Jokowi Datang: Horas!!!
Hari ini Pak Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Sumatera Utara pada Selasa (1/3) pagi untuk meninjau destinasi wisata Danau Toba. Sebagai tindak lanjut dari hasil Rapat Terbatas tanggal 2 Februari 2016 di Kantor Presiden, langkah ini, entah bermuatan politis atau tidak (biarlah tugas pengamat yang lebih senior untuk memberikan catatan, analisis dan komentarnya), menurut saya dilakukan pada momentum yang tepat.
Sebagai rangkaian dari tiga hari perjalanannya di Sumatera, beliau mengunjungi destinasi wisata prioritas yakni Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba. Setibanya di Bandara Internasional Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang dengan menggunakan Pesawat Kepresidenan Indonesia-1, beliau dan rombongan rombongan berganti pesawat dengan menggunakan CN-295 menuju Bandara Silangit, Kabupaten Tapanuli Utara dan melanjutkan perjalanan menuju Danau Toba dengan berkendaraan mobil. Sore harinya, Presiden dan rombongan akan menuju Medan untuk bermalam.
Seprti diinfokan oleh Berita Lima, paket perjalanan ini kemudian akan meliputi kunjungan ke Takengon untuk peresmian Bandara Rembele – Takengon, Provinsi Aceh kemudian meninjau pembangunan infrastruktur di Sumatera Selatan.
Dengan segala hormat kepada para pengamat, jelas langkah ini bukan semata langkah politis tetapi juga marketing yang sangat baik. Setelah resistensi dari para pemangku jabatan di tujuh kabupaten setempat soal pengembangan KSPN Danau Toba, apapun yang dilakukan atau dibicarakan Jokowi dengan kunjungan singkatnya, ia telah mulai memenangkan hati para “raja lokal” tersebut.
Tak hanya menunjukkan kapasitas sebagai kepala suku (presiden) yang mengepalai kepala-kepala suku yang lebih kecil (para bupati, camat, para “hampung” atau kepala desa hingga para “maujana” atau penatua adat setempat), jiwa marketing itu telah menghasilkan efek yang diharapkan sehingga beberapa saat kemudian muncul tweet update penuh percaya diri dari akun @jokowi sebagai berikut:
“Membanggakan. Tujuh bupati sepakat membangun Danau Toba. Toba akan jadi tujuan wisata dunia -Jkw”
Jelas. Ini langkah bagus buat akuisisi lahan dan langkah superberat lainnya yang kerap menghantui setiap agenda pembangunan infrastruktur dan pengembangan kawasan wisata di berbagai belahan nusantara ini. Bagi para penikmat kopi hangat dan koran pagi hari, jelas ini cukup jadi alasan untuk tersenyum dalam hati.
“Yesss … Jokowi sudah datang, jadi nih barang”, ucap para pebisnis yang melihat prospek cerah di industri pariwisata ini.
Atau:
“Horas ma di amang Jokowi!!! Horas ma muse tu angka parsakkap na laho padengganhon jala paulihon Tao Toba i!!!”, sebut orang kecil seperti saya yang – karena tidak punya pengetahuan apapun di bisnis pariwisata – hanya berharap supaya konsep Sustainable and Holistic Ecotourism tetap terjaga.
(Kurang lebih berarti: Selamat pak Jokowi. Selamat juga buat semua yang berniat baik memajukan dan menjaga Danau Toba dengan keindahannya).
Horas yang Lain dari Leonardo diCaprio
Tentu saja Leonardo tidak mengucapkan “Horas” ketika ia menerima piala Oscar atas perannya sebagai Hugh Glass di film Revenant. Selain itu, dia bukan orang Batak Toba atau sub-etnis Batak lain yang terbiasa menyebut sapaan “Horas” untuk menyambut tamu. Leonardo adalah aktor Hollywood yang beberapa hari ini sedang dan mungkin akan semakin terus dibicarakan orang karena prestasinya menyabet piala Oscar untuk kategori Best Actor, Best Director dan Best Picture. Namun selain itu, yang tidak tidak luput dari perhatian publik adalah pesan ekologis yang kembali disampaikan oleh tim produksi film tersebut. Bagi saya, ini pantas jadi Best Message juga.
