BERDOA ITU APA SIH?
“Anak-anak, menurut kalian berdoa itu apa sih?”, kubuka sesi pelajaran dengan bertanya pada murid yang tampak sibuk mencatat materi doa-doa pokok (orationes utilissimae), bagian dari tradisi resmi Gereja Katolik.
Pertanyaan itu sengaja kumunculkan setelah kubacakan definisi teoretis dari apa arti berdoa.
Berdoa adalah bentuk komunikasi, cara kita berbicara kepada Tuhan (latria) atau kepada Bunda Maria (hiperdulia) dan para kudus (dulia). Bentuknya bisa formal, bisa informal. Dalam bentuk formal, doa sendiri berbeda dengan penyembahan dan pujian. Struktur template dari doa formal sendiri sejauh ini yang paling tepat adalah doa Bapa Kami (Pater Noster).
Dalam bahasa Inggris sendiri, “pray” pertama kali ditemukan pada Bahasa Inggris Abad Pertengahan, yang berarti “meminta dengan sungguh (to ask earnestly.) Dalam bahasa Perancis kuno “preier”, yang juga diturunkan dari kata Latin “precari”, yang berarti “meminta”.
“Kalau kita tidak tahu bagaimana wujud Allah, seperti apa wajahnya, apakah dia laki-laki atau perempuan, sedang apa dia sekarang, bagaimana kita bisa berbicara denganNya?”, pancingku, penuh harap mereka mau meluangkan waktu untuk berfikir lebih dalam. Kupikir ini cara terbaik bagi mereka untuk menyadari kandungan antropomorfisme dalam agama-agama.
Seorang siswi berinsial I memberanikan diri mengangkat tangan dan mencoba menjawab.
“Pak, dengan analogi mungkin lebih baik. Memang kita tidak mungkin bercakap-cakap dengan orang lain kalau orang itu tidak bisa mendengar kita. Mudahnya, kita hanya perlu membayangkan apa yang sedang kita doakan dan meyakini bahwa Tuhan mendengar apa yang kita katakan”, jelasnya.
Brilian sekali.
Berarti tidak salah donk kalau kita berdoa kepada Bunda Maria, para kudus dan sanak saudara kita yang sudah meninggal?
Tidak salah.
Yang sering menjadi masalah ialah karena banyak orang Kristen yang menyamakan doa dan penyembahan; padahal alamat penyembahan itu hanya Tuhan, bukan para kudus apalagi kakek, nenek, orangtua ataupun sanak saudara yang sudah meninggal.
Padahal, sekali lagi, doa dan penyembahan itu berbeda. Meskipun penyembahan orang Kristen umumnya mengandung doa dan aktifitas berdoa juga, tetapi tidak setiap doa adalah penyembahan.
Seorang anak kecil yang menutup mata, melipat tangan, bertumpu pada dipan tempat tidurnya dan berkata “Tuhan, tolong besok bilangin ke mama biar aku dibelikan es krim yang buanyaaak ya. Please, Tuhan. Amen“, ini berarti si anak tadi sedang berdoa.
Membuat tanda salib saja sebenarnya adalah berdoa.
Demi kepentingan bersama, memang baik kalau kita berdoa mengikuti struktur doa yang sudah diajarkan sejak dini. Entah itu doa-doa pokok, doa rosario, novena atau doa-doa lainnya yang umum dikenal oleh orang Kristen. Tetapi, seiring dengan hidup kita yang semakin bertumbuh dan mendalam, sangat baik kalau kita kembali mengikuti kebiasaan jemaat perdana yang memperlakukan doa sebagai percakapan personal dengan Tuhan.
Ya, seperti kita bercakap-cakap dengan teman dalam keseharian kita. Ketika bercengkerama dengan teman , kita kadang menggunakan tutur kata yang sopan, kadang bercanda, merayu, membujuk, kadang mengeluh atau kadang dengan nada membentak bahkan. Kita juga bisa bercakap-cakap dengan Tuhan dengan cara itu.
Kukenal seorang teman, yang bersama mendiang ayahnya berdoa dengan menyanyikan lagu “Datanglah PadaNya” dari Vanessa Goeslaw ini.
DATANGLAH PADANYA
Di saat hati sedang galau
Pada siapa mengadu?
Berharap pada dunia
Sia-sialah
Hanya pada Yesus
Ada jawaban
Datanglah pada-Nya yang lelah
Diberi kelegaan
Di saat badai ombak menderu
Pada siapa berteduh?
Berharap pada dunia
Sia-sialah
Hanya pada Yesus
Ada pertolongan
Datanglah pada-Nya yang berbeban
Diangkat-Nya
Siang malam mata-Nya
Tak pernah terpejam
Menunggu setiap orang
Datang pada-Nya
Siang malam tangan-Nya
Selalu terbuka
Menanti setiap orang
Menghampiri-Nya
Tak henti-henti
Dia menunggu
Tak henti-henti
Dia menanti
Datanglah pada-Nya selama masih
Diberi waktu …