OTOT, OTAK, ONGKOS – Bagian III

Kita masuk ke O yang ketiga, yakni ongkos.

Supaya otak dan otot bekerja, tentu Prabowo-Gibran membutuhkan pembiayaan. Ongkos ini berkaitan dengan ekonomi, sehingga tentu membutuhkan konsolidasi ongkos politik yang cukup besar. Ongkos politik itu akan kita bagi menjadi empat.

Pertama, level grass root (Koperasi Desa Merah Putih)

Kedua, level jejaring politik (Program Makan Bergizi Gratis)

Ketiga, level elit ekonomi nasional (Danantara).

Keempat, level regional (Cina – Indonesia versus Amerika Serikat – Indonesia)

Koperasi Desa Merah Putih: Langkah Awal Menghancurkan Amanat Kedaulatan Desa

Sesuai namanya, Koperasi Desa Merah Putih seharusnya mendorong perekonomian gotong-royong. Masyarakat di lapisan akar rumput seharusnya dihidupi dan dihidupkan dengan cara berkoperasi ini. Ini sesuatu yang ideal. Anehnya, dalam waktu kurang dari 1 tahun, sudah ada 81.500 desa yang sudah memiliki koperasi dari total 83.700 jumlah desa kelurahan se-Indonesia.

Ini artinya terjadi kontradiksi. Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) ternyata bersifat  top down. Padahal, konsep koperasi yang sifatnya adalah swakelola dan sukarela, bottom up ya.

Maka, muncul kesan kuat bahwa pembentukan KDMP ini adalah bagian dari operasi ongkos politik Prabowo-Gibran.

Operasi ini membuat otonomi desa terganggu. Dana desa lalu dimanfaatkan untuk memodali KDMP. Ini konflik yang jelas sebab sebelumnya sudah ada banyak desa yang memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Terjadilah sumber daya. Tak hanya sampai disitu, KDMP juga menjadi monster kanibal terhadap pelaku UMKM yang sudah ada di desa-desa. Sebelumnya sudah ada pengecer LPG, pengecer pupuk. Tapi dengan kehadiran KDMP yang lahir bertaring karena kebijakan top-down itu, akhirnya terjadi perebutan pasar untuk menjual komoditas yang hampir sama di desa-desa.

Seharusnya pengalaman selama ini sudah cukup mengajari kita bahwa kebijakan top-down inilah yang paling menciderai amanat kedaulatan desa. Jelas terlihat korelasi antara implementasi kebijakan dari atas di desa dengan terjadinya praktik korupsi di desa.

Kalau kita melirik data jumlah vonis tindakan pidana korupsi pada tahun 2022, dari 10 sektor tindak pidana korupsi itu, yang paling besar adalah dari korupsi APB Desa. Ini bisa menjadi semakin parah karena jelas KDMP ini telah menjelma menjadi daya tawar baru, yang siap dimanfaatkan Pemerintah Pusat untuk menekan Pemerintah Desa untuk kepentingan operasi politik yang mereka mau.

Program Makan Bergizi Gratis

Pada penerapannya, program MBG (Makan Bergizi Gratis) menyentuh level grass root. Niatnya bagus, yakni untuk mengurangi stunting. Jika demikian, sesuai kenyataan yang terjadi di lapangan, ini sudah salah sasaran karena jika dimaksudkan untuk mengurangi angka anak tumbuh tidak sempurna, seharusnya target Makan Bergizi Gratis adalah anak bawah lima tahun (balita), yakni pada periode 1000 hari pertama. Tentu saja, karena penghitungan 1000 hari pertama itu mencakup periode ketika bayi masih dalam janin, maka target keduanya adalah ibu-ibu hamil.

Entah karena terlanjur mengumbar janji kampanye atau memang kabinet Prabowo Gibran sudah memiliki persiapan matang untuk implementasi program MBG ini dengan tetap merujuk pada postur anggaran pendapatan dan belanja negara, akhirnya MBG menjadi program prioritas dengan anggaran fantastis. Untuk tahun 2025 dianggarkan 71 triliun rupiah; dan akan dinaikkan sangat signifikan pada tahun 2026 menjadi sebesar 335 triliun pada tahun 2026 sebagaimana dirilis oleh Kementerian Keuangan dalam RAPBN 2026.