Seperti dikutip dari situs Oscar, teks pidato Leo setelah dia menerima piala tersebut aslinya berbunyi:
Thank you all so very much. Thank you to the Academy, thank you to all of you in this room. I have to congratulate the other incredible nomineesthis year for their unbelievable performances. The Revenant was the product of the tireless efforts of an unbelievable cast and crew I got to work alongside. First off, to my brother in this endeavor, Mr. Tom Hardy. Tom, your fierce talent on screen can only be surpassed by your friendship off screen. To Mr. Alejandro Innaritu, as the history of cinema unfolds, you have forged your way into history these past 2 years… thank you for creating a transcendent cinematic experience. Thank you to everybody at Fox and New Regency…my entire team. I have to thank everyone from the very onset of my career…to Mr. Jones for casting me in my first film to Mr. Scorsese for teaching me so much about the cinematic art form. To my parents, none of this would be possible without you. And to my friends, I love you dearly, you know who you are.
And lastly I just want to say this: Making The Revenant was about man’s relationship to the natural world. A world that we collectively felt in 2015 as the hottest year in recorded history. Our production needed to move to the southern tip of this planet just to be able to find snow. Climate change is real, it is happening right now. It is the most urgent threat facing our entire species, and we need to work collectively together and stop procrastinating. We need to support leaders around the world who do not speak for the big polluters, but who speak for all of humanity, for the indigenous people of the world, for the billions and billions of underprivileged people out there who would be most affected by this. For our children’s children, and for those people out there whose voices have been drowned out by the politics of greed. I thank you all for this amazing award tonight. Let us not take this planet for granted. I do not take tonight for granted. Thank you so very much.
Paragraf pertama berupa ucapan terima kasih kepada semua yang ambil bagian dalam pembuatan film tersebut. Paragraf kedua menyampaikan pesan yang saya maksud.
Seorang teman di Twitter menterjemahkannya seperti pada gambar di atas.
Membuat film the Revenant adalah tentang hubungan manusia dengan alam dunia ini. satu dunia yang kita jatuhkan secara kolektif yang membuat tahun 2015 menjadi tahun paling panas sepanjang rekaman sejarah. Tim produksi kami harus pergi ke kutub selatan dari planet ini untuk menemukan salju. Situasi ini merupakan yang paling urgen yang dihadapi oleh seluruh spesies kita. Kita harus bekerjasama dan berhenti menunda-nunda. Kita harus mendukung para pemimpin di seluruh dunia ini yang tidak bicara sola penyebab polusi atau korpotasi-korporasi besat tetapi yang bicara untuk kemanusiaan; dan kepada masyarakat lokal dunia ini, untuk jutaan orang yang kurang mampu disana, yang suaranya ditenggelamkan oleh para politisi serakah. Jangan menjadi orang yang tidak perduli atas planet ini. Yang saya capai malam ini pun tidak terjadi begitu saja.
Sama seperti pesan Paus Francis pada Laudato Si, ensiklik keduanya dengan kandungan pemahaman ekologis yang jauh lebih kaya, bagi saya pesan Leonardo Di Caprio ini cukup mewakili jutaan orang Indonesia yang sangat menginginkan bumi nusantara ini dibangun, dimajukan sekaligus dijaga untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat, bukan hanya bagi para korporasi atau pelaku lain (yang tidak berfikir dua kali mengorbankan sustainable ecotourisme demi sustainable corporate income).
Inilah horas “lain” yang saya maksud. Bukan sekedar basa-basi tetapi juga ungkapan salam silaturahmi penuh harapan bagi siapapun yang menerima salam itu. Entah mengapa bisa terjadi dalam waktu bersamaan dengan kedatangan Jokowi ke kawasan Danau Toba yang (konon) katanya kaya dengan keindahan alam dan limpah khazanah kearifan dan budaya penduduk lokal, pesan dari appara saya Leonardo Di Caprio ini menyatukan rasa dari jutaan orang yang cinta dan perduli dengan sustainable dan holistic development untuk Danau Toba dan rakyat yang berdiam di sana.
Saat ini, salam itu ditujukan kepada Pak Jokowi.