedekatan perasaan yang membuat jarak jauh tidak membuatnya jauh dari BCL. Pengertian lain bisa dipahami bahwa BCL tidak bisa berpaling dari siapapun karena sosok BCL sudah ada dalam genggaman kekasihnya. Inilah yang disebut cinta sejati. Begitu juga kekasih BCL yang tidak bisa jauh dari BCL karena sosok kekasihnya ada di hati BCL.

Pada akhirnya ada sebuah penegasan antara BCL dan kekasihnya bahwa inilah cinta padamu dan padaku, cinta yang saling menyatu. Di sinilah patut disyukuri karena kenikmatannya membuat hubungan berjalan erat dan sejati.


(Bait keempat)
Cinta kita melukiskan sejarah
Menggelarkan cerita penuh suka cita
Sehingga siapa pun insan Tuhan
Pasti tahu cinta kita sejati

Makna:

Bagi BCL, cinta sejati melukiskan sejarah. Setiap orang memang berkisah karena tidak ada orang yang hidup tanpa kisah. Tetapi, kita semua tahu bahwa muatan makna sejarah (history) jauh lebih tinggi dibandingkan kisah (story). Sejarah adalah pengakuan atas kisah/cerita, mana yang layak diabadikan (untuk diambil hikmahnya oleh generasi kemudian), mana yang tidak. “Cinta kita yang melukiskan sejarah” berarti ada upaya untuk benar-benar menghidupi cinta sembari tak lupa mendokumentasikan pula dengan  penuh suka cita. Dari sini, orang-orang mulai mengaitkan Cinta Sejati dengan kisah antara BCL dan kekasihnya.


(Bait keempat)
Lembah yang berwarna
Membentuk melekuk memeluk kita
Dua jiwa yang melebur jadi satu
Dalam kesunyian cinta

Makna:

Lembah yang berwarna menggambarkan alam yang sejatinya memang tidak pernah monokromatis. Namun bila lembah berwarna itu melekuk sampai memeluk seseorang, dalam hal ini BCL dan kekasihnya, berarti ada di sepanjang perjalanan mereka ada berbagai rintangan. Pada momen ini, cinta membangun kesatuan untuk tetap bersama. Dalam kesunyian, kita bisa menikmati apa arti cinta dalam peleburan, penyatuan, manunggaling.


(Chord) Cinta Sejati
Intro : C F C F Am Dm E
Am
Manakala hati menggeliat
Dm
Mengusik renungan
G
Mengulang kenangan
F C E
Saat cinta menemui cinta
Am
Suara sang malam dan
Dm
Siang seakan berlagu
G
Dapat aku dengar
F C
Rindumu memanggil namaku
Dm E Am G
Saat aku tak lagi di sisimu
Dm G
Ku tunggu kau di keabadian
Am
Aku tak pernah pergi
Dm
Selalu ada di hatimu
G
Kau tak pernah jauh,
C E
Selalu ada di dalam hatiku
Am
Sukmaku berteriak
Dm
Menegaskan ku cinta padamu
G
Terima kasih pada
C
Maha cinta menyatukan kita
[verse]
Dm E Am G
Saat aku tak lagi di sisimu
Dm G
Ku tunggu kau di keabadian

Reff:
C E
Cinta kita melukiskan sejarah
Am G F G
Menggelarkan cerita penuh suka cita
C E
Sehingga siapa pun insan Tuhan
F Dm G C
Pasti tahu cinta kita sejati

Musik : Am Dm G C
Dm E Am G
Saat aku tak lagi di sisimu
Dm G
Ku tunggu kau di keabadian

Reff:
C E
Cinta kita melukiskan sejarah
Am G F G
Menggelarkan cerita penuh suka cita
C E
Sehingga siapa pun insan Tuhan
F Dm G C
Pasti tahu cinta kita sejati
F
Lembah yang berwarna
G Em
Membentuk melekuk memeluk kita
Am A Dm
Dua jiwa yang melebur jadi satu
F G A
Dalam kesunyian cinta

Reff II:
D F#
Cinta kita melukiskan sejarah
Bm A G A
Menggelarkan cerita penuh suka cita
D F#
Sehingga siapa pun insan Tuhan
G Em A
Pasti tahu cinta kita sejati
Outro : D G D G
C F C F

Evaluasi

Pesan moral yang disampaikan dalam lagu ini adalah: Hargai waktumu dengan mencintai, membagi kasih, bersama orang kalian cintai. Kamu enggak tahu kapan waktu itu akan berakhir. Bagi yang punya pasangan, semoga bisa lebih mencintai pasangannya, dan yang belum punya pasangan, jangan takut, pasti akan ketemu dan jangan pernah menyia-nyiakan cinta sejati.

Catatan Akhir:

Menurut saya, yang menjadi daya tarik dalam lagu ini adalah makna lirik yang sangat mendalam dan suara BCL yang sangat cocok menyanyikannya. Sedikit kekurangan yaitu, kurangnya instrument alat musik. Cinta Sejati hanya memakai piano. Barangkali jika alat musik yang digunakan lebih beragam seperti biola, gitar akustik, atau alat lainnya, lagu ini akan lebih enak lagi didengar.

 

(Disempurnakan dari tulisan Elmi Situmorang, siswi XII IPA 3 SMA Budi Mulia Pematangsiantar, T.A. 2019-2020)

Politisasi Agama dan Identitas di Indonesia: Sudah sampai dimana?

Prolog

Kurang lebih dekade terakhir ini, kita melihat fenomen yang telanjang di hadapan kita masyarakat Indonesia. Kendati kita sedikit malu mengakuinya). Apa itu? Yak, betul: politisasi agama.

Term ini menyinggung tiga tema besar: Tuhan, Agama dan Politik.

Sekedar mengingatkan, jika Anda mengaku bertuhan, bukalah mata Anda pada kenyataan bahwa

sama seperti Anda mengaku memiliki Tuhan dan agama atau kepercayaan (yang menurut Anda paling tepat mewadahi sikap iman Anda dan membantu Anda menjadi semakin manusiawi sekaligus baik secara moral), setiap orang bertuhan lainnya di Indonesia ini juga mengaku memiliki Tuhan dan agama atau kepercayaannya sendiri-sendiri, yang menurut mereka paling tepat mewadahi sikap iman mereka, membantu mereka menjadi semakin manusiawi sekaligus baik secara moral.