Dengan anggaran yang besar ini, MBG ini akan dikelola di bawah komando Badan Gizi Nasional, bagian dari Kementerian Pertahanan. Terjadi perluasan makna ”pertahanan”. Padahal, kalau sasarannya adalah siswa di tingkat SD sampai dengan SMA, ibu hamil balita, maka yang lebih cocok untuk mengerjakan program MBG ini seharusnya adalah Kementerian Pendidikan ataupun Kementerian Kesehatan. Bahkan, hingga sekarang, belum ada Peraturan Presiden soal tata kelola program MBG ini.

Artinya. kebijakan MBG dengan anggaran luar biasa besar ini diambil tanpa tata kelola yang memadai.

Yang menarik adalah etapi ada juga yang menarik nih. Kita juga punya temuan soal jaringan sirkel politik yang terlibat dalam program MBG ini.

Pertama, ada banyak purnawirawan jenderal yang menjadi petinggi Badan Gizi Nasional. Dengan dalih perluasan makna kata ”pertahanan”, tentara akhirnya masuk di banyak lini usaha dan aspek kemasyarakatan yang di luar bidang pertahanan. Warna hijau seragam tentara menjadi dominan kembali.  Mungkin ada yang akan berargumen, “Tapi kan mereka purnawirawan berarti tidak melanggar hukum.” Nah, menjawab ini, kita harus kembali ke soal kompetensi: Bagaimana korelasinya sehingga persoalan gizi bisa ditangani oleh orang-orang yang selama ini belajar tentang peperangan.

Kedua, terdapat 452 Dapur Program Makan Bergizi Gratis yang dikuasai oleh TNI. Jika kita melihat secara spesifik peta logistik program MBG ini, kita akan menyaksikan secara langsung bagaimana Komando-Komando Daerah Militer (KODAM) ternyata dikerahkan untuk mengelola dapur-dapur MBG.

Ketiga, ada pengecualian dari profiling transaksi keuangan bagi penyelenggara MBG. Surat Edaran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) nomor 7 tahun 2025 tentang Indikator Transaksi Keuangan yang Mencurigakan terkait dengan Potensi Penyalahgunaan Dana pada Program Makan Bergizi gratis dikeluarkan oleh PPATK untuk untuk mencegah terjadinya penyelewengan dana publik dengan memberikan panduan kepada lembaga keuangan dan pihak pelapor mengenai ciri-ciri transaksi yang patut dicurigai. Sayangnya, di dalam surat edaran ini ternyata ada 15 yayasan yang dikecualikan dari identifikasi transaksi keuangan atau profiling transaksi keuangan yang mencurigakan, yakni:

  1. Yayasan Adi Upaya
  2. Yayasan Kemala Bhayangkara
  3. Yayasan Patriot Solidaritas Nusantara
  4. Yayasan Perjuangan untuk Kesejahteraan Rakyat
  5. Yayasan Persyarikatan Muhammadiyah
  6. Yayasan Pundi Amal Nusantara
  7. Yayasan YPPSDP
  8. Yayasan Purnawirawan Perjuangan Indonesia Raya
  9. Yayasan Kartika Purna Yudha
  10. Yayasan Manunggal Kartika Jasa
  11. Yayasan Supra Merah Putih
  12. Yayasan Elsye Peduli Bangsa
  13. Yayasan Pemberdayaan Perempuan Umi Indonesia-PPUMI
  14. Yayasan Bina Bangsa
  15. Yayasan Bhakti Mitra Widyatama

Ada beberapa nama-nama yayasan yang cukup menarik. Nah, kita ambil salah satu contoh, yakni Yayasan Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya (PPIR). Begitu kita masuk ke dalam website-nya ini jelas bahwa ada foto Prabowo Subianto sebagai ketua dewan pembina Purnawirawan. Kalau kita gali lebih dalam, terbaca bahwa pada Anggaran Dasar di pasal 1, PPIR ini – Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya ini – merupakan sayap partai Gerindra.

