Tidak Ada Perempuan yang Kidal

Saat balita
tangan kanannya memegang barbie
tangan kirinya mengelus pipi yang memerah

Saat anak-anak
tangan kanannya memegang slime
tangan kirinya menarik rok hingga lutut

Saat remaja
tangan kanannya memegang smartphone
tangan kirinya sibuk menarik bajunya hingga longgar

Saat dewasa
tangan kanannya memegang secangkir kopi
tangan kirinya penuh sayatan

Saat menjadi ibu
tangan kanannya membersihkan popok
tangan kirinya meremas kertas perceraian

Haruskah perempuan terlahir tanpa tangan kiri agar tidak terluka?


Bedah Puisi oleh Penulisnya

Melalui akun Twitternya @tasuketeasqui, Tazkia Nur Hafizah menjelaskan latar belakang hingga maksud dari puisi yang ditulisnya.

Berikut selengkapnya penjelasan penulis dengan penyesuaian seperlunya dariku.


Latar Belakang

Institut Français d’Indonésie (IFI) memberikan kesempatan untuk masyarakat ikut kampanye internasional “16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan” dengan mengadakan lomba puisi pendek dengan tema #KitaUntukPerempuan

Sebagai apresiasi 30 puisi terbaik akan mengikuti kelas menulis puisi yang mana IFI bekerja sama dengan Kompas Institute. Setelah kelas berlangsung 5 puisi terbaik dipilih untuk kemudian dipampang di dinding gedung IFI yang terletak di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta

Photo: Akun Twitter @indiratendi

Alhamdulilah karya saya “Tidak Ada Perempuan yang Kidal” menjadi salah satu yang beruntung.


ISI

Saat balita, tangan kanannya memegang Barbie, tangan kirinya mengelus pipi yang memerah

‘Barbie’: Objek Barbie dipilih karena mencoba relevan dengan mainan apa yang kiranya masih dimainkan generasi Z dan Alpha.

‘pipi yang memerah’: Akibat tamparan dari keluarga/ lingkungan abusif


Saat anak-anak, tangan kanannya memegang slime, tangan kirinya menarik rok hingga lutut

‘slime’: Ini mainan yang masih digemari anak-anak Z dan Alpha

‘menarik rok: Kasus anak Sekolah Dasar yang menjadi korban pelecehan seksual oleh dari pedagang mainan di sekolahnya.


“Saat remaja,tangan kanannya memegang smartphone, tangan kirinya sibuk menarik baju hingga longgar”

‘smartphone’: Saya sering mendengar orang tua yang sedih karena remaja mereka sibuk dengan gawainya dan berusahalah untuk bonding kembali.

‘menarik baju’: Pubertas memberikan banyak perubahan pada suasana hati dan tubuh remaja. Tentu saja hal ini membuat remaja bingung dan tidak percaya diri dengan perubahan tersebut.


“Saat dewasa, tangan kanannya memegang secangkir kopi, tangan kirinya penuh sayatan

‘kopi’: Orang dewasa dihadapkan pada banyak hal yang kita harus kerjakan. Karena tidak bisa lari dari realita, setidaknya pahit kopi dapat menahan mata. Ajaibnya, tubuh yang terjaga itu memberi sugesti bahwa kita mumpuni untuk menuntaskan kewajiban. Kopi itu adalah mantra

‘sayatan’: Alasan orang melakukan cutting (dengan sengaja menyayat tangan sendiri dengan silet atau benda tajam lainnya) adalah untuk mengalihkan pikiran semrawut pada rasa perih yang ditimbulkan luka sayatan tersebut.


“Saat menjadi ibu, tangan kanannya membersihkan popok, tangan kirinya memegang kertas perceraian

Indonesia masuk ke dalam negara tingkat Fatherless yang tinggi. Dan masih ada sosok ayah yang tidak menyadari bahwa parenting adalah kerjasama dua pihak.


“Haruskah perempuan terlahir tanpa tangan kiri agar tidak terluka?”

Tangan kanan umumnya dianggap hal baik dan tangan kiri dianggap hal buruk. Di setiap fase kehidupan “tangan kanan” mengerjakan hal baik, sedangkan “tangan kiri” merespon hal-hal buruk


Saya ingin pada karya kali ini terasa dekat dengan keseharian dan tidak muluk memakai imajinasi berlebihan. Akhirnya saya berpikir ungkapan “lebay” apa yang bisa mendramatisir tangan kiri tersebut. Akhirnya saya memilih opsi “terlahir tanpa” agar terkesan no way out and hopeless.

Hakikatnya, kesan “no way out” dan “hopeless” tadi adalah bentuk sarkasme yang sebenarnya keluar dari orang yang sebenarnya masih berusaha namun tidak cukup dukungan dari orang lain.

Tentu saja kita kuat jika kita bersama, kan?

Maka dari itu untuk menambah sisi dramatis Saya menjadikan judul karya ini memakai kata “kidal” agar seakan kondisi “terlahir tanpa tangan kiri” benar-benar dapat terjadi jika setelah selesai membaca puisi ini pun banyak pembaca yang tidak ber-husnuzon pada makna karya ini.

Kesimpulan

Saya tidak pernah bermaksud mengolok-olok suatu kondisi dan menyudutkan siapapun di dalam puisi ini. Semoga dapat diambil kesimpulan yang lebih husnuzon karena Saya menyadari perspektif orang akan berbeda sehingga kesimpulan yang diambil dapat berbeda juga.

Penutup

Semoga semua umat manusia dapat saling menjaga satu sama lain terlepas dari cara orang melakukan “penjagaan” tersebut berbeda. Di sini Saya suka menjaga hati dan pikiran Saya tetap hidup dengan menulis. Semoga tulisan Saya bisa sedikit menghidupkan orang lain juga

Facebook Comments

Membabat Akar Permasalahan Desa bersama Wahyu Anggoro Hadi

Panggungharjo dan Wahyu Anggoro Hadi adalah dua nama yang beberapa tahun terakhir menjadi buah bibir ketika kita membahas desa di Indonesia.

Yang pertama adalah sebuah desa mandiri di bilangan Bantul, Yogyakarta dengan beragam program yang terbukti membangun warganya. Yang kedua adalah kepala desanya.

Tentu saja, tidak ada yang terjadi kebetulan. Apalagi sesuatu yang too good to be true, pasti akan segera mendatangkan kritisisme di kepala kita.

Ini wajar.

Sesuai hukum inersia (kelembaman/kemalasan): Sesuatu yang tidak bergerak (kecepatan = nol), akan tetap dalam keadaan diam sampai ada gaya yang menyebabkannya bergerak.

Sesuatu yang nyaman akan sulit sekali berubah, sekalipun “yang nyaman” itu termasuk desa yang tidak pernah mandiri, kepemimpinan lokal yang korup dan kental politik kroni, tidak ada inisiatif negara untuk benar mengurusi desa, dan permasalahan desa lainnya.