Jika Anda memiliki pandangan politik yang menurut Anda paling tepat diterapkan di Indonesia untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia, ingatlah juga bahwa orang lain juga memiliki pandangan politik yang menurut mereka paling tepat diterapkan di Indonesia guna mewujudkan keadilan sosial yang sama.

Realitas keberagaman ini bisa saja terbaca sebagai sikap relativisme ekstrem – jika Anda menggiringnya ke arah itu. Faktanya, ini adalah realitas yang sama-sama kita alami dan hidupi dan bisa kita cerap secara sama. Tentu dengan mengandaikan bahwa kita memiliki pola logika yang sama.

Bahasa politik, filsafat dan iman kita mungkin berbeda sehingga tidak optimal menjadi sarana untuk membangun dialog di antara kita. Semoga kita pun sepakat bahwa dialog apapun yang ingin kita bangun, sebagai manusia Indonesia yang Pancasilais dan masih menginginkan Indonesia ini tetap utuh dan – jika bisa – semakin berkemajuan, kita memiliki tujuan besar (projecta remota) yang sama-sama ingin kita capai: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tanah air Indonesia artinya tanah dan air (sumber daya alam) Indonesia yang sejak awal adalah hak bangsa Indonesia, kini pun harus diberikan kepada bangsa Indonesia.

Di luar kerangka itu, tak perlu lagi kita merasa harus menjadi warga dari bangsa yang sama. Mainkan mainmu, kumainkan mainku.


Secara kebetulan, ada tiga masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, yakni radikalisme, kesenjangan sosial-ekonomi dan kasus korupsi.

Straight at the bullet, dari segi mana politisasi agama turut berkontribusi pada radikalisme, kesenjangan sosial-ekonomi dan kasus korupsi?

Sebelum beranjak lebih jauh, mari kita sejenak melakukan Consideratio Status (Penyadaran Status) a la Ignasian yang terkenal itu.

Jika cermat, dengan Discernment (diskresi) yang tekun, syukur-syukur kita bisa memahami realitas yang terjadi saat ini dengan kacamata yang lebih jernah.

Lebih bersyukur lagi, setelah memiliki pemahaman yang lebih baik, kita tidak akan ragu memberikan kontribusi yang tepat sesuai porsi yang bisa kita lakukan.

Pertama, Anda – sama seperti Saya – hanya a speck in the universe (sebutir debu di jagat raya ini). Dalam konteks bernegara pun, Anda – sama seperti Saya – hanya salah seorang dari 267 juta (1 dari 267.000.000) penduduk Indonesia saat ini (menurut Katadata). Jadi, kita masih akan bangun kembali besok hari, melakukan pekerjaan kita seperti biasa, dan – jika sempat dan ingat – mencoba mengingat kembali, hari ini sumbangsih apa yang bisa aku berikan untuk turut serta mengatasi radikalisme, kesenjangan sosial-ekonomi dan kasus korupsi.

Maka, tenang saja, Anda tidak harus meninggalkan semua itu, pergi ke hutan belantara, menjadi bagian dari laskar gerakan revolusioner, bertahun-tahun menghimpun amunisi dan menyusun strategi lalu pada saatnya akan keluar dan memperbaiki tatanan bernegara dan berbangsa Indonesia ini seperti Thanos yang hendak meluluh-lantakkan dunia ini dengan tujuan membangun tatanan dunia baru (atau dalam konteks Anda, hendak membangun tatanan Indonesia yang baru).

Tidak, Ferguso.

Hal seperti itu belum akan terjadi. Bukan begitu skenarionya.

Selagi Anda masih bisa menyaksikan setiap timeline media sosial Anda berisi bencana alam dan bencana akibat tangan manusia, tapi lalu santai melanjutkan kembali chatting dan pamer-pamer foto Anda hari ini sembari tidak lupa meminta like, follow, subscribe dan comment dari teman media sosial Anda seolah tidak terjadi apa-apa, percayalah: Anda tidak akan pernah menjadi pemimpin dari sebuah gerakan revolusi. Pun, revolusi paling berdarah adalah revolusi yang dimulai dari diri sendiri.

Kedua, oke, memangnya kenyataan apa yang perlu diubah?

Ini yang terjadi. Ini yang perlu diubah:

Sebagian masyarakat masih bisa melaksanakan ibadat dengan tenteram tanpa gangguan signifikan dari pihak lain. Jika ini yang Anda alami, Anda patut bersyukur karena UUD 1945 Pasal 29 masih memberi manfaat untuk Anda. You do enjoy your life. Ya, memang , tetap saja ada banyak masalah (untuk urusan perut dan lain-lain, ya urus sendiri, kan sudah besar. :–)

Setidaknya, untuk kegiatan beribadah (berdoa, berkumpul, membaca, bernyanyi, bakti sosial)  Anda bisa dan boleh melaksanakan atau tidak melaksanakannya, tergantung pilihan Anda.


Sebagian lagi gelisah.

Galau melihat semakin maraknya gangguan terhadap kegiatan beragama. Jika Anda adalah bagian dari kelompok ini, Anda mungkin bertanya-tanya:

“Sebenarnya, Saya ini termasuk warga negara Indonesia bukan sih? Kok rasanya Saya tak menikmati perlindungan dari negara sesuai pasal 29? Tidak mungkin kan semua guru PPKN Saya sewaktu di sekolah berbohong? Guru di sekolah dulu bilang bahwa UUD 1945 dan Pancasila itu melindungi seluruh bangsa Indonesia secara ideologis dan konstitusional. Eh, tapi kok? Berdoa, dinyinyirin. Berkumpul untuk melakukan ibadat bersama, tak boleh karena izin dari pemerintah setempat belum keluar. Bakti sosial dianggap pencitraan dan modus rebutan umat. Oalah. Ini gimana sih sebenarnya? Atau, lebih baik aku pura-pura tutup mata saja. Eh, tapi nggak bisa.”

Begitu seterusnya. Besok begitu, besoknya juga begitu.

Situasi ini baru akan berakhir bagi Anda kalau:

1) Indonesia punya tatanan baru yang benar-benar mewujudkan keadilan sosial bagai seluruh bangsa, seperti Jin Aladin keluar dati tabungnya, yang Anda dan Saya tahu persis bahwa ini mustahil;

atau

2) Anda semakin muak, sampai pada tahap ekstrim, lalu Anda tidak tahan lagi, lalu Anda urus paspor untuk pindah kewarganegaraan. Syukur-syukur Anda memiliki apa yang perlu untuk mengeksekusi keputusan itu, atau Anda bisa meyakinkan negara tujuan Anda untuk menjadi asylum bahwa Anda sudah sebegitu menderita hidup sebagai warganegara Indonesia.