Masuk ke contoh berikutnya, yakni Yayasan Adi Upaya. Pengelola dapur MBG ini ini ternyata benar milik TNI Angkatan Udara.

Tidak berhenti di warna hijau saja, pada warna coklat juga terdapat pola serupa. Yayasan Kemala Bayangkari, yakni yayasan istri-istri polisi ini, dengan pola kedekatan Ketua Pembina yang sangat erat dengan Kapolri saat ini, juga menjadi pengelola dapur MBG yang dikecualikan dari profiling transaksi mencurigakan sesuai surat edaran PPATK diatas.

Ini tak mengherankan sebab dalam redaksinya jelas PPATK menuliskan,

”Dalam hal Bank Umum mengidentifikasi terdapat 1 (satu) yayasan/badan hukum lain yang mendirikan lebih dari 10 (sepuluh) SPPG setelah bulan Februari 2025, maka Bank Umum perlu melakukan pendalaman terhadap profil dan transaksi yayasan/badan hukum lain tersebut guna memastikan terpenuhi atau tidaknya unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM) sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1 angka 5 UU TPPU, dengan pengecualian terhadap 15 (lima belas) yayasan tertentu sebagaimana ditetapkan oleh Badan Gizi Nasional sebagai berikut … (ke-15 nama di atas)

PPATK

Badan Gizi Nasional-lah yang menetapkan Pengecualian itu.

DANANTARA

Di banyak negara sebenarnya ada model pengelola dana abadi seperti Danantara. Ada Temasek di Singapura, Khazanah di Malaysia, lalu NBIM (Norges Bank Investment Management) sebagai pelopor dana abadi ini.

Tetapi ada beberapa hal yang menarik.

Pertama, kalau dilihat dari susunan pengurus Lembaga Pengelola Dana Investasi Danantara ini, muncul sosok yang dekat dengan elit Prabowo-Gibran. Ada Joko Widodo, ayah Gibran, sebagai Dewan Penasehat. Ada Roslan Roslani, Pandu Syahrir, dan Erik Tohir yang terlibat dalam pemenangan Prabowo-Gibran di Pemilu 2024.

Kedua, dimunculkannya Patriot Bond, yakni surat hutang dengan bunga 2%. Sementara kalau para pengusaha membeli SBN (Surat Utang Pemerintah) dia dikenakan bunga 6,2%. Yang artinya apa? Yang artinya konglomerat yang membeli Patriot Bond ini akan merugi sebab akan kehilangan potensi bunga 4,2% per tahunnya, maka disebut patriotik.  Tapi tentu saja ini bukan kerugian yang tidak beralasan. Para pembeli Patriot Bond ini ingin dianggap sebagai loyalis Prabowo yang mendukung program-program Prabowo. Selain itu, sangat mungkin para pelaku usaha pembeli Patriot Bond ini terlibat dalam upaya kriminal atau maladministrasi perizinan, sehingga membeli Patriot Bond dianggap sebagai asuransi, yakni proteksi politik dan politik proteksi. Misalnya, supaya bisnisnya ke depan tidak diganggu oleh pemerintah atau kekuasaan.

Siapa saja memangnya pembeli Patriot Bond ini? Per 19 September 2025, tercatat nama-nama ini (dalam triliun):

  1. Antoni Salim (Salim & DCI): 3
  2. Prayogo Pangestu (Barito): 3
  3. Sugianto Kusumo (Agung Sedayu & Erajaya): 3
  4. Franky Wijaya (Sinarmas): 3
  5. Boy Thohir dan Edwin Soeryadjaya (Adaro & Saratoga): 3
  6. James Riady (Lippo): 1,5
  7. Tomy Winata (Arta Graha): 1,6
  8. Dato Tahir (Mayapada): 1
  9. Budi Hartono (Djarum): 3
  10. Hilmi Panigoro (Amman Mineral): 1,5
  11. Gunawan Lim (Harita): 1,5
  12. Martua Sitorus (KPN): 1
  13. Martias (First Resources): 1
  14. Prijono Sugiarto (Astra): 3
  15. Peter Sondakh (Rajawali Corpora): 1

Ini kalau kita lihat ada dua indikasi.

