Kebudimuliaan: Value or Virtue?

Kebudimuliaan

Kebudimuliaan seperti pernah kuulas di blog ini mencakup 16 nilai.

Keutamaan dan Nilai (Virtue and Value)

Orang kerap menyamakan virtue (keutamaan) dengan value (nilai). Padahal, keduanya berbeda.

Keutamaan adalah nilai yang dihidupi, nilai dalam tindakan, nilai yang dijalankan pada hidup keseharian. Sementara nilai adalah gagasan, atau tujuan; sifatnya aspirasional; dan sering gagal terjadi dalam hidup keseharian, tak seperti yang diinginkan.

Contoh Kasus: Nilai Tanggung Jawab


Menciptakan Budaya Kebudimuliaan

Bruder Anastasius, BM (kiri) dan Bruder Polycarpus, BM (kanan) pada Sosialisasi Pendidikan Spiritualitas Budi Mulia di Aula Ronse SMA Budi Mulia Pematangsiantar, 18 Maret 2023.


Nilai-nilai Kebudimuliaan

Sebagai pendidik, Anda bisa saja membangun visi dan misi pendidikan paling hebat yang pernah ada sepanjang sejarah kurikulum akademis – sesuatu yang semestinya bisa menawarkan nilai sangat berharga kepada orangtua dan insan didik – tapi jika Anda tidak mengkomunikasikan dan menunjukkan nilai itu dengan baik, Anda sebenarnya tidak mengatakan apapun.

Nilai

Semakin kesini, semakin sering kita mendengar orang-orang berbicara tentang nilai (value) atau keutamaan (virtue). Apa itu nilai?

Aksiologi, cabang filsafat yang membahas nilai (dari kata axios/nilai dan logos (pengetahuan) menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good?) dan apa itu benar (what is right?)

Jika yang baik dan benar teridentifikasi, ia akan disebut bernilai, mempunyai nilai. Jika tidak, maka sebaliknya: tidak bernilai, tidak mempunyai nilai.

Lebih jauh, kita – Saya dan Anda – sebenarnya bisa membahas apakah nilai itu independen (memiliki makna pada dirinya sendiri) atau bergantung pada manusia sebagai pelaku, insan yang mencari, menemukan dan mengevaluasi nilai. Namun, secara ringkas kita bisa mengartikan nilai sebagai produk/hasil penciptaan atau penemuan akal manusia setelah melalui proses analisis atas kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral.

Sumber Nilai Kebudimuliaan

Sejatinya, nama “Budi Mulia” sendiri (budi yang mulia) sudah sangat dekat artinya dengan istilah budi pekerti, sehingga patut diduga mendengar namanya saja, orang sudah akan diarahkan untuk memikirkan sesuatu yang luhur, mulia, indah, sopan dan atribut baik lainnya. Budi pekerti adalah nilai yang akan mendasari seluruh perilaku kita. Maka, pikiran dan perbuatan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Jika pikirannya baik, maka perbuatan yang akan dihasilkan pun niscaya akan baik pula. Jika pikirannya buruk, perbuatannya pun akan buruk.

Tetapi dalam kenyataan dan pembicaraan yang Saya alami dengan orang-orang terutama dengan anak didik dan rekan guru,  arti mendalam dari budi pekerti lebih sering hanya menjadi definisi mati dalam literatur-literatur sekolah, padahal sejatinya nilai budi pekerti ini dimaksudkan untuk dihidupi dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Baik di ranah individu, sekolah, masyarakat, dan bernegara.

Nilai kebudimuliaan adalah hikmat yang bersumber dari kisah dan keutamaan yag diwariskan oleh Bapa pendiri Kongregasi Bruder Budi Mulia yaitu Bruder Stephanus Modestus Glorieux. Perjalanan sepanjang hidupnya yang menginspirasi terlebih hidup membiara sendiri diyakini bersumber dari imannya akan Yesus Kristus.

Maka, seperti Glorieux sendiri menjadi orang Kristen yang menimba spiritualitasnya dari Yesus Kristus, seorang insan Budi Mulia juga pertama-tama mengikuti teladan Yesus. Sebab Yesus adalah Guru Utama dari Teladan Budi Mulia, yakni Bapa Stephanus Modestus Glorieux.

Siapa yang seharusnya Menghidupi Nilai Kebudimuliaan?