Indikasi yang dulunya samar, kini semakin jelas: “ini mesti ada urusan politik deh”. Benar nggak ya?

Anda berada pada posisi yang mana?

Kalau ini politik, menggunakan dikotomi sederhana, kita bisa melihat kaitannya dengan perseteruan antara mayoritas dan minoritas di Indonesia.

Secara kasat mata, umat Islam di Indonesia merupakan mayoritas. Sementara umat beragama lain dianggap minoritas. Dalam berbagai ranah, termasuk pada hukum misalnya, menjadi bagian mayoritas kerap dipandang dan dialami sebagai sebuah keistimewaan. Kecenderungan manusia mengikuti Hukum Inersia, tentu saja tidak ingin hak-hak istimewa semacam ini hilang. Maka, bersama dengan pemerintahan yang koruptif, dukungan dari mayoritas pun memungkinkan situasi yang sama tetap terjadi dari dekade ke dekade.

Sedangkan minoritas sering sekali dipandang diskriminatif. Untuk mencegah terjadinya diskriminasi tersebut, maka dimunculkanlah afirmasi bahwa kita semua NKRI, dan karenanya memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Secara teoretis hal ini pelan-pelan semakin tersosialisasi.

Prakteknya? Cek sendiri lingkungan sekitarmu.

Dengan perbedaan disana-sini, bipolaritas ini juga hadir sebagai kaum kanan dan kiri (seperti di Amerika Serikat, kendati konteks Indonesia dan AS memiliki perbedaan).

Politik – yang secara kodrati sebenarnya bertujuan luhur untuk menata warga negara untuk memajukan peradabaannya sebagian dari masyarakat, dinodai oleh baik kaum mayoritas maupun kaum minoritas. Secara politis, apa kesalahan yang dilakukan keduanya?

Pelan-pelan kita dibawa pada sebuah realitas baru: Selain menikmati berbagai manfaat, menjadi bagian dari mayoritas ternyata ada pahitnya juga. Ini ada hubungan dengan deliberasi moral semenjak Nusantara berganti nama menjadi Indonesia dan diproklamirkan sebagai bangsa yang baru, negara yang mendapat pengakuan sebagai negara berdaulat (soveregin country) oleh dunia internasional.

Samar-samar kita mulai melihat bahwa saat ini ada konsensus bahwa klaim superioritas religius atau rasial ternyata menempatkan Anda berada persis di luar diskursus politis. Maksudnya apa?

Lihatlah yang terjadi. Dialog-dialog yang dilakukan akhirnya berujung pada konflik.

  • Dialog politis antar partai dan kelompok: ricuh di ILC (Indonesian Lawyers Club).
  • Dialog sosial antarkomunitas: ricuh di media sosial (tak kurang dari lagu Sayur Kol yang viral menjadi bahan perdebatan antara komunitas pecinta anjing dan penyuka daging anjing sebagai makanan, belum lagi kaum agamawan masuk dan meributinya dengan fatwa haram dan halal).
  • Dialog antarumat beragama: apalagi. Lihatlah bagaimana forum-forum lintas agama, termasuk yang didirikan pemerintah seperti Forum Komunikasi Umat Beragama seolah tak berdaya memberikan solusi bagi emak-emak yang menangis menjerit-jerit karena tenda yang dia gunakan untuk beribadah dengan umat yang lain pun harus dirobohkan, pendetanya diinterogasi dan ibadahnya dihentikan oleh aparat keamanan setempat. Oh, jangan lupa, fenomen seperti ini saban hari terjadi di berbagai tempat di negeri yang dulu dikenal sebagai Nusantara ini.
  • Belum lagi diskrimanasi soal administrasi kependudukan dan hak-hak politis bagi sekian juta umat penganut kepercayaan, yang entah dasar filosofi dan logika dari mana, sampai hari ini tetap dibedakan dengan umat beragama, seakan-akan ada hirarki organisasi yang menyebut bahwa aliran kepercayaan lebih rendah dibandingkan 6 (enam) saja agama resmi di Indonesia.

KESALAHAN SILENT MAJORITY

Kesalahan klasik kaum mayoritas yakni: gagal mengawasi kecenderungan koruptif para penguasa, entah karena kebutaan dan sifat cuek yang disengaja. Dengan beberapa eksepsi, literasi politik (terutama menjelang pemilihan calon legislatif,  eksekutif dan perwakilan daerah) terjadi dengan aroma politik identitas yang sama.

Kebutaan dan sifat cuek ini yang diidap oleh Silent Majority inilah yang tiap hari dinyinyirin oleh kaum kiri.

Kerap secara dalam ironi. Tak jarang dalam parodi.

Tidak kurang dari Meme Sosialis Indonesia mempertunjukkannya dalam halaman Facebook,

Dalam satu atau dua kesempatan, seperti Saya, kemungkinan Anda juga merasa relate dengan keprihatinan terhadap diamnya silent majority ini. “Mereka kan yang paling banyak massa-nya, kalau mereka mau, mestinya mereka yang lebih efektif dan bisa memperbaiki tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara ini”, begitu alam bawah sadar kita menyuarakan keprihatinan politis yang menurut kita paling murni dan tulus.

Jadi, ada garis keras, dimana identitas religius sebagai penanda superioritas, lalu ada garis lemah, yang juga tak luput dari kesalahan. Singkatnya, ketika memainkan politik identitas, mayoritas kanan melakukan kesalahan yang sama dengan minoritas kiri, vice versa.

Secara umum, kita meletakkan lanskap politis antara kanan dan kiri. Tetapi jangan lupa, ada sumbu (axis) lain, yakni kaum kolektivis versus individualis. Menggunakan irisan yang sejajar pada bipolaritas bangsa Indonesia, maka lahirlah kaum kolektivis kanan dan kaum kolektivis kiri. Sejauh kaum kiri dan kaum kanan ini mengusung konsep kolektivis, maka mereka salah. Kesalahan mereka terlihat jelas pada klaim superioritas religius tetapi juga sekaligus nasionalis.

