Katekese yang Aktual dan Inovatif
Pewartaan (kerygma) merupakan salah satu tiang utama Gereja dalam karya kerasulannya sebagai pengajar iman dan moral.
(Tiang lainnya yakni diakonia/pelayanan, koinonia/persekutuan, liturgia/perayaan dan marturia/kesaksian. Lebih lengkapnya silahkan teman-teman Katolik buka kembali diktat ajaran gereja, atau lebih mudah tinggal cari dengan mesin pencarian Google).
Sejauh ini, salah satu bentuk pewartaan yang paling umum adalah pertemuan katekese umat, baik di lingkungan maupun kelompok kategorial. Tapi di tengah situasi dan keterlibatan umat Katolik dalam pemutusan rantai penyebaran COVID-19 di Indonesia maupun seluruh dunia, tentu pertemuan langsung di lingkungan maupun kategorial sangat sulit. Kita harus mematuhi protokeler kesehatan yang mengharuskan kita menjaga jarak dan menjauhi kerumunan.
Jika demikian, bagaimana caranya mengemas katekese supaya tetap aktual dan tetap sampai serta diterima oleh umat?
Ingat ya, jadi ada 2 kata kunci, yaitu: SAMPAI dan DITERIMA
Mengapa harus Ikut Berkatekese?
Oh iya. Tapi itu kan tugas para pelayan Gereja, entah pastor, suster, frater, bruder atau para penguruslah itu?
Tidak. Tugas pewartaan Injil bukanlah melulu tugas hierarki atau lembaga hidup bakti, melainkan tugas semua umat, berkat Sakramen Baptis dan Krisma. Jadi, jelas ya: tugas semua umat. Artinya, kalau kamu umat Katolik, berkatekese adalah tugasmu juga.
Duh, gitu ya? Iya. Begitu.
Umat terpanggil untuk menjadi katekis volunteer, yaitu kaum awam yang melibatkan diri secara aktif dan sukarela dalam karya-karya pewartaan Gereja, mewartakan Injil kepada semua orang.
Tapi kan tidak semua orang dibekali dengan pengetahuan tentang teologi pastoral atau bahan-bahan katekismus? Tidak perlu untuk menjadi ahli. Toh sejak sekolah minggu hingga besar sekarang, kurang lebih kita tahu ajaran Katolik itu seperti apa.
Tapi itu pun, jika ada keraguan tentang isi dari katekese yang akan mulai kamu rancang, selalu ada orang dan sumber terpercaya yang bisa ditanya. Ada katekis di paroki tempat kamu tinggal, tanyalah. Jika kamu kenal ada pastor atau awam yang cakap secara akademis soal teologi juga, tanyalah mereka.
Jika ternyata mereka susah menjawab atau selalu sibuk dengan alasan ini dan itu, tidak masalah. Saat ini hampir semua sumber ajaran resmi tersedia di internet. Kamu tinggal cek saja situs-situs resmi Gereja Katolik, entah yang global seperti Vatican Va, yang nasional seperti KWI, yang lokal seperti Paroki Jalan Bali Siantar. Jika tidak bertemu langsung dengan bahan yang ingin kamu cari, biasanya ada tautan untuk bertanya atau menunjukkan kontak yang bisa dihubungi dan ditanyai.
Oke? Jadi tidak sesusah dulu lagi mestinya, tidak sesulit ketika kita belum mengenal internet.
Caranya Berkatekese yang Aktual itu Bagaimana?
Sebelum mulai, ada baiknya sadari dulu beberapa kenyataan ini.
Pertama, sekarang umat ada dimana? Di rumah atau tempat kerja masing-masing. Bagaimana menjangkau mereka kalau hadir di gereja atau lingkungan pun mereka tak bisa hadir karena jumlah peserta dibatasi? Sejujurnya mereka tidak begitu jauh kok. Umum sekali kita tahu bahwa semuanya sudah menggunakan perangkat yang bisa terhubung dengan jaringan internet, entah smartphone atau komputer. Umumnya memiliki Whatsapp, Telegram, Facebook, Instagram dan Tikotok. Atau salah satu dari itu.
Jadi, caranya untuk terhubung dengan mereka adalah dengan membuat konten katekese dan mengabarkan kepada mereka.