Situasi ini pasti tidak asing bagi kamu yang tinggal di desa. Maka dapat kita sebut sebagai zona “nyaman”, meskipun sebenarnya semua orang menggerutu tentang bagaimana mereka tidak merasakan manfaat yang mereka duga patut dapatkan dari negara lewat desa. Semua orang mengkritiknya tetapi tidak ada yang mau menempuh resiko untuk mewujudkannya. Dengan kata lain, karena semua warga desa sama-sama merasa sama-sama “tidak nyaman” tetapi tidak ada yang mau mengubahnya, inilah justru zona nyaman sesungguhnya itu. Padahal, kalau mau maju, bukankah kita harus keluar dari zona nyaman (comfort zone) ini?

WAH!

Maka ketika kita mendengar kisah bagaimana pemerintah Desa Panggungharjo di bawah komando Kades Wahyudi Anggoro Hadi (WAH) berhasil

membebaskan pemeriksaan kehamilan dan biaya kelahiran,

menerapkan kebijakan satu rumah satu sarjana,

mewujudkan indeks hingga 73 persen warga bahagia dan menargetkan bisa mencapai 100 persen pada 2024,

sangat pantas kita menanyakan: bagaimana WAH melakukannya?

Pertanyaan ini kemudian mengajak kita untuk berfikir runtut dan kembali ke  realitas paling awal yang menjadi asal mula semua keruwetan di desa. Untuk bisa melakukan sesuatu yang kita duga sudah banyak orang mencoba melakukan tetapi tidak banyak yang berhasil atau malah tidak ada, pertanyaan yang harus dijawab sebelumnya: memangnya, apa saja permasalahan yang ada di desa?

Bersama Wahyu Anggoro Hadi, mari kita lihat satu persatu akar permasalahan desa yang umum terjadi di Indonesia. Semoga sesudahnya kita memiliki semangat yang sama untuk membabatnya segera. Jika pun tidak, setidaknya kita memiliki pemahaman yang lebih baik sehingga ketika diberi kesempatan, kita bisa mewujudkan niat baik memandirikan bahkan mem-berdaulat-kan desa.

Butuh Waktu Lama untuk Lahirnya Kesadaran Kolektif

Kerap butuh waktu yang lama bahkan sangat lama untuk sampai pada kesadaran kolektif  bahwa desa yang kita tinggali itu memiliki keunikan. Keunikan yang bisa dimanfaatkan jika warga mau memberdayakan diri dan memanfaatkan keunikan yang ada. Sampai kesadaran kolektif ini ada, jadi masuk akal bahwa apapun upaya untuk memajukan desa selalu gagal, atau tidak maksimal.

Dalam pengalaman Wahyudi, pengalaman kesadaran kolektif itu ditemukannya muncul di Kampung Dolanan justru datang dalam situasi kebencanaan, yakni 2006.

Transformasi Sosial Lebih Cepat jika Lewat Jalur Kekuasaan

Bagaimanapun, kekuasaan punya otoritas untuk memaksa orang berubah.

Sehebat apapun kiai atau pendeta tidak bisa memaksa tetangganya untuk shalat atau beribadah di gereja.

Tetapi kalau pemerintah yang memaksa harus pakai masker selama masa pandemi COVID – kalau tidak pakai masker bisa dipentungi – warga akan memakainya.

Melawan Politik Uang Itu Sulit

Semua orang di media sosial akan mencitrakan diri sebagai pihak yang anti terhadap politik uang. Tetapi, kita tahu sendirilah bagaimana kenyataan di lapangan berbicara seperti apa.

Jadi, faktanya uang memang bisa dan terbukti sering berhasil memenangkan kontestasi pemilihan kepala desa.

Untuk melawan ini, setidaknya calon kepala desa harus memenuhi prasyarat ini:

  1. tidak punya track record buruk: sebab ketika seorang calon kepala desa masih berada di luar kekuasaan, membangun narasi jujur bahwa ia sudah pernah berhasil melakukan ini itu di tempatnya berkarya selama ini, akan sulit.
  2. memiliki visi-misi yang memberikan gambaran yang membangun imajinasi warga desa: sebab imajinasi warga desa umumnya sangat singkat, melulu soal perbaikan jalan, bantuan tunai langsung dan sejenisnya. Sulit bagi warga untuk menerima imajinasi bagaimana
    menjadikan desa itu sebagai ruang hidup yang layak, patut dan bermartabat bagi semua warga bangsa
  3. untuk melakukan perlawanan terhadap politik uang, maka upaya yang kita keluarkan itu harus setara dengan uang yang kita lawan. Maka harus dikuantifikasi. Jika satu kali blusukan untuk mensosialisasikan visi misi ke sekelompok warga itu kita anggap senilai Rp 500 ribu (tempat, kopi, cemilan dan lain-lain) maka untuk melawan uang sebanyak 10 juta, kita harus melakukan blusukan seperti itu sebanyak 20 puluh kali.

Reformasi Birokrasi Desa Harus Dibangun mulai Fondasi hingga Selesai

Wahyudi meniatkan ini sejak pertama kali menerima jabatan sebagai kepala desa. Ia undangkan bahwa ia ingin

mewujudkan pemerintahan desa yang bersih transparan dan bertanggungjawab dalam rangka untuk mewujudkan masyarakat desa Panggungharjo yang demokratis, mandiri, sejahtera serta berkesadaran lingkungan.

Hal inilah yang dikerjakannya pada periode 5 tahun pertama, yakni menata kelola pemerintahan desa.

Prasyarat Kapasitas Pemerintah Desa

Kemudian menetapkan prasyarat bagi siapapun yang terpilih berikutnya haruslah memiliki kapasitas politik yang baik, lahir dari sebuah proses politik yang baik, setidaknya ikut menjaga proses politik sehingga
siapapun yang terpilih relatif punya prasyarat yang cukup untuk membangun desa.

Ini mencakup 5 kapasitas dasar:

  1. kapasitas regulasi (mengatur)
  2. kapasitas ekstraksi (mengumpulkan, mengerahkan dan mengoptimalkan aset-aset desa)
  3. kapasitas distributif (membagi sumberdaya desa secara seimbang dan merata sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat desa)
  4. kapasitas responsif (peka atau tanggap terhadap aspirasi atau kebutuhan warga masyarakat)
  5. kapasitas jaringan dan kerjasama (mengembangkan jaringan dan kerjasama dengan pihak-pihak luar)

Ini berarti seorang kepala desa harus belajar cepat dan cepat belajar. Dan semua kapasitas itu harus dibingkai dengan keteladanan. Jika tidak, sehebat apapun seorang pemimpin desa programnya tidak akan berjalan jika perangkat desanya tidak bisa berjalan cepat seperti dirinya.

Satu orang tidak mungkin menyelesaikan semua hal, tapi 1 orang sangat cukup menjadi penggerak penyelesaian banyak hal jika ia menunjukkannya lewat teladan.

Ketika Wahyudi terpilih akhir 2012, hingga pertengahan tahun 2015 ia masih membersihkan sendiri toilet kamar mandi di kantor kepala desa. Dengan sendirinya ini merambat pada perangkat desa lainnya.

Ini tidak mudah. Sebab orang akan berkata: “Ayo, taruhan. Dia kuat sampai berapa lama”

Sejak 1979, Negara Tidak Pernah Mengurusi Desa

Situasi ini terjadi karena sejak lama kultur birokrasi pemerintah kita memang lamban, korup dan bias kepentingan elit desa.