“Aku NKRI, NKRI harga mati, tapi hak-hak istimewa yang kuterima sekarang sebagai bagian dari mayoritas, aku tak perduli apakah juga diterima oleh saudara sebangsaku yang minoritas”

Kira-kira, adakah angin pembaharuan yang sepoi-sepoi hendak mendinginkan panasnya politik negeri ini?

Entahlah.

KEBISINGAN MEDIA PERS

Ada banyak kebisingan yang diciptakan oleh pers.

Seakan-akan ada satu dua tokoh yang muncul dan membuktikan bahwa politik identitas di Indonesia akan segera berakhir, bahwa apapun agama dan etnis Anda, Anda berhak dan bisa terpilih menjadi Presiden, Gubernur, Walikota, Bupati, dan ketua RT.

Seakan-akan benar bahwa prinsip meritokrasi sudah dihidupi oleh bangsa ini.

Tapi lalu kita melihat. Ia hanya bersinar sebentar, lalu padam kembali oleh isu lain.

Isu-isu yang itu-itu saja dan membosankan.

Epilog Prematur

Jadi, sampai dimana politisasi agama dan identitas di Indonesia? Masih ada. Bahkan banyak orang semakin abai dan cuek.

Kalau demikian, sudah sejauhmana kedewasaan berpolitik kita dalam konteks sebangsa?

Masih dalam proses “indonesianisasi yang belum selesai”, mengutip Ben Anderson.

Masih di situ-situ saja.

Stagnan.

Ni Hao

Hari ini aku terdiam

Menyaksikan hujan yang turun deras

Pikiran mengalir bersama air

Siapa yang masih tertawa di bawah hujan?

 

Sudah tidak adalagi daun-daun yang menari gembira,

Akar-akar terkubur di bawah lantai peradaban yang telah beku

Wajah-wajah kedinginan tidak saling menyapa berlari mencari rumah

Siapa yang masih tertawa dengan secangkir teh dan gorengan bersama tetangga?

 

Angin membawa pikiran ke halaman sekolah.

Masa dimana perempuan berambut terurai

Sekarang semua tertutup oleh tirai kepercayaan

Siapa yang masih melihat keluguan anak-anak?

 

Hujan telah berhenti

Aku melihat banyak orang berjubah ayat

Bertopi kepercayaan

Siapa yang masih bukan manusia suci?

 

Penjara telah penuh

Rumah ibadah penuh

Hati manusia juga penuh

Masih adakah ruang hati untuk sesama?

 

Apakah warna kulit yang berbeda artinya kita manusia berbeda?

Setiap langkah mengarah ke surga

Tetapi mengapa masih banyak yang meminta-minta untuk hidup

Setiap doa terlantun puji-pujian memohon surga

Tetapi caci makimu pada sesama belum berhenti

 

Hujan, bisakah lunturkan semua keangkuhan?

Bahwa kau dan aku cuma tengkorak berbalut kulit dan jubah.

 

 

 

(Oleh: Wang Ai Jia)

Perempuan-perempuan yang Menolak RKUHP Ngawur

 

Photo Source: ArtMarty99

 

Selamat Sore,

Bapak ibu wakil rakyat yang terhormat

Maaf bila mengganggu kenyamanan Anda

Tidak apa-apa, ya?

Biar sore dan mengantuk

Manusia selalu butuh bercerita

Iya, saya berdiri di sini

Memang bermaksud mau bercerita

Bukan demo, tenang saja

Cerita ini tentang Bulan

Seorang gadis remaja

Enam beas tahun usianya

Cantik

Baik hati

Tapi tidak beruntung

Suatu hari, Bulan pernah punya lelaki

“Pacar”, katanya

Tapi saya tidak percaya

Itu bukan pacaran

Itu eksploitasi

Kenapa? Karena lelaki itu umurnya tiga lima

Ada anak

Ada istri

Tapi tak ada otak atau hati

Kenapa tak ada otak?

Karena dia menghamili

Kenapa tak ada hati?

Karena dia lalu lari

Lagu lama? Iya.

Yang disalahkan siapa? Tentu perempuannya.

Yaitu Bulan

Yang tak tahu bahwa bercinta tanpa kondom bisa

bikin hamil

Yang tak sadar bahwa berhubungan satu kali saja

sudah bikin isi

Yang tak paham apa itu penyakit menular seksual

apalagi HIV

Yang tak punya akses pada pengetahuan

Apalagi kontrasepsi

Apalagi otoritas diri

Singkat cerita, Bulan berhenti sekolah

Orangtua marah-marah

Lalu saya tak tahu lagi bagaimana kabarnya

Bapak dan ibu

Saya dengar KUHP kita sedang direvisi

Katanya, besok nanti

Berhubungan kelamin tak menikah

Akan dipenjara

Berapa pun usia pelakunya

Katanya lagi

Mengajari orang tentang kontrasepsi

Akan diciduk polisi

Kalau kamu bukan dokter atau mantri

Saya jadi teringat Bulan

Saya tidak tahu

Apakah di rumah, Bapak Ibu punya putri seusia

Bulan

atau anak-anak lain senasibnya

Akan jadi kriminil!

Sudahlah ditipu lelaki bajingan

Sudahlah tak mendapat pendidikan yang baik

Sudahlah tak ada uang

Sudahlah hamil

Sudahlah berhenti sekolah

Sekarang terancam masuk bui

Katanya karena berzina

Seolah tak ada wakil rakyat yang juga hobi main

lendir di ibukota

Kalau saja Saya punya banyak uang

Saya mau bawa Bulan lari saja

Aborsi di Belanda

Sekolah di Norwegia

Belajar kesehatan reproduksi di Inggris

Di negeri mana saja yang aturannya tidak gila

Sayangnya, Saya bukan orang kaya

Pemerintah kita pun cuma satu

Dan Bulan-bulan yang lain

Mungkin ada lebih dari seribu

Sayangnya.

Seperti dikisahkan dengan penuh haru oleh Akun Twitter @siputriwidi (seorang perempuan, juga tenaga medis) di posting-annya #tolakRKHUPNgawur

Mau bikin group diskusi WA? Identifikasi Kesesatan Logika yang harus dihindari!

