OTOT, OTAK, ONGKOS – Bagian III

Kita masuk ke O yang ketiga, yakni ongkos.

Supaya otak dan otot bekerja, tentu Prabowo-Gibran membutuhkan pembiayaan. Ongkos ini berkaitan dengan ekonomi, sehingga tentu membutuhkan konsolidasi ongkos politik yang cukup besar. Ongkos politik itu akan kita bagi menjadi empat.

Pertama, level grass root (Koperasi Desa Merah Putih)

Kedua, level jejaring politik (Program Makan Bergizi Gratis)

Ketiga, level elit ekonomi nasional (Danantara).

Keempat, level regional (Cina – Indonesia versus Amerika Serikat – Indonesia)

Koperasi Desa Merah Putih: Langkah Awal Menghancurkan Amanat Kedaulatan Desa

Sesuai namanya, Koperasi Desa Merah Putih seharusnya mendorong perekonomian gotong-royong. Masyarakat di lapisan akar rumput seharusnya dihidupi dan dihidupkan dengan cara berkoperasi ini. Ini sesuatu yang ideal. Anehnya, dalam waktu kurang dari 1 tahun, sudah ada 81.500 desa yang sudah memiliki koperasi dari total 83.700 jumlah desa kelurahan se-Indonesia.

Ini artinya terjadi kontradiksi. Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) ternyata bersifat  top down. Padahal, konsep koperasi yang sifatnya adalah swakelola dan sukarela, bottom up ya.

Maka, muncul kesan kuat bahwa pembentukan KDMP ini adalah bagian dari operasi ongkos politik Prabowo-Gibran.

Operasi ini membuat otonomi desa terganggu. Dana desa lalu dimanfaatkan untuk memodali KDMP. Ini konflik yang jelas sebab sebelumnya sudah ada banyak desa yang memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Terjadilah sumber daya. Tak hanya sampai disitu, KDMP juga menjadi monster kanibal terhadap pelaku UMKM yang sudah ada di desa-desa. Sebelumnya sudah ada pengecer LPG, pengecer pupuk. Tapi dengan kehadiran KDMP yang lahir bertaring karena kebijakan top-down itu, akhirnya terjadi perebutan pasar untuk menjual komoditas yang hampir sama di desa-desa.

Seharusnya pengalaman selama ini sudah cukup mengajari kita bahwa kebijakan top-down inilah yang paling menciderai amanat kedaulatan desa. Jelas terlihat korelasi antara implementasi kebijakan dari atas di desa dengan terjadinya praktik korupsi di desa.

Kalau kita melirik data jumlah vonis tindakan pidana korupsi pada tahun 2022, dari 10 sektor tindak pidana korupsi itu, yang paling besar adalah dari korupsi APB Desa. Ini bisa menjadi semakin parah karena jelas KDMP ini telah menjelma menjadi daya tawar baru, yang siap dimanfaatkan Pemerintah Pusat untuk menekan Pemerintah Desa untuk kepentingan operasi politik yang mereka mau.

Program Makan Bergizi Gratis

Pada penerapannya, program MBG (Makan Bergizi Gratis) menyentuh level grass root. Niatnya bagus, yakni untuk mengurangi stunting. Jika demikian, sesuai kenyataan yang terjadi di lapangan, ini sudah salah sasaran karena jika dimaksudkan untuk mengurangi angka anak tumbuh tidak sempurna, seharusnya target Makan Bergizi Gratis adalah anak bawah lima tahun (balita), yakni pada periode 1000 hari pertama. Tentu saja, karena penghitungan 1000 hari pertama itu mencakup periode ketika bayi masih dalam janin, maka target keduanya adalah ibu-ibu hamil.

Entah karena terlanjur mengumbar janji kampanye atau memang kabinet Prabowo Gibran sudah memiliki persiapan matang untuk implementasi program MBG ini dengan tetap merujuk pada postur anggaran pendapatan dan belanja negara, akhirnya MBG menjadi program prioritas dengan anggaran fantastis. Untuk tahun 2025 dianggarkan 71 triliun rupiah; dan akan dinaikkan sangat signifikan pada tahun 2026 menjadi sebesar 335 triliun pada tahun 2026 sebagaimana dirilis oleh Kementerian Keuangan dalam RAPBN 2026.