Ini bukan murni kesalahan perangkat desa. Ada persoalan mendasar yang menyebabkan  itu terjadi.

Sejak UU Nomor 5 Tahun 1979 desa tidak pernah diurusi oleh negara. Ada proses negara-isasi oleh Orde Baru, kemudian proses liberalisasi pada zaman Reformasi.  Ini yang menjadikan entitas politik yang ada di desa itu memang sengaja dilemahkan.

Contoh konkret: sebelum tahun 2014 kira-kira berapa tahun sekali perangkat desa dilatih oleh Pemerintah Kabupaten? Hampir tidak pernah.

Begitulah berlangsung hingga 20-an tahun. Tidak pernah diurus.

Tidak Ada Jenjang Karir dalam Sistem Pemerintahan Desa

Ketika seseorang masuk sebagai seorang Kaur (Kepala Urusan), maka sampai ia lumutan akan terus menjadi Kaur. Ini susah ditingkatkan.

Birokrasi ini yang harus direformasi. Tetapi yang perlu dipahami ialah reformasi yang dimaksud tidak persis seperti tingkatan karir seperti kita bekerja di perusahaan, tetapi memperluas dimensi pelayanan publik.

Hal yang paling substantif itu adalah merubah pola relasi antara warga desa dengan pemerintah Desa karena selama ini relasinya itu relasi administratif. Hampir tidak ada alasan lain bagi warga desa dan pemerintah desa di luar urusan KTP, mau menikah dan mengurus sertifikat tanah.

Maka, relasi harus diperluas menjadi dimensi pelayanan publik. Tidak hanya administrasi publik, tetapi juga pelayanan barang dan jasa publik.

Misalnya, ketika ada seorang anak yang putus sekolah, ini harusnya menjadi urusan negara. Ketika ada ibu hamil, maka akses layanan kesehatan adalah urusannya negara. Sebagai entitas negara terakhir, maka Desa-lah yang harus melakukannya.

Dengan situasi ini, maka mendirikan BumDes menjadi pilihan logis. Ini upaya rasional untuk berdamai dengan mindset bahwa layanan publik adalah semata layanan instansi publik alias administrasi publik. Sebab untuk menampung pelayanan barang dan jasa publik, perlu tata kelembagaan desa yang bisa mewadahinya, tidak mungkin semuanya dibebankan kepada perangkat desa.


 

 

Facebook Comments

Belajar Memandirikan Desa bersama Wahyudi Anggoro Hadi

Desa Mandiri

Apa itu desa mandiri?

Menurut UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (dikenal sebagai UU Desa), Desa Mandiri adalah desa yang mempunyai ketersediaan dan akses terhadap pelayanan dasar yang mencukupi, infrastruktur yang memadai, aksesibilitas/transportasi yang tidak sulit, pelayanan umum yang bagus, serta penyelenggaraan pemerintahan yang sudah sangat baik.

Ada kata “mencukupi”, “memadai”, “tidak sulit”, “bagus” dan “sangat baik”. Predikat-predikat teoretis yang harus diterjemahkan kembali pada situasi konkret desa tertentu.

Kementerian Desa RI saat ini mengkuantifisir kemandirian itu dengan nilai IPD (Indeks Pembangunan Desa). Disebutkan bahwa Desa Mandiri adalah desa yang memiliki nilai IPD lebih dari 75.

Lantas, bagaimana kita menilai apakah sebuah desa sudah berkategori “mandiri” atau belum?

Ada dua indeks yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi pembangunan desa sesuai amanat UU Desa pasal 74 tentang Kebutuhan Pembangunan Desa dan pasal 78 tentang Tujuan Pembangunan Desa.

  1. Indeks Pembangunan Desa (IPD): ukuran yang disusun untuk menilai tingkat perkembangan atau kemajuan desa pada suatu waktu.
  2. Indeks Desa Membangun (IDM): indeks komposit yang dibentuk berdasarkan tiga indeks, yaitu indeks ketahanan sosial, indeks ketahanan ekonomi, dan indeks ketahanan ekologi/lingkungan

Panggungharjo: Contoh Desa Mandiri

Nama Panggungharjo, sebuah desa di bilangan Bantul, Yogyakarta menjadi santer beberapa tahun terakhir ketika berbicara tentang desa mandiri di Indonesia.

Betapa tidak. Pemerintah Desa (Pemdes) Panggungharjo di bawah komando Kades Wahyudi Anggoro Hadi berhasil membebaskan pemeriksaan kehamilan dan biaya kelahiran serta menerapkan kebijakan satu rumah satu sarjana. Survei terakhir menunjukkan bahwa 73 persen warga bahagia dan ditargetkan bisa mencapai 100 persen pada 2024.

                                                            Sumber: panggungharjo.desa.id

Beragam program desa di Panggungharjo, dibiayai dari kombinasi antara PAD dan donasi warga. Ada sebelas lembaga yang dikelola pemdes, sekaligus dua kolam talenta. Berdasar rencana pembangunan jangka menengah, target Pemdes pada tahun 2024, bisa menyejahterakan warga 100 persen.

Dengan target tersebut, Wahyudi dan perangkat desa menetapkan empat indikator kesejahteraan.

  1. Setiap keluarga memiliki tabungan
  2. Setiap keluarga memiliki jaminan hari tua
  3. Setiap keluarga memiliki jaminan kesehatan
  4. Indeks kebahagiaan yang meningkat.

Sejak 2013, Wahyudi menjalankan program satu rumah satu sarjana. Pemdes membiayai satu anak dari setiap kepala keluarga untuk bisa bersekolah hingga menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. Hingga saat ini, sudah ada sekitar 150 anak yang dibiayai pendidikan hingga sarjana.

Selengkapnya mengenal kemajuan Desa Panggungharjo, berikut ini excerpt dari wawancara bersama Wahyudi Anggoro Hadi, Kepala Desa Panggungharjo Kabupaten Bantul Yogyakarta.

BASKOM PENGAMAN SOSIAL

Pemerintah Pusat dan Daerah memang sudah menyediakan program perlindungan sosial, tetapi dengan persoalan berat yang belum teratasi: data dan sistem yang digunakan sangat bermasalah. Ada banyak warga desa yang seharusnya mendapatkan perlindungan dari negara tetapi tidak mendapatkannya. Mereka tereksklusi, tidak masuk dalam data penerima manfaat perlindungan sosial itu.

Dengan demikian, desa sebagai entitas negara terakhir akhirnya memiliki tugas untuk menyediakan jaring pengaman sosial terakhir ini. Bahkan bukan hanya jaring, tetapi baskom. Karena “jaring” masih bisa bocor, tetapi baskom tidak boleh.

Pemdes Panggungharjo kemudian mendirikan sebuah lembaga desa sebagai wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat, yakni BPJPS (Badan Pelaksana Jaringan Pengaman Sosial). BPJPS kemudian mengakomodasi dan mengkonsolidasi peran swasta dan masyarakat lain yang berkememampuan ekonomi menengah keatas.

Layanan kesehatan gratis yang dimaksud misalnya layanan kesehatan untuk ibu hamil yang berbiaya 1 paket (7 kali pemeriksaan kehamilan, 1 kali persalinan normal, 2 kali pemeriksaan nifas dan 5 kali imunisasi untuk anak) sebesar Rp 3 juta-an: hanya dibayarkan 50% dari desa; sementara 50% sisanya dari penyedia layanan kesehatan yakni Rumah Sakit sebagai program CSR mereka.