Kesesatan Logika


Kesesatan adalah kesalahan yang terjadi dalam aktivitas berpikir karena penyalahgunaan bahasa (verbal) dan/atau relevansi (materi). Kesesatan (fallacia, fallacy) yang dimaksud adalah kesesatan penalaran sebagai lawan dari argumentasi logis. Kesesatan karena ketidaktepatan bahasa antara lain disebabkan oleh pemilihan terminologi yang salah sedangkan ketidaktepatan relevansi bisa disebabkan oleh:

  1. pemilihan premis yang tidak tepat (membuat premis dari proposisi yang salah), atau
  2. proses penyimpulan premis yang tidak tepat (premisnya tidak berhubungan dengan kesimpulan yang akan dicari).

Klasifikasi Kesesatan

Dalam sejarah perkembangan logika terdapat berbagai macam tipe kesesatan dalam penalaran. Walaupun model klasifikasi kesesatan yang dianggap baku hingga saat ini belum disepakati para ahli, mengingat cara bagaimana penalaran manusia mengalami kesesatan sangat bervariasi, namun secara sederhana kesesatan dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu kesesatan formal dan kesesatan material.

Kesesatan formal adalah kesesatan yang dilakukan karena bentuk (forma) penalaran yang tidak tepat atau tidak sahih. Kesesatan ini terjadi karena pelanggaran terhadap prinsip-prinsip logika mengenai term dan proposisi dalam suatu argumen (lihat hukum-hukum silogisme).

Kesesatan material adalah kesesatan yang terutama menyangkut isi (materi) penalaran. Kesesatan ini dapat terjadi karena faktor bahasa (kesesatan bahasa) yang menyebabkan kekeliruan dalam menarik kesimpulan, dan juga dapat teriadi karena memang tidak adanya hubungan logis atau relevansi antara premis dan kesimpulannya (kesesatan relevansi). Setiap kata dalam bahasa memiliki arti tersendiri, dan masing-masing kata itu dalam sebuah kalimat mempunyai arti yang sesuai dengan arti kalimat yang bersangkutan. Maka, meskipun kata yang digunakan itu sama, namun dalam kalimat yang berbeda, kata tersebut dapat bervariasi artinya. Ketidakcermatan dalam menentukan arti kata atau arti kalimat itu dapat menimbulkan kesesatan penalaran.

Kesesatan Bahasa

Setiap kata dalam bahasa memiliki arti tersendiri, dan masing-masing kata dalam sebuah kalimat mempunyai arti yang sesuai dengan keseluruhan arti kalimatnya.

Maka, meskipun kata yang digunakan itu sama, namun dalam kalimat yang berbeda, kata tersebut dapat bervanasi artinya. Ketidakcermatan dalam menentukan arti kata atau arti kalimat itu dapat menimbulkan kesesatan penalaran.

Berikut ini adalah beberapa bentuk kesesatan karena penggunaan bahasa.

Kesesatan Aksentuasi

Pengucapan terhadap kata-kata tertentu perlu diwaspadai karena ada suku kata yang harus diberi tekanan. Perubahan dalam tekanan terhadap suku kata dapat menyebabkan perubahan arti. Karena itu kurangnya perhatian terhadap tekanan ucapan dapat menimbulkan perbedaan arti sehingga penalaran mengalami kesesatan.

Kesesatan Aksentuasi Verbal

Contoh:

  1. Serang (kota) dan serang (tindakan menyerang dalam pertempuran)
  2. Apel (buah) dan apel bendera (menghadiri upacara bendera)
  3. Mental (kejiwaan) dan mental (terpelanting)
  4. Tahu (masakan, makanan) dan tahu (mengetahui sesuatu)
  5. Kesesatan aksentuasi non-verbal
  6. Contoh sebuah iklan:

“Dengan 2,5 juta bisa membawa motor”

Mengapa bahasa dalam iklan ini termasuk kesesatan aksentuasi non-verbal (contoh kasus)? Karena motor ternyata baru bisa dibawa (pulang) tidak hanya dengan uang 2,5 juta tetapi juga dengan menyertakan syarat-syarat lainnya seperti slip gaji, KTP, rekening listrik terakhir dan keterangan surat kepemilikan rumah.

Contoh ungkapan:

“Apa” dan “Ha” memiliki arti yang berbeda-beda bila:

  1. diucapkan dalam keadaan marah
  2. diucapkan dalam keadaan bertanya
  3. diucapkan untuk menjawab panggilan.

Kesesatan Ekuivokasi

Kesesatan ekuivokasi adalah kesesatan yang disebabkan karena satu kata empunyai lebih dari satu arti. Bila dalam suatu penalaran terjadi pergantian arti dari sebuah kata yang sama, maka terjadilah kesesatan penalaran.

Kesesatan Ekuivokasi verbal

Adalah kesesatan ekuivokasi yang terjadi pada pembicaraan dimana bunyi yang sama disalah artikan menjadi dua maksud yang berbeda.

Contoh:

* bisa (dapat) dan bisa (racun ular)“

Contoh 1:

Seorang pasien berkebangsaan Malaysia berjumpa dengan seorang dokter Indonesia. Setelah diperiksa, doktor memberi nasihat, “Ibu perlu menjaga makannya.”

Sang pasien bertanya, “Boleh saya makan ayam?”. Sang dokter menjawab “Bisa.”

Sang pasien bertanya, “Boleh saya makan ikan?”. Sang dokter menjawab “Bisa.”

Sang pasien bertanya, “Boleh saya makan sayur?”. Sang dokter menjawab “Bisa.”

Sang pasien merasa marah lalu membentak “Kalau semua bisa (beracun), apa yang saya hendak makan…..?”

Contoh lain:

teh (tumbuhan, jenis minuman) dan teh (basa sunda – kata imbuhan)

buntut (ekor) dan buntut (anak kecil yang mengikuti kemanapun seorang dewasa pergi)

menjilat (es krim) dan menjilat (ungkapan yang dikenakan pada seseorang yang memuji berlebihan dengan tujuan tertentu)

Kesesatan Ekuivokasi non-verbal

Contoh:

* Menggunakan kain/ pakaian putih-putih berarti orang suci. Di India wanita yang menggunakan kain sari putih-putih umumnya adalah janda

Menggelengkan kepala (berarti tidak setuju), namun di India menggelengkan kepala dari satu sisi ke sisi yang lain menunjukkan kejujuran.

Kesesatan Amfiboli

Kesesatan Amfiboli (gramatikal) adalah kesesatan yang dikarenakan konstruksi kalimat sedemikian rupa sehingga artinya menjadi bercabang. Ini dikarenakan letak sebuah kata atau term tertentu dalam konteks kalimatnya. Akibatnya timbul lebih dari satu penafsiran mengenai maknanya, padalahal hanya satu saja makna yang benar sementara makna yang lain pasti salah.