Dengan anggaran yang besar ini, MBG ini akan dikelola di bawah komando Badan Gizi Nasional, bagian dari Kementerian Pertahanan. Terjadi perluasan makna ”pertahanan”. Padahal, kalau sasarannya adalah siswa di tingkat SD sampai dengan SMA, ibu hamil balita, maka yang lebih cocok untuk mengerjakan program MBG ini seharusnya adalah Kementerian Pendidikan ataupun Kementerian Kesehatan. Bahkan, hingga sekarang, belum ada Peraturan Presiden soal tata kelola program MBG ini.

Artinya. kebijakan MBG dengan anggaran luar biasa besar ini diambil tanpa tata kelola yang memadai.

Yang menarik adalah etapi ada juga yang menarik nih. Kita juga punya temuan soal jaringan sirkel politik yang terlibat dalam program MBG ini.

Pertama, ada banyak purnawirawan jenderal yang menjadi petinggi Badan Gizi Nasional. Dengan dalih perluasan makna kata ”pertahanan”, tentara akhirnya masuk di banyak lini usaha dan aspek kemasyarakatan yang di luar bidang pertahanan. Warna hijau seragam tentara menjadi dominan kembali.  Mungkin ada yang akan berargumen, “Tapi kan mereka purnawirawan berarti tidak melanggar hukum.” Nah, menjawab ini, kita harus kembali ke soal kompetensi: Bagaimana korelasinya sehingga persoalan gizi bisa ditangani oleh orang-orang yang selama ini belajar tentang peperangan.

Kedua, terdapat 452 Dapur Program Makan Bergizi Gratis yang dikuasai oleh TNI. Jika kita melihat secara spesifik peta logistik program MBG ini, kita akan menyaksikan secara langsung bagaimana Komando-Komando Daerah Militer (KODAM) ternyata dikerahkan untuk mengelola dapur-dapur MBG.

Ketiga, ada pengecualian dari profiling transaksi keuangan bagi penyelenggara MBG. Surat Edaran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) nomor 7 tahun 2025 tentang Indikator Transaksi Keuangan yang Mencurigakan terkait dengan Potensi Penyalahgunaan Dana pada Program Makan Bergizi gratis dikeluarkan oleh PPATK untuk untuk mencegah terjadinya penyelewengan dana publik dengan memberikan panduan kepada lembaga keuangan dan pihak pelapor mengenai ciri-ciri transaksi yang patut dicurigai. Sayangnya, di dalam surat edaran ini ternyata ada 15 yayasan yang dikecualikan dari identifikasi transaksi keuangan atau profiling transaksi keuangan yang mencurigakan, yakni:

  1. Yayasan Adi Upaya
  2. Yayasan Kemala Bhayangkara
  3. Yayasan Patriot Solidaritas Nusantara
  4. Yayasan Perjuangan untuk Kesejahteraan Rakyat
  5. Yayasan Persyarikatan Muhammadiyah
  6. Yayasan Pundi Amal Nusantara
  7. Yayasan YPPSDP
  8. Yayasan Purnawirawan Perjuangan Indonesia Raya
  9. Yayasan Kartika Purna Yudha
  10. Yayasan Manunggal Kartika Jasa
  11. Yayasan Supra Merah Putih
  12. Yayasan Elsye Peduli Bangsa
  13. Yayasan Pemberdayaan Perempuan Umi Indonesia-PPUMI
  14. Yayasan Bina Bangsa
  15. Yayasan Bhakti Mitra Widyatama

Ada beberapa nama-nama yayasan yang cukup menarik. Nah, kita ambil salah satu contoh, yakni Yayasan Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya (PPIR). Begitu kita masuk ke dalam website-nya ini jelas bahwa ada foto Prabowo Subianto sebagai ketua dewan pembina Purnawirawan. Kalau kita gali lebih dalam, terbaca bahwa pada Anggaran Dasar di pasal 1, PPIR ini – Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya ini – merupakan sayap partai Gerindra.