Datakrasi

Data reigns.

Demokrasi minggir dulu.

Pemerintahan desa benar menggunakan data, memilah data yang valid, tidak hanya tinggal di atas kertas; memverifikasinya dan menjadikannya bahan pengambilan kebijakan. Sebab, hakikatnya data yang valid dan terverifikasi menggambarkan situasi konkret.

Ini misalnya terlihat dalam program “Satu Rumah Satu Sarjana”, dimana BPJPS membayarkan premis asuransi pendidikan anak, sebagian dengan bantuan tunai. Anak penerima manfaat ini:

  • berasal dari keluarga dengan aset kecil
  • rata-rata pendidikan anggotanya hanya sampai sekolah menengah
  • pekerjaan orangtuanya hanya dari sektor informal, dan
  • diperkirakan status ekonominya dalam sepuluh tahun ke depan tidak akan berubah kecuali dapat lotre.

Pemdes berkolaborasi (networking, channeling) alias “memohon kerjasama” dengan beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta di Yogyakarta, sehingga sejumlah anak bisa mendapatkan beasiswa untuk berkuliah disana.

Mekanisme MonEv (Monitoring dan Evaluasi) dilakukan dalam pertemuan bulanan yang menghadirkan para orangtua anak penerima manfaat bantuan pendidikan itu. Reciprocity (timbal-balik) yang muncul secara alamiah berupa keterlibatan dari penerima manfaat dalam program-progam desa menjadi keniscayaan.

Ini sekaligus menjawab kekhawatiran publik terhadap kegamangan yang sering terjadi usai suksesi politik dalam konteks pemilihan pemimpin lokal seperti kepala desa: Bagaimana nanti nasib program-program hebat ini kalau Kepala Desa berganti- sebab biasanya di Indonesia ini, ganti pemimpin, ganti kebijakan?

Sangat benar. Sebagus apapun kepemimpinan akan gagal jika tidak menyiapkan 2 (dua) hal, yakni sistem pengunci dan kaderisasi pemimpin.

Untuk itulah, kesebelas (11) lembaga desa yang dibentuk di Panggungharjo ini sekaligus menjadi talent pool (kolam talenta) untuk menciptakan kader-kader baru serta menjalankan sistem pengunci sehingga transformasi sosial tidak berhenti karena suksesi kepemimpinan.

Menurut laman panggungharjo.desa.id, BUMDes Panggung Lestari setidaknya memiliki 8 (delapan) lini usaha berupa:

(1) Kelompok Usaha Pengelolaan Sampah (KUPAS) sejak 2013;

(2) Pengolahan jelantah (minyak goreng bekas) sejak 2016;

(3) Pengolahan minyak nyamplung (tamanu oil) sejak 2017;

(4) Unit usaha agro (penjualan pupuk dan sayuran organik);

(5) Swadesa (kios penjualan kerajinan dari PKK);

(6) Kampoeng Mataraman (kuliner khas Jawa dan wisata desa) sejak 2017;

(7) Inovasi desa (Lembaga inovasi dan konsultasi desa) sejak 2020;

(8) pasardesa.id (pasar online desa yang menghubungkan semua pedagang kelontong desa penjual makanan jadi dari warga) sejak 2020.

Seluruhnya berangkat dari semangat datakrasi ini.

Satu fakta yang patut dicatat supaya desa lain tidak melulu berpatokan pada situasi Panggungharjo ini adalah demografi yang cukup melimpah. Pasalnya, ada sejumlah 28.000 ribu warga yang tinggal di desa ini. Maka, untuk desa lain dengan jumlah warga yang jauh lebih sedikit tentu tidak pas jika meniru sepenuhnya metode yang terjadi di Panggungharjo.

Mengurus dan Mengatur

Wahyudi menyebut bahwa apa yang dilakukannya sebenarnya tidak pertama-tama berangkat dari kebaikan hati atau kesolehan, melainkan keniscayaan dan keharusan yang sebenarnya wajib dilakukan oleh negara. Beberapa program desa Panggungharjo yang sudah mulai mendapat pengakuan luas mengingatkan kita kembali akan dua fungsi sebenarnya dari negara, yakni mengurus, dan (lalu) mengatur.

Yang sering terjadi ialah negara hanya mengatur, tetapi lupa mengurus. Dilarang membuang sampah, tetapi tidak menyediakan tempat sampah dan tidak menyediakan sistem pengelolaan sampah.

Komitmen dan integritasnya akan cita-cita mulia memandirikan desa ini terbukti ketika ia 2 (dua) kali menolak ketika ditawari menjadi wakil bupati karena ia menjunjung tinggi sumpah yang diucapkannya ketika menjadi kepala desa: Sumpah itu diucapkan atas nama Tuhan, maka harus diselesaikan.


Sumber: Radio Idola Semarang 16 Nopember 2021

Facebook Comments

Sosialisme versus Kapitalisme [Richard Wolff vs Gene Epstein]

Kapitalisme itu tidak stabil, tidak setara, sangat tidak demokratis. Pada zaman perbudakan, ketidakadilan itu terjadi antara majikan dan budak; pada zaman feodal antara tuan tanah dan pekerja, pada zaman kapitalis ini antara pengusaha dan buruh. [Richard Wolff]

v – e – r – s – u – s

Saya ingin supaya orang menentukan pilihan mereka tentang bagaimana mereka hidup, profesi yang mereka ingin jalani, dimana mereka ingin bekerja. Kapitalisme menawarkan itu semua. Kepemilikan pribadi, meski tidak cukup, tapi sangat penting bagi terciptanya masyarakat yang bebas dan terbuka. [Gene Epstein]


Diskursus tentang dasar ekonomi mana yang paling baik, apakah sosialisme atau kapitalisme, terus berlanjut.

Dalam praxis hidup sehari-hari, orang memiliki pengalaman ekstensialis bagaimana rasanya tidak punya hak suara menentukan keputusan berapa upah yang layak diterimanya. Di tempat lain, orang merasa terkejut ketika lahan yang selama ini dikelolanya tiba-tiba diambil-alih paksa oleh negara sebab semua tanah, air dan kekayaan alam adalah milik negara sesuai konstitusi.

Pembahasan akademis tidak kalah seru dan panasnya. Ada banyak sekali. Di Indonesia, banyak artikel di IndoProgress dan beberapa website lain yang bisa membantu kita mengikuti sudah sejauhmana diskursus ini berjalan, kendati tidak bisa vulgar dan terang-terangan sebab selalu ada resiko dan trauma disalahpahami terkait TAP MPR yang melarang penyebaran marxisme.

Adalah SOHO Forum Debate, yang disponsori Reason (sebuah lembaga kajian dengan perspektif libertarian) yang pada tahun 2019 mempertemukan dua jagoan: pemikir sosialis Richard Wolff dan pemikir kapitalis Gene Epstein. Saya tidak yakin bisa mengalihbahasakan semua dengan tepat. Maka yang akan kamu baca ini adalah cuplikan intisari seadanya dariku dengan parafrase seperlunya.