Contoh:

Dijual kursi bayi tanpa lengan.

Arti 1: Dijual sebuah kursi untuk seorang bayi tanpa lengan.

Arti 2: Dijual sebuah kursi tanpa dudukan lengan khusus untuk bayi.

Penulisan yang benar adalah: Dijual kursi bayi, tanpa lengan kursi.

Contoh lain:

Kucing makan tikus mati.

Arti 1: Kucing makan, lalu tikus mati

Arti 2: Kucing makan tikus lalu kucing tersebut mati

Arti 3: Kucing sedang memakan seekor tikus yang sudah mati.

(Inggris) Panda eat shoots and leaves.

Arti 1: Panda makan, lalu menembak, kemudian pergi.

Arti 2: Seekor panda memakan pucuk bambu dan dedaunan.

Ali mencintai kekasihnya, dan demikian pula saya!

Arti 1: Ali mencintai kekasihnya, dan saya juga mencintai kekasih Ali.

Arti 2: Ali mencintai kekasihnya dan saya juga mencintai kekasih saya

Kesesatan Metaforis

Disebut juga (fallacy of metaphorization) adalah kesesatan yang terjadi karena pencampur-adukkan arti kiasan dan arti sebenarnya. Artinya terdapat unsur persamaan dan sekaligus perbedaan antara kedua arti tersebut. Tetapi bila dalam suatu penalaran arti kiasan disamakan dengan arti sebenarnya maka terjadilah kesesatan metaforis, yang dikenal juga kesesatan karena analogi palsu.

Contoh:

Pemuda adalah tulang punggung negara.

Penjelasan kesesatan: Pemuda disini adalah arti sebenarnya dari orang-orang yang berusia muda, sedangkan tulang punggung adalah arti kiasan karena negara tidak memiliki tubuh biologis dan tidak memiliki tulang punggung layaknya mahluk vertebrata.

Pencampur adukan anti sebenarnya dan anti kiasan dari suatu kata atau ungkapan ini sering kali disengaja seperti yang terjadi dalam dunia lawak Kesesatan metaforis ini dikenal pula dengan nama kesesatan karena analogi palsu.

Lelucon dibawah ini adalah contoh dari kesesatan metaforis:

Pembicara 1: Binatang apa yang haram?

Pembicara 2: Babi

P 1: Binatang apa yang lebih haram dari binatang yang haram?

P 2: ?

P 1: Babi hamil! Karena mengandung babi. Nah, sekarang binatang apa yang paling haram? Lebih haram daripada babi hamil?

P 2: ?

P 1: Babi hamil di luar nikah! Karena anak babinya anak haram..

Kesesatan Relevansi

Kesesatan Relevansi adalah sesat pikir yang terjadi karena argumentasi yang diberikan tidak tertuju kepada persoalan yang sesungguhnya tetapi terarah kepada kondisi pribadi dan karakteristik personal seseorang (lawan bicara) yang sebenarnya tidak relevan untuk kebenaran atau kekeliruan isi argumennya.

Kesesatan ini timbul apabila orang menarik kesimpulan yang tidak relevan dengan premis nya. Artinya secara logis kesimpulan tersebut tidak terkandung dalam/ atau tidak merupakan implikasi dari premisnya.

Jadi penalaran yang mengandung kesesatan relevansi tidak menampakkan adanya hubungan logis antara premis dan kesimpulan, walaupun secara psikologis menampakkan adanya hubungan – namun kesan akan adannya hubungan secara psikologis ini sering kali membuat orang terkecoh.

Argumentum ad Hominem Tipe I

Argumentum ad Hominem Tipe I adalah argumen diarahkan untuk menyerang manusianya secara langsung. Penerapan argumen ini dapat menggambarkan tindak pelecehan terhadap pribadi individu yang menyatakan sebuah argumen.

Hal ini keliru karena ukuran logika dihubungkan dengan kondisi pribadi dan karakteristik personal seseorang yang sebenarnya tidak relevan untuk kebenaran atau kekeliruan isi argumennya.

Argumen ini juga dapat menggambarkan aspek penilaian psikologis terhadap pribadi seseorang. Hal ini dapat terjadi karena perkbedaan pandangan.

Ukuran logika (pembenaran) pada sesat pikir argumentum ad hominem jenis ini adalah kondisi pribadi dan karakteristik personal yang melibatkan: gender, fisik, sifat, dan psikologi.

Contoh 1:

Tidak diminta mengganti bohlam (bola lampu) karena seseorang itu pendek.

Kesesatan: tingkat keberhasilan pergantian sebuah bola lampu dengan menggunakan alat bantu tangga tidak tergantung dari tinggi/ pendeknya seseorang.

Contoh 2:

Seorang juri lomba menyanyi memilih kandidat yang cantik sebagai pemenang, bukan karena suaranya yang bagus tetapi karena parasnya yang lebih cantik dibandingkan dengan kandidat lainnya, walaupun suara kandidat lain ada yang lebih bagus

Argumentum ad Hominem Tipe II

Berbeda dari argumentum ad hominem Tipe I, ad hominem Tipe II menitikberatkan pada perhubungan antara keyakinan seseorang dan lingkungan hidupnya. Pada umumnya ad hominem Tipe II menunjukkan pola pikir yang diarahkan pada pengutamaan kepentingan pribadi, sebagai contoh: suka-tidak suka, kepentingan kelompok-bukan kelompok, dan hal-hal yang berkaitan dengan SARA.

Contoh 3:

Pembicara G: Saya tidak setuju dengan apa yang Pembicara S katakan karena ia bukan orang Islam

Kesesatan: ketidak setujuan bukan karena hasil penalaran dari argumentasi, tetapi karena lawan bicara berbeda agama.

Bila ada dua orang yang terlibat dalam sebuah konflik atau perdebatan, ada kemungkinan masing-masing pihak tidak dapat menemukan titik temu dikarenakan mereka tidak mengetahui apakah argumen masing-masing itu benar atau keliru. Hal ini terjadi ketika masing-masing pihak beragumen atas dasar titik tolak dari ruang lingkup yang berbeda satu sama lain.

Contoh 4:

Argumentasi apakah Isa adalah Tuhan Yesus (Kristen) ataukah seorang nabi (Islam).