Masuk ke contoh berikutnya, yakni Yayasan Adi Upaya. Pengelola dapur MBG ini ini ternyata benar milik TNI Angkatan Udara.

Tidak berhenti di warna hijau saja, pada warna coklat juga terdapat pola serupa. Yayasan Kemala Bayangkari, yakni yayasan istri-istri polisi ini, dengan pola kedekatan Ketua Pembina yang sangat erat dengan Kapolri saat ini, juga menjadi pengelola dapur MBG yang dikecualikan dari profiling transaksi mencurigakan sesuai surat edaran PPATK diatas.

Ini tak mengherankan sebab dalam redaksinya jelas PPATK menuliskan,

”Dalam hal Bank Umum mengidentifikasi terdapat 1 (satu) yayasan/badan hukum lain yang mendirikan lebih dari 10 (sepuluh) SPPG setelah bulan Februari 2025, maka Bank Umum perlu melakukan pendalaman terhadap profil dan transaksi yayasan/badan hukum lain tersebut guna memastikan terpenuhi atau tidaknya unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM) sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1 angka 5 UU TPPU, dengan pengecualian terhadap 15 (lima belas) yayasan tertentu sebagaimana ditetapkan oleh Badan Gizi Nasional sebagai berikut … (ke-15 nama di atas)

PPATK

Badan Gizi Nasional-lah yang menetapkan Pengecualian itu.

DANANTARA

Di banyak negara sebenarnya ada model pengelola dana abadi seperti Danantara. Ada Temasek di Singapura, Khazanah di Malaysia, lalu NBIM (Norges Bank Investment Management) sebagai pelopor dana abadi ini.

Tetapi ada beberapa hal yang menarik.

Pertama, kalau dilihat dari susunan pengurus Lembaga Pengelola Dana Investasi Danantara ini, muncul sosok yang dekat dengan elit Prabowo-Gibran. Ada Joko Widodo, ayah Gibran, sebagai Dewan Penasehat. Ada Roslan Roslani, Pandu Syahrir, dan Erik Tohir yang terlibat dalam pemenangan Prabowo-Gibran di Pemilu 2024.

Kedua, dimunculkannya Patriot Bond, yakni surat hutang dengan bunga 2%. Sementara kalau para pengusaha membeli SBN (Surat Utang Pemerintah) dia dikenakan bunga 6,2%. Yang artinya apa? Yang artinya konglomerat yang membeli Patriot Bond ini akan merugi sebab akan kehilangan potensi bunga 4,2% per tahunnya, maka disebut patriotik.  Tapi tentu saja ini bukan kerugian yang tidak beralasan. Para pembeli Patriot Bond ini ingin dianggap sebagai loyalis Prabowo yang mendukung program-program Prabowo. Selain itu, sangat mungkin para pelaku usaha pembeli Patriot Bond ini terlibat dalam upaya kriminal atau maladministrasi perizinan, sehingga membeli Patriot Bond dianggap sebagai asuransi, yakni proteksi politik dan politik proteksi. Misalnya, supaya bisnisnya ke depan tidak diganggu oleh pemerintah atau kekuasaan.

Siapa saja memangnya pembeli Patriot Bond ini? Per 19 September 2025, tercatat nama-nama ini (dalam triliun):

  1. Antoni Salim (Salim & DCI): 3
  2. Prayogo Pangestu (Barito): 3
  3. Sugianto Kusumo (Agung Sedayu & Erajaya): 3
  4. Franky Wijaya (Sinarmas): 3
  5. Boy Thohir dan Edwin Soeryadjaya (Adaro & Saratoga): 3
  6. James Riady (Lippo): 1,5
  7. Tomy Winata (Arta Graha): 1,6
  8. Dato Tahir (Mayapada): 1
  9. Budi Hartono (Djarum): 3
  10. Hilmi Panigoro (Amman Mineral): 1,5
  11. Gunawan Lim (Harita): 1,5
  12. Martua Sitorus (KPN): 1
  13. Martias (First Resources): 1
  14. Prijono Sugiarto (Astra): 3
  15. Peter Sondakh (Rajawali Corpora): 1

Ini kalau kita lihat ada dua indikasi.