SOSIALISME

Sosialisme selalu menarik.

Kamu ingin mendengarnya karena ingin tahu lebih banyak atau karena tidak sabar ingin menentangnya habis-habisan.

Secara khusus, para pemuda di Amerika Serikat menanggung beban berat, bagaikan seekor beruang yang baru keluar dari hibernasi selama 70 tahun sejak 1945. Tahun itu adalah tahun dimana para penganut Marxis-sosioalis-komunis menguasai hampir semua posisi umum dalam masyarakat seperti guru, pekerja, birokrat dan anggota partai buruh. Periode dimana para sosialis sangat mendukung banyak program di negara ini. Saat itu kita mengenal perangko bergambar Paman Sam dengan topi diapit lengannya dan Paman Joe, yang sebenarnya adalah Joseph Stalin.

Setelah itu ada reaksi yang cukup mengerikan bagi kelompok tertentu. Komunitas bisnis dan kelompok sayap kanan di Amerika dikejutkan dengan kenyataan bahwa pada 1930-an pemerintah menaikkan pajak dari para pengusaha dan orang kaya dengan tujuan untuk pertama kalinya dalam sejarah Amerika menerbitkan progam jaminan sosial, kompensasi atas pemutusan kerja dan pensiunan, upah minimum dan penyediaan lapangan kerja yang berhasil menyerap lima belas juta pekerja.

Orang kaya harus membayar dan rakyat Amerika mendapatkan manfaatnya. Ini mengejutkan para pendiri Koch Brothers.

Kemudian koalisi dengan Uni Soviet berakhir. Dengan demikian pada 1945, situasi ini berubah. Saatnya untuk New Deal.

Ini tidak mudah. Para sosialis, komunis dan anggota kelompok buruh yang mewakili jutaan rakyat Amerika, mereka inilah yang membuat prestasi hebat tadi menjadi kenyataan. Merekalah yang membuat Presiden Roosevelt mengundangkannya.

Tetapi lalu mereka harus kalah. Dikalahkan. Mereka yang sudah militan sejak 1930-an untuk penyatuan Amerika Serikat, sesuatu yang belum pernah kita lihat sebelumnya dan tidak lagi sesudahnya sebab para komunis dan sosialis harus berubah haluan. Mereka harus menerima nasib dikeluarkan dari serikat buruh dengan mengendari Taft 47. Tidak hanya itu, mereka juga dihilangkan dari kesadaran rakyat Amerika yang diteror untuk tidak tertarik dengan apapun yang berbau Marxisme, komunisme dan sosialisme.

Sebagai profesor ekonomi, Richard Wolff mengalami sendiri bagaimana paham Marxisme sama sekali tak pernah disentuh. Karena tidak ada lagi yang memahaminya, atau karena terlalu takut untuk mengajarkannya.

Padahal, Richard kuliah di Harvard, Stanford dan Yale. Bagaimana pula dengan kampus di tempat lain, sebut saja di belahan Eastern Kentucky misalnya.

Apakah karena Marxisme memang tidak ada isinya, sia-sia dipelajari? Tentu saja tidak. Hanya karena ketakutan. Ketakutan selama 75 tahun. Maka, di ranah intelektual saja, sangat sulit untuk membicarakan sosialisme.

Baiklah. Kita mulai.

Meski penganut sosialis tidak setuju dalam banyak hal, sejak awal begitu, faktanya sosialisme adalah produk dari kapitalisme. Tidak ada sosialisme sebelum kapitalisme. Kapitalime dalam sejarah revolusi Perancis dan Amerika menawarkan janji manis bahwa ketika rakyat meninggalkan feodalisme, maka mereka akan menikmati kebebasan, kesetaraan, persaudaraan (liberty, equality, fraternity), demokrasi dan kemakmuran. Sosialisme muncul sebagai gerakan yang segera melihat bahwa semua janji kapitalisme itu tak pernah ditepati.

Sosialisme adalah gagasan bahwa kita bisa lebih baik daripada kapitalisme. Seperti kegelisahan para budak yang tidak tahan lagi dengan perbudakan, para buruh harian atas feodalisme, dan para pekerja terhadap kesewenangan majikan atau pengusaha.

Secara ringkas, para sosialis setuju dengan tiga kegagalan utama kapitalisme.

Pertama, kapitalisme tidak stabil.

Setiap 4 hingga 7 tahun ada resesi ekonomi di setiap negara kapitalis. Bukan karena faktor alam atau perang, tetapi karena sistemnya memang demikian, yang kita sebut sebagai siklus bisnis. Ketika resesi menghantam, jutaan orang kehilangan pekerjaan, usaha-usaha tutup dan kebangkrutan dimana-mana. Kalau kamu punya teman sekamar yang perilakunya tidak stabil, gampang marah atau mengamuk tidak jelas, tentulah kamu berpikir untuk pindah meninggalkannya sejak awal.

Screenshot from Wikipedia

 

Kedua, kapitalisme tidak setara.

Perusahan Oxfam di Inggris melacak soal ini. Data terakhir yang mereka dapatkan: 80 hingga 90 orang kaya di dunia memiliki kekayaan lebih banyak dibandingkan dua pertiga penduduk dunia. Bahkan jika kekayaan mereka dibagikan ke seratus orang, mereka tetap menjadi orang terkaya di dunia.  Sementara masalah kurangnya pendidikan, ketersediaan sarana air bersih, kekurangan pangan masih menjadi jelas di depan mata. Inilah prestasi kapitalisme.

Ketiga, kapitalisme sangat tidak demokratis.

Proses politik terpampang dan menjadi santapan media setiap hari. Yang luput dari perhatian kita adalah kurangnya demokrasi. Dulu kita menghindari adanya raja dan ratu. Kita memutuskan bahwa kita tidak butuh satu orang duduk di tahta kekuasaan dan memerintahkan kita untuk melakukan ini atau untuk tidak boleh melakukan itu. Kita tidak mau disebut hamba. Kita berpikir bahwa kita bisa melakukannya dengan sistem politik yang berbeda. Kita bisa memilih secara berkala dan bersama-sama kita bisa menghasilkan keputusan kolektif, sebuah hak yang dulu ada di tangan para raja dan ratu.

Sangat menarik.

Kita memang mengalami demokratisasi di bidang politik. Tetapi ini tidak terjadi di bidang ekonomi. Itu sebabnya hingga hari ini kita memiliki “raja-raja kecil”: pemilik usaha, manajer, barisan direksi (board of directors) dan otoritas tunggal lainnya yang membuat keputusan kunci perihal apa yang harus kita produksi, bagaimana memproduksinya, dimana diproduksi dan mau dikemanakan keuntungan dari usaha itu.

Kita tidak memiliki demokrasi di tempat kerja. Benar ada komitmen demokrasi di unit masyarakat sejauh terlihat dalam kegiatan pemilihan umum di tempat dimana kita tinggal, tetapi tidak dengan tempat kerja kita. Padahal, sebagai orang dewasa, di tempat kerjalah kita menghabiskan sebagian besar hidup kita.