Pertama, konglomerat yang berada di dalam lingkaran dulu Jokowi kemudian sekarang ke Pak Prabowo.

Kedua, sebagian besar ini adalah para konglomerat yang mendukung program-program strategis, entah itu hilirisasi nikel, hilirisasi batu bara, gasifikasi batu bara, sektor sawit sampai sektor perumahan.

Hasilnya? Dari rencana Rp 50 triliun rencana untuk menarik dana Patriot Bond, ternyata sudah over subscribe alias laku keras di pasar sehingga didapat Rp 51,7 triliun.

Ngomong-ngomong, tahukah apa yang terjadi sebelum peluncuran Patriot Bond? Pak Prabowo mengundang sejumlah konglomerat ke istana. Siapa saja mereka?

  1. Antoni Salim
  2. Prayogo Pangestu
  3. Sugianto Kusuma
  4. Frankie Wijaya
  5. Garibaldi Tohir
  6. James Riady
  7. Tommy Winata
  8. Dato Tahir
  9. Budi Hartono
  10. Low Tuck Kwong
  11. Sukanto Tanoto

Jadi sebagian besar memang terkait dengan oligarki di sektor ekstraktif, tapi juga ada di sektor perumahan.

Jadi, apakah mereka memang sejak awal berniat untuk bergabung dengan Prabowo atau sebagian merasa bahwa harus diingatkan agar dia loyal terhadap pemerintahan Prabowo?

Level Regional dan Internasional

Sebagian hasil Patriot Bond itu masuk pada proyek-proyek yang berkaitan dengan kerjasama regional dan internasional. Ada dana sejumlah 38,4 triliun untuk industri pelat baja tahan karat dengan investasi Cina di Morowali.

Pola yang sama terjadi pada proyek gasifikasi batu bara di Muara Enim dengan investasi sebesar 164 triliun. Gasifikasi ini secara teoretis bertujuan untuk menggantikan LPG 3 kg sehingga Indonesia tidak perlu lagi melakukan impor LPG karena digantikan gasifikasi batu bara. Tapi ini adalah proyek yang sebenarnya tidak laris sehingga diberikan kepada Danantara.

Proyek-proyek yang didanai atau akan didanai oleh Danantara itu memiliki kaitan dengan kedekatan Indonesia – China. Ingat, China memiliki program yang bernama Jalur Sutra Baru. Program ini hendak membangun kekuatan ekonomi terutama di negara-negara berkembang sehingga dia bisa mengekstraksi sumber daya alamnya, kemudian menjualnya kembali sebagai barang jadi.

Dari data Komitmen Dana Pembangunan China di ASEAN pada tahun 2024, Indonesia menjadi penerima dana investasi sebesar 61,7 miliar USD. Vietnam di posisi kedua hanya mendapat 32,4 miliar USD.

Ini jauh lebih besar dibandingkan komitmen dana pembangunan asing di Indonesia pada tahun yang sama, yakni ADB (11,18 miliar USD); IBRD (21,17 miliar USD); IDB (1,3 miliar USD) dan IMF (8,39 miliar USD)

Bismillah. Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, pada siang hari ini, Kamis 20 Maret 2025, Saya Prabowo Subianto, Presiden Republik Indonesia meresmikan kawasan ekonomi khusus Industropolis Batang, Jawa Tengah.

(Prabowo)

Saya sampaikan dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, kereta cepat Jakarta Bandung Whoosh Saya nyatakan dioperasikan. Terima kasih. Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(Jokowi)

Setidaknya, ada 3 proyek yang menggambarkan operasi ongkos politik Prabowo yang mendekatkan diri dengan China: Kawasan Industri di Batang, Smelter Nikel di Morowali dan Kereta Cepat Whoosh. Yang terakhir ini cukup fenomenal karena membutuhkan waktu 170 tahun untuk pengembalian hutangnya. Awalnya proyek B2B (Business to Business), tetapi kemudian berubah menjadi beban pemerintah. Tentu tidak rasional jika hutang Whoosh dibebankan kepada APBN, sehingga terkini Menteri Keuangan Purbaya menyatakan tidak mau membayar hutang proyek Whoosh.