Pertama, konglomerat yang berada di dalam lingkaran dulu Jokowi kemudian sekarang ke Pak Prabowo.

Kedua, sebagian besar ini adalah para konglomerat yang mendukung program-program strategis, entah itu hilirisasi nikel, hilirisasi batu bara, gasifikasi batu bara, sektor sawit sampai sektor perumahan.

Hasilnya? Dari rencana Rp 50 triliun rencana untuk menarik dana Patriot Bond, ternyata sudah over subscribe alias laku keras di pasar sehingga didapat Rp 51,7 triliun.

Ngomong-ngomong, tahukah apa yang terjadi sebelum peluncuran Patriot Bond? Pak Prabowo mengundang sejumlah konglomerat ke istana. Siapa saja mereka?

  1. Antoni Salim
  2. Prayogo Pangestu
  3. Sugianto Kusuma
  4. Frankie Wijaya
  5. Garibaldi Tohir
  6. James Riady
  7. Tommy Winata
  8. Dato Tahir
  9. Budi Hartono
  10. Low Tuck Kwong
  11. Sukanto Tanoto

Jadi sebagian besar memang terkait dengan oligarki di sektor ekstraktif, tapi juga ada di sektor perumahan.

Jadi, apakah mereka memang sejak awal berniat untuk bergabung dengan Prabowo atau sebagian merasa bahwa harus diingatkan agar dia loyal terhadap pemerintahan Prabowo?

Level Regional dan Internasional

Sebagian hasil Patriot Bond itu masuk pada proyek-proyek yang berkaitan dengan kerjasama regional dan internasional. Ada dana sejumlah 38,4 triliun untuk industri pelat baja tahan karat dengan investasi Cina di Morowali.

Pola yang sama terjadi pada proyek gasifikasi batu bara di Muara Enim dengan investasi sebesar 164 triliun. Gasifikasi ini secara teoretis bertujuan untuk menggantikan LPG 3 kg sehingga Indonesia tidak perlu lagi melakukan impor LPG karena digantikan gasifikasi batu bara. Tapi ini adalah proyek yang sebenarnya tidak laris sehingga diberikan kepada Danantara.

Proyek-proyek yang didanai atau akan didanai oleh Danantara itu memiliki kaitan dengan kedekatan Indonesia – China. Ingat, China memiliki program yang bernama Jalur Sutra Baru. Program ini hendak membangun kekuatan ekonomi terutama di negara-negara berkembang sehingga dia bisa mengekstraksi sumber daya alamnya, kemudian menjualnya kembali sebagai barang jadi.

Dari data Komitmen Dana Pembangunan China di ASEAN pada tahun 2024, Indonesia menjadi penerima dana investasi sebesar 61,7 miliar USD. Vietnam di posisi kedua hanya mendapat 32,4 miliar USD.

Ini jauh lebih besar dibandingkan komitmen dana pembangunan asing di Indonesia pada tahun yang sama, yakni ADB (11,18 miliar USD); IBRD (21,17 miliar USD); IDB (1,3 miliar USD) dan IMF (8,39 miliar USD)

Bismillah. Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, pada siang hari ini, Kamis 20 Maret 2025, Saya Prabowo Subianto, Presiden Republik Indonesia meresmikan kawasan ekonomi khusus Industropolis Batang, Jawa Tengah.

(Prabowo)

Saya sampaikan dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, kereta cepat Jakarta Bandung Whoosh Saya nyatakan dioperasikan. Terima kasih. Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(Jokowi)

Setidaknya, ada 3 proyek yang menggambarkan operasi ongkos politik Prabowo yang mendekatkan diri dengan China: Kawasan Industri di Batang, Smelter Nikel di Morowali dan Kereta Cepat Whoosh. Yang terakhir ini cukup fenomenal karena membutuhkan waktu 170 tahun untuk pengembalian hutangnya. Awalnya proyek B2B (Business to Business), tetapi kemudian berubah menjadi beban pemerintah. Tentu tidak rasional jika hutang Whoosh dibebankan kepada APBN, sehingga terkini Menteri Keuangan Purbaya menyatakan tidak mau membayar hutang proyek Whoosh.