Maka para sosialis berkata: “Ya Tuhan, kita bisa lebih baik dari ini, dari kapitalisme ini”. Inilah yang mereka inginkan. Pada poin inilah mereka setuju. Tetapi kemudian muncul perdebatan perihal bagaimana melaksanakan sistem yang berbeda dari kapitalisme itu.

Sangat baik kalau kita belajar dari eksperimen yang terjadi ketika Partai Komunis Perancis menang pada 1870 atau pada abad ke-20 di Rusia, Cina, Kuba dan lainnya. Memetik pelajaran mana yang berhasil dan mana yang gagal, mana yang seharusnya diteruskan dan mana yang sebaiknya ditinggalkan.

Maka sosialisme baru harus kembali berfokus pada gagasan dasar sosialisme. Bukan soal pencapaian negara dalam hal pertumbuhan ekonomi. (Ini memang benar tetapi juga sekaligus membiarkan kekuasaan terlalu besar di tangan segelintir orang).

Fokusnya adalah bagaimana merancang dan melakukan sesuatu di tempat kerja, yang belum pernah dilakukan oleh sistem kapitalis, yakni untuk mendemokratisasi dunia kerja.

Sebuah sistem yang memungkinkan para pekerja di sebuah unit usaha untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan mau memproduksi apa, bagaimana cara membuatnya, teknologi apa yang harus digunakan dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan pekerja, dan mau dikemanakan keuntungan yang dihasilkan.

Jika ini terjadi, maka kita tidak lagi memberikan miliaran dolar kepada sekelompok kecil orang saja sementara sebagian besar lagi harus meminjam dengan bunga untuk membiayai biaya sekolah anak-anaknya, berobat ketika sakit atau untuk memiliki tempat tinggal yang layak.


KAPITALISME

Siapapun yang hendak mempromosikan sosialisme sebenarnya menanggung beban pembuktian yang sangat berat.

Mengapa?

Sebab kenyataannya: sosialisme tidak pernah eksis. Sosialisme yang diduga pernah terjadi di negara Rusia, Cina dan Kuba ternyata akhirnya merenggut jutaan nyawa manusia sebab opresi dan campur tangan negara harus hadir untuk menegakkannya. Tentu, ini bukan situasi yang diidealkan oleh sosialis.

Menyorot secara khusus gagasan demokratisasi di tempat kerja seperti yang diusung Richard Wolff, tentu saja ini gagasan bagus yang harus didukung.  Gagasan yang membuat pekerja sekaligus menjadi pengusaha selama mereka secara bebas memilih rancangan seperti itu.

Masalahnya, tidak ada sistem yang melindungi hak kepemilikan yang bisa memberi petunjuk bagaimana praktek demokratisasi ekonomi seperti yang diidealkan sosialis itu bisa dilaksanakan.

Facebook Comments

Lirik “Datanglah PadaNya” [Arti Berdoa]

BERDOA ITU APA SIH?

“Anak-anak, menurut kalian berdoa itu apa sih?”, kubuka sesi pelajaran dengan bertanya pada murid yang tampak sibuk mencatat materi doa-doa pokok (orationes utilissimae), bagian dari tradisi resmi Gereja Katolik.

Pertanyaan itu sengaja kumunculkan setelah kubacakan definisi teoretis dari apa arti berdoa.

Berdoa adalah bentuk komunikasi, cara kita berbicara kepada Tuhan (latria) atau kepada Bunda Maria (hiperdulia)  dan para kudus (dulia). Bentuknya bisa formal, bisa informal. Dalam bentuk formal, doa sendiri berbeda dengan penyembahan dan pujian. Struktur template dari doa formal sendiri sejauh ini  yang paling tepat adalah doa Bapa Kami (Pater Noster).

Dalam bahasa Inggris sendiri, “pray” pertama kali ditemukan pada Bahasa Inggris Abad Pertengahan, yang berarti “meminta dengan sungguh (to ask earnestly.) Dalam bahasa Perancis kuno “preier”, yang juga diturunkan dari kata Latin “precari”, yang berarti “meminta”.

“Kalau kita tidak tahu bagaimana wujud Allah, seperti apa wajahnya, apakah dia laki-laki atau perempuan, sedang apa dia sekarang, bagaimana kita bisa berbicara denganNya?”, pancingku, penuh harap mereka mau meluangkan waktu untuk berfikir lebih dalam. Kupikir ini cara terbaik bagi mereka untuk menyadari kandungan antropomorfisme dalam agama-agama.

Seorang siswi berinsial I memberanikan diri mengangkat tangan dan mencoba menjawab.

“Pak, dengan analogi mungkin lebih baik. Memang kita tidak mungkin bercakap-cakap dengan orang lain kalau orang itu tidak bisa mendengar kita. Mudahnya,  kita hanya perlu membayangkan apa yang sedang kita doakan dan meyakini bahwa Tuhan mendengar apa yang kita katakan”, jelasnya.

Brilian sekali.

Berarti tidak salah donk kalau kita berdoa kepada Bunda Maria, para kudus dan sanak saudara kita yang sudah meninggal?

Tidak salah.

Yang sering menjadi masalah ialah karena banyak orang Kristen yang menyamakan doa dan penyembahan; padahal alamat penyembahan itu hanya Tuhan, bukan para kudus apalagi kakek, nenek, orangtua ataupun sanak saudara yang sudah meninggal.

Padahal, sekali lagi, doa dan penyembahan itu berbeda. Meskipun penyembahan orang Kristen umumnya mengandung doa dan aktifitas berdoa juga, tetapi tidak setiap doa adalah penyembahan.

Seorang anak kecil yang menutup mata, melipat tangan, bertumpu pada dipan tempat tidurnya dan berkata “Tuhan, tolong besok bilangin ke mama biar aku dibelikan es krim yang buanyaaak ya. Please, Tuhan. Amen“, ini berarti si anak tadi sedang berdoa.

Membuat tanda salib saja sebenarnya adalah berdoa.

Demi kepentingan bersama, memang baik kalau kita berdoa mengikuti struktur doa yang sudah diajarkan sejak dini. Entah itu doa-doa pokok, doa rosario, novena atau doa-doa lainnya yang umum dikenal oleh orang Kristen. Tetapi, seiring dengan hidup kita yang semakin bertumbuh dan mendalam, sangat baik kalau kita kembali mengikuti kebiasaan jemaat perdana yang memperlakukan doa sebagai percakapan personal dengan Tuhan.

Ya, seperti kita bercakap-cakap dengan teman dalam keseharian kita. Ketika bercengkerama dengan teman , kita kadang menggunakan tutur kata yang sopan, kadang bercanda, merayu, membujuk, kadang mengeluh atau kadang dengan nada membentak bahkan. Kita juga bisa bercakap-cakap dengan Tuhan dengan cara itu.

Kukenal seorang teman, yang bersama mendiang ayahnya berdoa dengan menyanyikan lagu “Datanglah PadaNya” dari Vanessa Goeslaw ini.