Kedua, bagaimana mengantarkan konten katekese itu supaya sampai ke mereka? Ibarat permainan sepak bola, jemput bola. Tidak menunggu bola menghampirimu untuk melanjutkan permainan. Kabarkan ke mereka bahwa kamu punya sesuatu untuk disampaikan dan barangnya sudah jadi. Entah berupa tulisan di blog sederhana seperti yang sedang kamu baca ini. Entah berupa podcast di Instagram atau Google Podcast, atau video di Youtube dan Facebook.
Harus di semua platform itukah kita mengabari mereka? Tak perlu. Satu atau dua saja yang kamu sendiri gunakan.
Ketiga, bagaimana tipsnya supaya katekese itu diterima oleh mereka? Ini menarik. Ada jutaan tulisan dan video tiap hari. Bagaimana supaya konten yang kita buat menarik mereka sehingga mereka terdorong untuk mendengar lebih banyak dari kita, sementara saat ini setiap orang bisa saja mengepos dan mempublikasikan apapun? Buatlah katekese yang berangkat dari situasi aktual, relevan dan kena dengan pendengar/pembaca/penonton sesuai platform yang kamu pilih. Tapi tidak hanya bahannya yang aktual, melainkan cara penyampaiannya juga.
Tidak akan langsung banyak orang yang melirik kontenmu. Hal itu terjadi pada semua bidang, bukan? Selalu sulit pada tahap memulai. Tentu saja harus realistis. Sediakanlah waktu yang cukup tanpa harus mengganggu kegiatanmu yang utama. Jika kamu siswa sekolah atau mahasiswa yang sedang kuliah, jangan sampai mengganggu waktu belajarmu. Jika kamu sudah bekerja dan berkeluarga, jangan sampai mengganggu pekerjaan utama dan waktu dengan keluarga.
Tapi jika ternyata tugas pokokmu berkaitan dengan katekese entah sebagai umat maupun sebagai klerus dan anggota lembaga hidup bakti, maka tentu kamu harus bergerak lebih cepat lagi. Belajar dan belajar lagi.
Apakah Konten itu harus Bagus?
Menang di era digital menjadi suatu keharusan bagi para pelaku bisnis digital saat ini. Kemunculan bisnis berbasis digital kian marak. Profit ialah tujuan utama setiap usaha, sehingga setiap bisnis harus memikirkan sustainability (keberlangsungan) usaha. Tetapi, yang sedang kita bahas saat ini tidak pertama-tama beriorentasi bisnis, bukan?
Karena jika itu orientasi dan motivasi awal, memang akan sangat mudah kecewa di tengah proses bahkan di awal perjalanan. “Wah, ternyata sangat susah. Harus beli ini-itu untuk perlengkapan dan peralatan multimedia-nya. Harus sewa digital marketer yang handal supaya kanal atau situsku cepat naik dan memperoleh trafik yang besar, dan lain sebagainya”.
Betul. Jika memang kamu meletakkan orientasi profit sebagai prioritas, sangat wajar kamu akan kecewa lalu tidak mau lagi melakukannya. Lalu kembalilah ke situasi awal, kamu berdalih: Biarlah itu tugas para pelayan Gereja, entah pastor, suster, frater, bruder atau para pengurus.
Tentu kita tidak ingin pesimis seperti itu, bukan?
Karena itu, mulailah dari hal sederhana yang bisa kamu lakukan. Mulai dari sesuatu yang aktual dan relevan denganmu. Mengutip ungkapan dari tokoh besar Mahatma Gandhi: “Kenyataan yang terbuka untukku, pasti juga terbuka untuk orang lain”
Saya beri contoh sederhana berupa konten dari Youtube.
Jika kamu senang bernyanyi, kamu boleh ikut bernyanyi. Misalnya seperti dicontohkan oleh para bapak dan ibu yang tergabung di Paduan Suara Cantate Domine Paroki Jl. Sibolga ini.
Jika kamu senang menyanyi dan membuat tutorial, kamu boleh meniru yang dilakukan teman Saya, Sastro Sihotang dengan konten tutorial bagaimana menyanyikan sebuah lagu untuk paduan suara ini.