Begitu Pak Prabowo menjadi presiden itu Indonesia bergabung dalam forum BRICS, forum ekonomi bagian selatan yang berambisi mengimbangi hegemoni ekonomi Barat (Amerika Serikat). Saat ini BRICS beranggotakan Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, Uni Emirat Arab dan Indonesia.

Seolah, dimana ada China disitu Indonesia mendekat.

Bisa saja memang benar. Sebab, ketika Prabowo ingin bermain dua kaki dengan juga mendekati Amerika Serikat, negosiasi Prabowo soal tarif dengan Donald Trump menciptakan ilusi seakan Indonesia merasa memenangkan negosiasi itu.

Tapi, seperti apa tanggapan Donald Trump sebenarnya:

So we made with Indonesia. I spoke really great president very popular very strong smart and we uh made the deal. We have full access to Indonesia everything. As you know, Indonesia is very strong on copper. Uh but we have full access to everything. We will pay no tariffs. Uh so they are giving us access into Indonesia which we never had. That’s probably the biggest part of the deal. And the other part is they are going to pay 19% and we are going to pay nothing. I think it’s a good deal for both parties. But, we will have full access to Indonesia.

(Donald Trump)

Pay Nothing. Full access.

Kedua kata ini mengajak kita untuk merenungkan kenyataan pahit: Apakah Prabowo yang mencoba mendekat ke China hingga sampai bergabung di BRICS itu memiliki daya tawar di depan Donald Trump? Ternyata tidak.

Ternyata sebenarnya daya tawar Indonesia tetap dianggap rendah. Taktik dua kaki tadi ini membuka ongkos politik dengan permainan negosiasi dagang, tetapi tetap bersumber dari rasa insecure, Prabowo-Gibran sebagai pemenang Pemilu 2024, yang sejak awal menjadi penyebab lahirnya operasi O3 ini (Otot, Otak dan Ongkos).

Media Tempo menggambarkan rasa rendah diri itu dengan menerbitkan cover karikatur Prabowo dan Trump, dengan judul ”Yang Mengeong di Hadapan Amerika

Pemain Baru

Salah satu contohnya misalnya yang diuntungkan terkait tarif ini adalah pebisnis di Gandum. Kenapa? Karena Gandum ini salah satu komoditas pada saat negosiasi dengan Amerika. Amerika itu menghendaki 0% tarif gandum Amerika yang masuk ke Indonesia. Dan kita tahulah salah satu pemain besarnya siapa: Ada Antoni Salim disitu.

Tidak hanya soal gandum, tapi juga ada pemain baru yang mungkin muncul itu di sektor migas. Kenapa migas? Karena kesepakatannya juga terkait dengan kita mengimpor lebih banyak LPG dan BBM, minyak mentah dari Amerika Serikat. Ongkos ekonomi ini atau ongkos politik ini sangat rentan. Mafia migas akan masuk disitu.

Kenapa? Karena memang sektor migas menjadi sektor yang paling luas dan buas seperti yang sudah terjadi. Permainan tetap terjadi, pemainnya hanya diganti. Apakah itu sebabnya sekarang baru pada era Prabowo, Riza Chalid diburu? Padahal, sejak zaman Jokowi dia sudah bebas beraksi dan tidak ditindak apa-apa.

Siapa pemain baru berikutnya?


Sumber: Bima Yudistira Adinegara dalam Dirty Vote II

Lembaga CELIOS (Center of Economic and Law Studies) bergerak di bidang ekonomi dan kebijakan publik. Bima memiliki gelar S1 dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, S2 di University of Bradford serta Training di Tolouse Business School. Keahliannya adalah di bidang makroekonomi, keuangan, dan energi terbarukan.

Dear Uncle Sam, I Do Not Want To Mess You Up.