DATANGLAH PADANYA

Di saat hati sedang galau
Pada siapa mengadu?
Berharap pada dunia
Sia-sialah

Hanya pada Yesus
Ada jawaban
Datanglah pada-Nya yang lelah
Diberi kelegaan

Di saat badai ombak menderu
Pada siapa berteduh?
Berharap pada dunia
Sia-sialah

Hanya pada Yesus
Ada pertolongan
Datanglah pada-Nya yang berbeban
Diangkat-Nya

Siang malam mata-Nya
Tak pernah terpejam
Menunggu setiap orang
Datang pada-Nya
Siang malam tangan-Nya
Selalu terbuka
Menanti setiap orang
Menghampiri-Nya

Tak henti-henti
Dia menunggu
Tak henti-henti
Dia menanti
Datanglah pada-Nya selama masih
Diberi waktu …

 

Facebook Comments

Mambuat Tua ni Gondang Sahata Saoloan

Gondang Demban Parsantabian

Bona ni hasuhutan, dohot ho amang, partarias na malo. Jou damang ma  odap i, asa ro akka bonani hasuhuton mamboan sagusagu sidua sada hundulan angkup ni ambuambuan.

ℑℑℑℑ [Musik]

O amang, pangulubalang di jae, pangulubalang di julu. Marsogot di parnakkok ni mataniari, leanon nami nama peleanmu. Alani i sotung dao hamu, paima hamu ma bagianmu. Palu ma amang gordang i.

ℑℑℑℑ [Musik]

Ia nunga dibaen ho i amang partaganing na malo. Nuaeng pe, baen damang ma jo. Na niurbat tolong Aji Donda Hatahutan, niurbat liangliang. Jalo ma napuranhon, baen parsantabian. Oooh, molo leanonmu amang demban, naing ma dohot timbaho giniang. Ai manortor pe ho attong, abitmu pe na sinalinan. Pogos do ho huroha, dagingmu pe nunga marniang.

Asa baen ma gondang i, demban parsantabian.

ℑℑℑℑ [Musik]

Gondang Boaboa ni Barita

Ia nunga dibaen ho i amang, partarias na malo, gondang i, gondang parsantabian i.

Nuaeng pe amang, takkas ma ingot damang, soara huhuasikkon. Aha do galinggangmu, Tuan Purba na ring, sigalinghanhononmu, aha do baritam, sihatahatahononmu. Ooooh, barita ni ibotokku, si boru Sopak Panaluan. Akkora simelmel bohi, jala siganjang jambulan.

Jei nuaeng pe amang, Batara Guru humundul, asa takkas ma baen damang, Batara Guru pandapotan, Batara Guru na ginokkon manogot, nialapan tonga arian.

Gondang ni Siboru Sopak Panaluan, Siboru Tapi Omas na huasan. Marsidua sidua, marsitolu sitolu. Songgop sirubaruba, tu laklak ni sikkoru. Asa manortor au, baen jo gondang ni siboru. Opat hali tu ginjang, tolu hali au to toru.

Baen gondang boa-boa ni barita i.

ℑℑℑℑ [Musik]

Gondang Guru ni Pungga Sitongka Golanggolang

O, amang, amani marhulane. Si palu taganing, na malo marsarune.

Nunga dibaen damang, gondang ni na hupangido i. Nuaeng pe baen damang ma muse, gondang i.

Aha do galinggang sigalinggalinghononmu, Tuan Purba na ring, Tapi Sokkal Pangururan.

Oooh, na mangido ma au, baen muse ma gondang ni ibotokku, si Aji Donda Hatahutan, si Tuan Purba na ring, si Tapi Sokkal Pangururan.

Niurbat ro puriman, pinabongot rambu hotang. Sip do anggo pakkulingna, songon na siarsiar panotnotan.

Baen damang ma, Gondang Guru ni Punggu Sitongka Golanggolang

ℑℑℑℑ [Musik]

Gondang Pangalapi Datu Pandudu

O, amang partarias na malo.

Di dia lumbanmu, di Lumban Batu do lumbannami. Lao tu dia ma hamu? Mangalap Datu Pandudu dope hami.

Asa baen ma raksa ni pangalapi Datu Pandudu i.

Boti ma.

ℑℑℑℑ [Musik]

Gondang Raksa Ni Ulos

Ia nunga dibaen ho i amang, batara guru humundul partarias na malo. Situmbur ni pau, sidakka ni opo.

Baen damang ma jo gondang ni uloshon.

Asa takkas songon nidokkon ni umpasa. Tu dolok inna porda, tu toruon inna pambarbaran. Tu ginjang inna roha, patoruon do hape nidokni sibaran.

Nuaeng pe baen ma gondang ni uloshon, dohot abithon, dohot sampesampekkon. Ai sibolang do di ginjang, sibolang do di toru. Tinonunni ambarita, aithononni anakboru. Sai manumpak ma Debata, sai tubu ma ngolungolu.

Asa baen ma gondang ni raksa ni Ulos.

ℑℑℑℑ [Musik]

Gondang Raksa Ni Talitali

O amang, amani marhulane. Si palu taganing na malo marsarune. Urat ni pusupusu, tappuk ni ate-ate. Na jumpang di dalan na malo mardalan pite.

Ua tung baen damang ma jolo gondang i.

Tek ninna napuran, napuran si arirang, na lehet tapinangi, talitali na mangalilit tu hambirang.

Ai tinallik galagala, galagala ni Mandailing, luhut lumalolalo, mangida sanggul milingiling.

Baen damang ma jo, gondang ni parsanggul milingiling

ℑℑℑℑ [Musik]

Gondang Raut Palengkunglengkung

Raja nami, Batara Guru humundul, Batara Guru pandapotan. Tuat ni Laguboti, garu ni Paindoan.

Ua tung baen jolo gondang ni raut palengkung lengkung. Lengkunglengkung halalahona, sada do suhulna, lima do matana, na jumadihon bindu matoga.

Ba gondang ni aha i? Gondang ni pathon. Asa toga togu hita si sada hasuhuton on. Na manduduhon opputta, oppu tuan pulo di ginjang, ima si Aji Donda Hatahutan, si Tuan Purba na ring, si Tapi Sokkal Pangururan on.

Alani i amang, barata guru humundul. Baen jo gondang ni raut palenglengkung.

ℑℑℑℑ [Musik]

 

Facebook Comments

Kebudimuliaan: Value or Virtue?

Kebudimuliaan

Kebudimuliaan seperti pernah kuulas di blog ini mencakup 16 nilai.

Keutamaan dan Nilai (Virtue and Value)

Orang kerap menyamakan virtue (keutamaan) dengan value (nilai). Padahal, keduanya berbeda.

Keutamaan adalah nilai yang dihidupi, nilai dalam tindakan, nilai yang dijalankan pada hidup keseharian. Sementara nilai adalah gagasan, atau tujuan; sifatnya aspirasional; dan sering gagal terjadi dalam hidup keseharian, tak seperti yang diinginkan.

Contoh Kasus: Nilai Tanggung Jawab


Menciptakan Budaya Kebudimuliaan

Bruder Anastasius, BM (kiri) dan Bruder Polycarpus, BM (kanan) pada Sosialisasi Pendidikan Spiritualitas Budi Mulia di Aula Ronse SMA Budi Mulia Pematangsiantar, 18 Maret 2023.


Facebook Comments

Every Fitness Lesson Learned after More Than 20 Years in The Gym

  1. If you’re not horny, you die earlier.

  2. Drink occasional red wine to reduce the risk of heart disease.

  3. Eat as much fruit as you want. Nearly impossible to evereat.

  4. Cardio is like day trading for quick profits (burn calories). Lifting weight is like investing for passive income (boosts metabolism).