Intinya, ada banyak sekali hal yang bisa kita lakukan, sesuai dengan apa yang kamu bisa dan biasa lakukan, bahkan tanpa mengandalkan pihak lain. Hanya kamu sendiri. Tanpa menunggu besok dan besok, sebab besok tidak ada habisnya.
- Pergulatanmu memadukan identitas Katolik dengan etnisitas dari mana kamu lahir dan tumbuh, lewat peristiwa sehari-hari
- Bincang-bincang iman dan membahas persoal aktual dari perspektifmu sebagai seorang umat Katolik
- Review terhadap fasilitas gereja di tempatmu
- Permenungan singkatmu tentang ajaran sosial Gereja yang sangat luas dan padat itu
- (dan sederet ide lainnya yang tak mungkin bisa kusebut satu persatu di tulisan sesingkat ini)
BONUS: Sebuah Contoh Konkret Katekese Aktual
Ada aspek lain yang bisa kita perdalam untuk memastikan konten katekese itu sampai dan diterima pemirsa, yaitu bahan dan penyampaian yang aktual.
Dalam sebuah lagu pop Batak berjudul “Mauliate Ma” (Terima Kasih) yang dinyanyikan Shety Simamora ini, tersisip contoh katekese yang kreatif.
Katekese kreatif? Maksudnya bagaimana?
Artinya, si penulis lagu yakni Pengalaman Simamora (ketika itu masih menggunakan nama biarawannya: Frater Krispinus Simamora, OFM Cap) berupaya mengkristalkan nilai-nilai Katolik dalam muatan seni budaya lokal (lagu pop dalam bahasa Batak). Tak perlu banyak. Cukup dengan cuplikan beberapa detik (lihat di menit 4:08 – 4:13) berupa tayangan dimana sebuah keluarga memulai acara makan bersama di rumah dengan membuat tanda salib. Sesederhana itu.
Bukankah secara singkat seluruh kesaksian iman itu bisa terlihat secara visual dalam tanda salib? Bukankah kalau kita berani membuat tanda salib ketika makan di tempat makan, itulah kesaksian yang hidup?
Itulah yang ditampilkan lagi dalam video lagu ini. Digabung dengan syairnya, orang akan menemukan korelasi antara sikap beriman dan berbudaya. Oh, ternyata orang Katolik itu tetap membuat tanda salib ketika makan bersama. Tentu saja ini akan menggugah umat Katolik lainnya yang tidak lagi membuat tanda salib ketika makan bersama di tengah keluarga. Atau, jangan-jangan, sekedar makan bersama pun tak pernah lagi?
Jika pemirsa sudah sampai pada pertanyaan reflektif begini, kupikir kita setuju bahwa konten katekese yang dibuat itu sudah sampai dan diterima pemirsa. Tujuan katekese sudah tercapai. Saatnya membuat yang lain lagi.
Berhubung lirik dan lagunya sederhana serta melodinya pun mudah diikuti, mungkin kamu pun ingin menyanyikannya. Ini lirik lengkapnya:
Ho do da amang
Ho do da inang
Patureture au, mamparrohahon au di ngolungkon
Balga ni basam
Na sai huhilala
Mambaen sonang au
Mambaen mekkel au
Dohot donganhi
Dang tarbalos au
Burju ni basam
Ai holan tangiang do
na tarpatupa au borumon
Mauliate ma amang di haburjuon mi
Mauliate ma inang
Di akka podami na sai huhilala
Sai anggiat ma nian
sude na denggan i nang dohot podami
anggiat gabe sulu di parngoluonhi
Ho do da amang
Ho do da inang
Patureture au, mamparrohahon au di ngolungkon
(Interlude)
Balga ni basam
Na sai huhilala
Mambaen sonang au
Mambaen mekkel au
Dohot donganhi
Dang tarbalos au
Burju ni basam
Ai holan tangiang do
na tarpatupa au borumon
Mauliate ma amang di haburjuon mi
Mauliate ma inang
Di akka podami na sai huhilala
Sai anggiat ma nian
sude na denggan i nang dohot podami
anggiat gabe sulu di parngoluonhi
Epilog
Intinya, bikin saja dulu kontennya. Hahaha.