Ini adalah sebuah contoh argumentasi yang tidak akan menemukan titik temu karena berangkat dari keyakinan dan ilmu agama yang berbeda

Contoh 5:

Dosen yang tidak meluluskan mahasiswanya karena mahasiswanya berasal dari suku yang ia tidak suka dan sering protes di kelas, bukan karena prestasi akademiknya yang buruk.

Argumentum ad hominem Tipe I dan II adalah argumentasi-argumentasi yang mengarah kepada hal-hal negatif dan biasanya melibatkan emosi.

Argumentum ad baculum

Argumentum ad baculum (latin: baculus berarti tongkat atau pentungan) adalah argumen ancaman mendesak orang untuk menerima suatu konklusi tertentu dengan alasan bahwa jika ia menolak akan membawa akibat yang tidak diinginkan.
Argumentum ad baculum banyak digunakan oleh orang tua agar anaknya menurut pada apa yang diperintahkan, contoh menakut-nakuti anak kecil:

Bila tidak mau mandi nanti didatangi oleh wewe gombel (sejenis hantu yang mengerikan).

Argumen ini dikenal juga dengan argumen ancaman yang merupakan pernyataan atau keadaan yang mendesak orang untuk menerima suatu konklusi tertentu dengan alasan jika menolak akan membawa akibat yang tidak diinginkan.

Contoh argumentum ad baculum:

Seorang anak yang belajar bukan karena ia ingin lebih pintar tetapi karena kalau ia tidak terlihat sedang belajar, ibunya akan datang dan mencubitnya.

Pengendara motor yang berhenti pada lampu merah bukan karena ia menaati peraturan tetapi karena ada polisi yang mengawasi dan ia takut ditilang.

Pegawai bagian penawaran yang berbohong kepada pembeli agar produk yang ia jual laku, karena ia takut dipecat bila ia tidak melakukan penjualan.

Jenis argumentum ad baculum yang juga dapat terjadi adalah mengajukan gagasan (yang seringkali bersifat tuntutan) agar didengar dan dipenuhi oleh pihak penguasa, namun gagasan itu didasari oleh penalaran yang samasekali irasional dan argumen yag dikemukakan tidak memperlihatkan hubungan logis antara premis dan kesimpulannya.

Penolakan mahasiswa akan skripsi sebagai syarat kelulusan dengan alasan skripsi mahal dan menjadi “akal-akalan” dosen.

Argumentum ad misericordiam

(Latin: misericordia artinya belas kasihan) adalah sesat pikir yang sengaja diarahkan untuk membangkitkan rasa belas kasihan lawan bicara dengan tujuan untuk memperoleh pengampunan/ keinginan.

Contoh:

Pengemis yang membawa anak bayi tanpa celana dan digeletakkan tidur di trotoar.

Pencuri motor yang beralasan bahwa ia miskin dan tidak bisa membeli sandang dan pangan.

Argumentum ad populum

(Latin: populus berarti rakyat atau massa) Argumentum ad populum adalah argumen yang menilai bahwa sesuatu pernyataan adalah benar karena diamini oleh banyak orang.

Contoh:
Satu juta orang Indonesia menggunakan jasa layanan seluler X, maka sudah pasti itu layanan yang bagus.
Semua orang yang saya kenal bersikap pro Presiden. Maka saya juga tidak akan mengkritik Presiden.
Mana mungkin agama yang saya anut salah, lihat saja jumlah penganutnya paling banyak di muka bumi.

Argumentum auctoritatis

(Latin: auctoritas berarti kewibawaan) adalah sesat pikir dimana nilai penalaran ditentukan oleh keahlian atau kewibawaan orang yang mengemukakannya. Jadi suatu gagasan diterima sebagai gagasan yang benar hanya karena gagasan tersebut dikemukakan oleh seorang yang sudah terkenal karena keahliannya.

Sikap semacam ini mengandaikan bahwa kebenaran bukan sesuatu yang berdiri sendiri (otonom), dan bukan berdasarkan penalaran sebagaimana mestinya, melainkan tergantung dari siapa yang mengatakannya (kewibawaan seseorang).

Argumentasi ini mirip dengan argumentum ad hominem, bedanya dalam argumentum ad hominem yang menjadi acuan adalah pribadi orang yang menyampaikan gagasan (dilihat dari disenangi/ tidak disenangi), maka dalam argumentum auctoritatis ini dilihat dari siapa (posisinya dalam masyarakat/ keahliannya/ kewibawaannya) yang mengemukakan.

Contoh:

Apa yang dikatakan ulama A pada kampanye itu pasti benar.

Apa yang dikatakan pastor B dalam iklan itu pasti benar.

Apa yang dikatakan Habib pasti benar.

Apa yang dikatakan pak dokter pasti benar.

“Saya yakin apa yang dikatakan dia adalah baik dan benar karena dia adalah seorang pemimpin yang brilian, seorang tokoh yang sangat dihormati, dan seorang dokter yang jenius”

Appeal To Emotion

Appeal to Emotion adalah argumentasi yang diberikan dengan sengaja tidak terarah kepada persoalan yang sesungguhnya tetapi dibuat sedemikian rupa untuk menarik respon emosi si lawan bicara. Respon emosi bisa berupa rasa malu, takut, bangga, atau sebagainya.

Contoh 1:

Pembicara G: Saya merasa aneh mengapa Pejabat X tidak setuju dengan program kesejahteraan

Pembicara S: Mana mungkin orang baik seperti dia salah. Lihat saja kedermawanannya di masyarakat.

Contoh 2:
“Pemuda yang baik dan budi luhur, sudah semestinya turut serta berdemonstrasi!”

Contoh 3:

“Pejabat Bank Indonesia dituduh korupsi, tetapi lihatlah, anaknya mengajukan pembelaan sambil berurai air mata.”

lgnoratio elenchi

Ignoratio elenchi adalah kesesatan yang terjadi saat seseorang menarik kesimpulan yang tidak relevan dengan premisnya. Loncatan dari premis ke kesimpulan semacam ini umum dilatarbelakangi prasangka, emosi, dan perasaan subyektif. Ignoratio elenchi juga dikenal sebagai kesesatan “red herring”.

Contoh:

Kasus pembunuhan umat minoritas difokuskan pada agamanya, bukan pada tindak kekerasannya.

Seorang pejabat berbuat dermawan; sudah pasti dia tidak tulus/mencari muka.