Sebagai presiden dari negara yang masih dianggap sebagai polisi dunia ini, tentu saja terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat mendapat perhatian dari seluruh dunia, tak terkecuali saya dan beberapa teman ngopi di bilangan Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Kami ngobrol ngalur ngidul saja, sebab masing-masing tahu dan sadar tidak punya pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk memahami sepenting dan seberharga apa pengaruh presiden baru USA terhadap Indonesia, apalagi terhadap segelintir lelaki jomblo di Tanah Kusir (hehehe …).

Sehabis menonton sekilas acara inaugurasi di tipi (= television;  in case you take it serioulsy as a mispell), rasanya perlu untuk menyimak pesan resmi pertama Bapak Presiden terhadap warganya tersebut. Sebab, empat tahun berikutnya, implementasi dari isi kata-kata itulah yang akan menjadi perbincangan dan titik berangkat dari kebijakan yang akan diambil. Maka, dengan bantuan Google Translate, saya mencoba menterjemahkan isi pidato inaugurasi presiden terpilih US Donald Trump menggunakan teks tranksrip kasar yang dilansir oleh CNBC.

Kurang lebih begini bunyinya dalam bahasa Indonesia:


Hakim Agung Roberts, Presiden Carter, Presiden Clinton, Presiden Bush, Presiden Obama, rekan sebangsa Amerika dan masyarakat dunia, terima kasih.

Kita, rakyat Amerika, kini kita disatukan dalam upaya nasional yang besar untuk membangun kembali negara kita dan mewujudkan kembali janji kepada segenap warga.

Bersama-sama, kita akan menentukan jalannya Amerika dan dunia selama bertahun-tahun yang akan datang. Kita akan menghadapi tantangan. Kita akan menghadapi kesulitan. Tapi kita akan menyelesaikan tugas itu.

Setiap empat tahun kita berkumpul dengan cara yang kita lakukan sekarang untuk melaksanakan transfer kekuasaan yang tertib dan damai.

Dan kami berterima kasih kepada Presiden Obama dan Ibu Negara Michelle Obama untuk bantuan murah hati mereka sepanjang masa transisi ini.

Mereka luar biasa.

Terima kasih.

Upacara hari ini, bagaimanapun, memiliki makna yang sangat istimewa karena hari ini kita tidak hanya mentransfer kekuasaan dari satu pemerintahan ke yang lain atau dari satu pihak kepada pihak lain, tapi kita sedang memindahkan kekuasaan dari Washington, DC, dan mengembalikannya kepada Anda, rakyat Amerika.

Sudah terlalu lama, sebuah kelompok kecil di ibukota negara kita telah menuai manfaat dari pemerintah sementara rakyat yang harus menanggung biayanya. Washington berkembang, tetapi rakyat tidak ikut menikmati manfaatnya. Politisi makmur tapi pekerjaan semakin langka dan pabrik-pabrik tutup.

Sistem yang ada membentengi diri sendiri, tetapi tidak iktu melindungi warga negara kita. Kemenangan mereka bukan kemenangan Anda. Kejayaan mereka bukan kejayaan Anda. Dan sementara mereka bersenang-senang di ibukota negara ini, hampir tidak ada alasan untuk merayakan hal yang sama di tengah keluarga-keluarga yang ditimpa berbagai kesulitan, yakni keluarga-keluarga yang tersebar di seantero negeri.

Semoga semua perubahan akan berawal di sini dan sekarang, karena saat ini adalah kesempatan bagi Anda.

Perubahan ini milik Anda.

Perubahan ini milik semua orang yang berkumpul di sini hari ini dan semua orang menonton di seluruh Amerika.

Hari ini  adalah hari Anda.

Perayaan ini adalah perayaan Anda.

Dan ini, Amerika Serikat, adalah negara Anda.

Yang penting bukanlah soal partai mana yang mengontrol pemerintah kita, tapi apakah pemerintah kita dikendalikan oleh rakyat atau tidak.