Siapa saja mereka? Tentu, siapa saja yang mau. Terutama mereka yang sedang dan sudah pernah menjadi siswa, guru dan pegawai di sekolah di bawah naungan Yayasan Budi Mulia Lourdes.

Mereka adalah setiap insan Budi Mulia. Saya menawarkan julukan untuk mereka, yakni seorang Glorielis (dari nama Glorieux, mengikuti toponimi penduduk dan karakter orang Bordeaux yang dijuluki Bordealis). Setiap Glorielis seharusnya menghidupi nilai-nilai kebudimuliaan ini.

Istilah lain yang kerap digunakan (bahkan sudah kadung menjadi bagian dari kultur kebudimuliaan secara khusus di lingkungan SMA Budi Mulia Pematangsiantar Jalan Melanton Siregar 160) yakni: seorang Boemian atau warga Boemi. Boemi sendiri kemungkinan adalah akronim versi ejaan van Ophuijsen dari Budi Mulia (Boedi Moelia). Tetapi istilah warga Boemi atau Boemian(s) ini dapat saja dikenakan kepada siapa saja yang pernah dan sedang mengenyam pendidikan di Budi Mulia, lepas dari apakah dia mengamalkan nilai-nilai kebudimuliaan atau tidak.

Apa saja Nilai Kebudimuliaan itu?

Menurut Silabus Pendidikan Spiritualitas Budi Mulia (Silabus PSBM) yang dihasilkan dalam Workshop Kebudimuliaan di SMP Budi Mulia Mangga Besar pada 26-28 April 2021, nilai-nilai kebudimuliaan adalah:

  1. Kedisplinan
  2. Kebersamaan
  3. Toleransi
  4. Rajin Belajar
  5. Tanggung Jawab
  6. Kerendahan Hati
  7. Kesederhanaan
  8. Cinta Kasih
  9. Kreatif, Inisiatif dan Inovatif
  10. Kerja Keras
  11. Keunggulan
  12. Kemandirian
  13. Religius
  14. Hidup Bakti
  15. Ketabahan
  16. Integritas

Cara Mengukur: Glorielis-kah Aku?

Sebagaimana jika orang mau mengukur dirinya sendiri apakah dia Kristen atau tidak patokannya adalah kesesuaian pada teladan perkataan dan perbuatan Yesus Kristus, maka seorang siswa, guru dan pegawai di sekolah-sekolah di bawah naungan Yayasan Budi Mulia Lourdes bisa mengukur dirinya sendiri apakah dia sudah cukup Glorielis (insan Budi Mulia) atau belum dengan bertanya:

Sudah displinkah aku? Jika belum, maka aku belum Glorielis.

Sudah jujurkah aku? Jika belum, maka aku belum penuh menjadi insan Budi Mulia.

Sudah mandirikah aku? Jika belum, maka aku belum Glorielis.

Sudahkah aku rajin belajar? Jika belum, maka aku belum sah menjadi “anak BM”.

Sudahkah aku bertanggungjawab?  Jika belum, maka aku belum pantas disebut anak Budi Mulia.

Sudahkah aku unggul? Jika belum, maka aku belum pantas disebut warga Boemi teladan.

(dan seterusnya …)


Mengkomunikasikan Nilai Kebudimuliaan

Nilai-nilai kebudimuliaan haruslah diketahui esensinya. Setelah diketahui, dihidupi. Jika sudah dihidupi, maka orang yang datang dan melihat akan menjadi saksi atasnya. Begitulah proses komunikasi nilai kebudimuliaan terjadi.

Sampai hari ini, sekolah TK, SD, SMP hingga SMA Budi Mulia masih mendapat kepercayaan di hati banyak orang karena proses pendidikan yang berusaha terus mengamalkan nilai-nilai itu, membuatnya bagian dari hidupnya pendidikan di Budi Mulia.

Dengan premis ini, sekali lengah dan lalai dengan nilai itu atau membuatnya hanya jargon semata dan jatuh pada verbalisme belaka, keadaan bisa berbalik. Pastinya: ke arah yang lebih buruk. Sesuatu yang kita semua pastinya tidak kehendaki.

Dengan demikian, nilai-nilai kebudimuliaan bukanlah nilai-nilai yang hanya tersimpan dalam literatur dan dihapal saja, namun juga perlu diimplementasikan dalam aspek akademis dan non-akademis. Inilah pilihan nilai yang diambil oleh segenap Glorielis dalam perannya ikut serta dalam visi utama pendidikan sesuai amanat konstitusi negara ini, yakni mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.