Saya tidak percaya aktivis mahasiswa yang naik mobil pribadi ke kampus.

Sia-sia bicara politik kalau mengurus keluarga saja tidak becus.

Argumentum ad ignoratiam

Adalah kesesatan yang terjadi dalam suatu pernyataan yang dinyatakan benar karena kesalahannya tidak terbukti salah, atau mengatakan sesuatu itu salah karena kebenarannya tidak terbukti ada.

Contoh 1:

Saya belum pernah lihat Tuhan, setan, dan hantu; sudah pasti mereka tidak ada.

Contoh 2:
Karena tidak ada yang berdemonstrasi, saya anggap semua masyarakat setuju kenaikan BBM.

Contoh 3:

Diamnya pemerintah atas tuduhan konspirasi, berarti sama saja menjawab “ya”. (padahal belum tentu).

Pernyataan diatas merupakan sesat pikir karena belum tentu bila seseorang tidak mengetahui sesuatu itu ada/ tidak bukan berarti sesuatu itu benar-benar tidak ada.

Petitio principii

Aristoteles dalam Prior Analytics menulis mengenai petitio principii. Adalah kesesatan yang terjadi dalam kesimpulan atau pernyataan pembenaran dimana didalamnya premis digunakan sebagai kesimpulan dan sebaliknya, kesimpulan dijadikan premis. Sehingga meskipun rumusan (teks/ kalimat) yang digunakan berbeda, sebetulnya sama maknanya.

Contoh:

“Belajar logika berarti mempelajari cara berpikir tepat, karena di dalam berpikir tepat ada logika.. ”

Guru: “Kelas dimulai jam 7:30 kenapa kamu datang jam 8:30?”

Murid: “Ya, karena saya terlambat..”

Kesesatan petitio principii juga dikenal karena pernyataan berupa pengulangan prinsip dengan prinsip.

Kesesatan non causa pro causa (post hoc ergo propter hoc/ false cause)

Kesesatan yang dilakukan karena penarikan penyimpulan sebab-akibat dari apa yang terjadi sebelumnya adalah penyebab sesungguhnya suatu kejadian berdasarkan dua peristiwa yang terjadi secara berurutan. Orang lalu cenderung berkesimpulan bahwa peristiwa pertama merupakan penyeab bagi peristiwa kedua, atau peristiwa kedua adalah akiat dari peristiwa pertama – padahal urutan waktu saja tidak dengan sendirinya menunjukkan hubungan sebab-akibat.

Kesesatan ini dikenal pula dengan nama kesesatan post-hoc ergo propter hoc (sesudahnya maka karenanya)

Contoh:

Seorang pemuda setelah diketahui baru putus cinta dengan pacarnya, esoknya sakit. Tetangganya menyimpulkan bahwa sang pemuda sakit karena baru putus cinta.

Kesesatan: Padahal diagnosa dokter adalah si pemuda terkena radang paru-paru karena kebiasaannya merokok tanpa henti sejak sepuluh tahun yang lalu.

Kesesatan aksidensi

Adalah kesesatan penalaran yang dilakukan oleh seseorang bila ia memaksakan aturan-aturan/ cara-cara yang bersifat umum pada suatu keadaan atau situasi yang bersifat aksidental; yaitu situasi yang bersifat kebetulan, tidak seharusnya ada atau tidak mutlak.

Contoh:

Gula baik karena gula adalah sumber energi, maka gula juga baik untuk penderita diabetes.

Orang yang makan banyak daging akan menjadi kuat dan sehat, karena itu vegetarian juga seharusnya makan banyak daging supaya sehat.

Kesesatan karena komposisi dan divisi

Kesesatan karena komposisi terjadi bila seseorang berpijak pada anggapan bahwa apa yang benar (berlaku) bagi individu atau beberapa individu dari suatu kelompok tertentu pasti juga benar (berlaku) bagi seluruh kelompok secara kolektif.

Contoh:

Badu ditilang oleh polisi lalu lintas di sekitar jalan Sudirman dan Thamrin dan polisi itu meminta uang sebesar Rp. 100.000 bila Badu tidak ingin ditilang, maka semua polisi lalu lintas di sekitar jalan sudirman dan thamrin adalah pasti pelaku pemalakan.

Maulana Kusuma anggota KPU sekaligus dosen kriminologi di UI melakukan korupsi, maka seluruh anggota KPU yang juga dosen di UI pasti koruptor.

Kesesatan karena divisi terjadi bila seseorang beranggapan bahwa apa yang benar (berlaku) bagi seluru kelompok secara kolektif pasti juga benar (berlaku) bagi individu-individu dalam kelompok tersebut.

Contoh 1:

Banyak pejabat pemerintahan korupsi. Pak Sagala adalah kepala desa kami, maka Pak Sagala juga korupsi.

Contoh 2: Umumnya pasangan artis-artis yang baru menikah pasti lalu bercerai.

Dona Agnesia dan Darius adalah pasangan artis yang baru menikah, pasti sebentar lagi mereka bercerai.

Kesesatan karena pertanyaan yang kompleks.

Kesesatan ini bersumber pada pertanyaan yang sering kali disusun sedemikian rupa sehingga sepintas tampak sebagai pertanyaan yang sederhana, namun sebetulnya bersifat kompleks. Jika diterapkan dalam kehidpan sehari-hari maksud dari kesesatan ini adalah karena pertanyaan yang diajukan sangat kompleks, bukan hanya pertanyaan yang memerlukan jawaban ya atau tidak. Contoh pertanyaan sederhana, dengan pertanyaan ya atau tidak

Contoh:

“Apakah kamu yang mengambil majalahku? … Jawab ya atau tidak ”

Pertanyaan ini sulit dijawab hanya dengan ya dan tidak, apalagi bila yang ditanya merasa tidak pernah mengambilnya.


Entah Anda sebagai anggota, moderator atau admin di sebuah group Whatsapp, pengetahuan akan jenis-jenis kesesatan ini akan membantu Anda untuk semakin bijaksana menanggapi setiap komentar atau tautan informasi yang dibagikan di dalam group.

Sejatinya, hal ini juga berlaku dalam hampir setiap diskusi entah itu dalam group , entah online (Google Plus, Line, Facebook, Telegram, dan lain-lain) maupun diskusi tatap muka.


Diolah dari artikel Wikipedia tentang Kesesatan