Begitu Pak Prabowo menjadi presiden itu Indonesia bergabung dalam forum BRICS, forum ekonomi bagian selatan yang berambisi mengimbangi hegemoni ekonomi Barat (Amerika Serikat). Saat ini BRICS beranggotakan Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, Uni Emirat Arab dan Indonesia.

Seolah, dimana ada China disitu Indonesia mendekat.

Bisa saja memang benar. Sebab, ketika Prabowo ingin bermain dua kaki dengan juga mendekati Amerika Serikat, negosiasi Prabowo soal tarif dengan Donald Trump menciptakan ilusi seakan Indonesia merasa memenangkan negosiasi itu.

Tapi, seperti apa tanggapan Donald Trump sebenarnya:

So we made with Indonesia. I spoke really great president very popular very strong smart and we uh made the deal. We have full access to Indonesia everything. As you know, Indonesia is very strong on copper. Uh but we have full access to everything. We will pay no tariffs. Uh so they are giving us access into Indonesia which we never had. That’s probably the biggest part of the deal. And the other part is they are going to pay 19% and we are going to pay nothing. I think it’s a good deal for both parties. But, we will have full access to Indonesia.

(Donald Trump)

Pay Nothing. Full access.

Kedua kata ini mengajak kita untuk merenungkan kenyataan pahit: Apakah Prabowo yang mencoba mendekat ke China hingga sampai bergabung di BRICS itu memiliki daya tawar di depan Donald Trump? Ternyata tidak.

Ternyata sebenarnya daya tawar Indonesia tetap dianggap rendah. Taktik dua kaki tadi ini membuka ongkos politik dengan permainan negosiasi dagang, tetapi tetap bersumber dari rasa insecure, Prabowo-Gibran sebagai pemenang Pemilu 2024, yang sejak awal menjadi penyebab lahirnya operasi O3 ini (Otot, Otak dan Ongkos).

Media Tempo menggambarkan rasa rendah diri itu dengan menerbitkan cover karikatur Prabowo dan Trump, dengan judul ”Yang Mengeong di Hadapan Amerika

Pemain Baru

Salah satu contohnya misalnya yang diuntungkan terkait tarif ini adalah pebisnis di Gandum. Kenapa? Karena Gandum ini salah satu komoditas pada saat negosiasi dengan Amerika. Amerika itu menghendaki 0% tarif gandum Amerika yang masuk ke Indonesia. Dan kita tahulah salah satu pemain besarnya siapa: Ada Antoni Salim disitu.

Tidak hanya soal gandum, tapi juga ada pemain baru yang mungkin muncul itu di sektor migas. Kenapa migas? Karena kesepakatannya juga terkait dengan kita mengimpor lebih banyak LPG dan BBM, minyak mentah dari Amerika Serikat. Ongkos ekonomi ini atau ongkos politik ini sangat rentan. Mafia migas akan masuk disitu.

Kenapa? Karena memang sektor migas menjadi sektor yang paling luas dan buas seperti yang sudah terjadi. Permainan tetap terjadi, pemainnya hanya diganti. Apakah itu sebabnya sekarang baru pada era Prabowo, Riza Chalid diburu? Padahal, sejak zaman Jokowi dia sudah bebas beraksi dan tidak ditindak apa-apa.

Siapa pemain baru berikutnya?


Sumber: Bima Yudistira Adinegara dalam Dirty Vote II

Lembaga CELIOS (Center of Economic and Law Studies) bergerak di bidang ekonomi dan kebijakan publik. Bima memiliki gelar S1 dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, S2 di University of Bradford serta Training di Tolouse Business School. Keahliannya adalah di bidang makroekonomi, keuangan, dan energi terbarukan.

Facebook Comments

Published by

Donald

A great Big Bang and then it all starts, we have no idea where will it end to ...

Komentar