20 Januari 2017 akan dikenang sebagai hari dimana rakyat kembali menjadi penguasa di negeri ini.

Rakyat yang selama ini disisihkan tidak akan tersisih lagi. Semua orang mendengarkan Anda sekarang. Bersama puluhan juta rekan lainnya, Anda datang untuk menjadi bagian dari gerakan bersejarah, sesuatu yang tidak pernah disaksikan sebelumnya oleh dunia.

Inti dari gerakan ini adalah munculnya kembali suatu keyakinan penting bahwa negara hadir untuk melayani rakyat. Rakyat Amerika menginginkan sekolah besar untuk anak-anak mereka, lingkungan yang aman bagi keluarga mereka dan pekerjaan yang baik bagi diri mereka sendiri.

Ini merupakan tuntutan yang jujur dan wajar dari rakyat. Sayangnya, realitas yang ada menunjukkan bahwa hal ini tidak terjadi bagi kebanyakan rakyat selama ini.

Ibu dan anak terperangkap dalam kemiskinan di tengah-tengah kota-kota kita. Pabrik-pabrik yang berkarat tersebar seperti batu nisan di segenap penjuru negeri.

 

Sistem pendidikan kita penuh dengan siraman uang tunai, tetapi justru hanya menghasilkan siswa-i kita yang muda dan cantik ini malah kehilangan pengetahuan.

Belum lagi kejahatan dan geng dan obat-obatan yang telah mencuri terlalu banyak kehidupan dan merusak generasi muda, kekayaan negara, tanpa kita sadari.

Kita adalah satu bangsa, rasa sakit yang mereka rasakan adalah mereka adalah rasa sakit kita juga.

Mimpi mereka adalah mimpi kita, dan kesuksesan mereka akan menjadi kesuksesan kita juga. Kami berbagi satu hati, satu rumah dan satu takdir yang mulia.

Sumpah jabatan saya ambil hari ini adalah sumpah setia untuk semua orang Amerika.

Selama beberapa dekade kita telah memperkaya industri asing dengan mengorbankan industri Amerika, memberi subsidi kepada tentara negara lain sementara tentara kita sendiri mendapat penghasilan yang begitu menyedihkan.

 

Source: ChristianPost.com
Donald Trump speaks

 


What a great speech!

Hampir tidak ada impressum yang tepat untuk menggambarkan gemuruh dari jiwa rakyat Amerika yang hadir dan mendengar pidato ini. Rakyat yang begitu yakin bahwa Trump dan segenap jajaran di birokrasinya akan bahu-membahu mewujudkan janji-janji yang hari ini diucapkannya. Tentu saja, ada juga sebagian besar warga dari negara yang sama, yang berunjuk rasa menentang pelantikan Donald Trump, menolaknya menjadi pemimpin mereka.

Berhubung saya bukan warga AS, bukan juga simpatisan Donald Trump (kendatipun kami punya kesamaan nama depan), bukan pula pengamat politik di AS, maka tidak ada catatan khusus yang saya akan tambahkan untuk dimaksudkan sebagai endorsement terhadap cucu dari Frederic Trump ini. Sebagai rakyat kecil dengan lokasi domisili terpaut ratusan kilometer dari Gedung Putih dan pusat-pusat properti Donald Trump, sepengetahuan dan sependengaran saya, kebanyakan teman-teman di Indonesia dan saya hanya berharap supaya hubungan AS dengan Indonesia baik-baik saja. Semacam rasa was-was karena kekurangan akses ke data intelijen. Bukan pula berarti kalau punya data itu lantas tahu berbuat dan bereaksi seperti apa. Selain itu, dengan kesadaran bahwa sebagai satu-satunya “paman” di dunia ini, kita berharap bahwa Donald Trump dan kebijakan-kebijakan selanjutnya, entah itu terkait pembahasan Trans Pacific Partnership ataupun bordership policy, kami berharap bahwa ke depan kami di Nusantara dan Anda-anda di negeri Paman Sam akan baik-baik saja.

 

Dear Uncle Sam, 

 

Please be kind.

My friends and I do not want to mess you up.

You want to make America great again, just do it.

But, please, be great without making us small.

 

Cheers,

 

My Friends and Me.