  5. Peanut butter is not a high-protein snack.

  6. Eggs are superfood, not a “food to avoid”

  7. Exercise is a documented depressant. Exercise more.

  8. News, both online and printed, are documented depressant. Stop watching the news.

  9. Prayer decreases stress, anxiety and depression

  10. Breakfast is not the most important meal of the day

  11. Most people eat due to B.T.S. (boredom, thirst, stress) – not hunger

  12. 99% can overcome lousy genetics due to epigenetics (your habits alter the way your genes work)

  13. Higher cholesterol is associated with  longer lifespan.

  14. Take regular saunas to reduce all-cause mortality by 40%

  15. Skipping workouts because you’re “tired” is the reason you’re tired.

  16. Do 11+ minute of cold showers/week to minimize stress and build “mind control”

  17. Protein is the most satiating macronutrient. Eat protein to avoid overeating.

  18. Eat 1g of protein per lb of target bodyweight for optimal satiety, muscle growth and fat loss.

  19. Favourite protein sources are steak, chicken, burgers, salmon, greek yogurt and whey protein

  20. Muscle confusion is not a real thing

  21. 8 hours of sleep is a performance-enhancing drug

  22. Minimize seed oils (hidden inflammation booster in nearly all foods)

  23. Lack of sleep increases your hunger hormones during the day, making it harder to lose fat.

  24. Get 15 min of sun upon waking to set your circadian rhytm and get good sleep.

  25. Take magnesium glycinate, theanine, and inositol to minimize stress and sleep like a baby.

  26. All you need is 1.5 hours/week to work out. If you can’t manage this, you’re simply an unproductive human.

  27. To avoid post-dinner snacking, brush your teeth. Watch your cravings vanish.

  28. Eat slower to allow time for the satiety hormone (leptin) to release in your body. This tells your body when you’re full.

  29. Avoid fake meat at all costs.

  30. More muscle means higher metabolism.

  31. Higher body fat means higher risk of cancer.

  32. You don’t need motivation.

  33. It would be best if you had proper default actions.

  34. Remove junk food from your house. If it’s in the place, you can eat it.

  35. Marriage is not a license to grow man boobs.

  36. 120 years ago, we walked 23.5 kilometres steps per day. Now we walk 3.5k steps/day. Walk more.

  37. You can eat foods like pizza, ice cream, and burgers and still lose fat if you eat clean 80% of the time.

  38. Drink black coffee to suppress your appetite.

  39. Most Starbucks “coffee” is really a sugar shake. Avoid.

  40. Most people know they need to work out and eat right. But they lack consistent implementation. This is need to focus on default actions. This is where you are different from most people.

Facebook Comments

“Nggak Ada” – Bruno Major

Track suits and red wine
Movies for two
We’ll take off our phones
And we’ll turn off our shoes

We’ll play Nintendo
Though I always lose
‘Cause you’ll watch the TV
While I’m watching you

There’s not many people
I’d honestly say
I don’t mind losing to
But there’s nothing
Like doing nothing
With you

Dumb conversations
We lose track of time
Have I told you lately
I’m grateful you’re mine

We’ll watch The Notebook
For the 17th time
I’ll say “It’s stupid”
Then you’ll catch me crying

We’re not making out
On a boat in the rain
Or in a house I’ve painted blue
But there’s nothing
Like doing nothing
With you

So shut all the windows
And lock all the doors
We’re not looking for no one
Don’t need nothing more
You’ll bite my lip and
I’ll want you more
Until we end up in a heap on the floor
Mmm

You could be dancing on tabletops
Wearing high-heels
Drinking until the world
Spins like a wheel

But tonight your apartment
Had so much appeal
Who needs stars?
We’ve got a roof
But there’s nothing
Like doing nothing
With you
Mmm
No, there’s nothing
Like doing nothing
With you

 

Facebook Comments

Teks Ibadat Keluarga untuk Pemilihan Pangulu Nagori – [Sebuah Tawaran]

Doa ini dilaksanakan untuk pemilihan presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan sampai kepala desa. Sebelum berangkat ke Tempat Pemungutan Suara, anggota keluarga berdoa bersama di rumah pada pagi hari atau sehari sebelum pemilihan. Pemimpin (P) dan anggota keluarga (U) mempersiapkan batin dan keperluan untuk ibadat. Di tempat berdoa, selain sebuah salib yang diapit dua lilin bernyala, tanda atau simbol lain dapat ditata menurut perlunya. Doa diawali dengan nyanyian berikut atau nyanyian lain yang senada.

Teks Ibadat yang dikutip dari Aneka Doa dalam Keluarga (Komisi Liturgi Keuskupan Agung Medan, 2019) ini diubahsuaikan dengan konteks Pemilihan Pangulu Nagori Sihemun Baru, Simalungun.

 

1. NYANYIAN PEMBUKA

“Aku S’lalu Bergembira”

Aku s’lalu bergembira
melaksanakan tugasku
Waktu suka waktu duka
tetap aku kerjakannya

Aku dipanggil Tuhanku
aku dipilih Tuhanku
Untuk bawa kabar ria
bagi orang papa

Aku ingat sabda Tuhan
mengatakan kepadaku
Kamulah garam dunia
kamulah terang dunia

Aku dipanggil Tuhanku
aku dipilih Tuhanku
Untuk bawa kabar ria
bagi sekalian orang

Mari kita satu padu
di dalam Kristus selalu
Saling tolong saling bantu
iman kita tetap teguh

Puji Tuhan Aleluia
Puji Tuhan Aleluia
Tuhan raja Maha Agung
Bapa kita yang di surga

 

2. TANDA SALIB

3. SALAM

P: Semoga Tuhan beserta kita

U: Sekarang dan selama-lamanya

4. PENGANTAR

P: Saudara-saudara terkasih dalam iman,

Salah satu kegiatan penting dalam masyarakat adalah pemilihan umum. Sebagai bagian utuh dari masyarakat, keluarga kita juga terlibat di dalamnya. Karena itu hak pilih yang telah kita miliki wajib digunakan sesuai dengan suara hati. Hari ini (besok) kita akan memilih pangulu nagori Sihemun Baru, desa tempat tinggal kita yang kita cintai ini.

Dengan demikian keluarga kita dipanggil ikut serta dalam menentukan siapa pemimpin yang akan datang. Semoga kita masing-masing mampu menentukan pilihan secara tepat untuk kebaikan masyarakat.

5. MENGUNDANG KEHADIRAN ROH KUDUS

(Hening sejenak)

P: Keluarga kita senantiasa membutuhkan bimbingan Roh Kudus agar kita tetap hidup sesuai kehendak Allah dengan mengikuti teladan Yesus Putra-Nya

U: Ya Roh Kudus, hadirlah di tengah keluarga kami, serta bimbinglah kami masing-masing dan bersama di tengah kehidupan ini.

6. BACAAN KITAB SUCI (SIRAKH 10:1-8)

P:Marilah membuka hati akan Sabda Allah

U: Bersabdalah ya Tuhan, hambaMu mendengarkan.

P: Bacaan dari Kitab Putra Sirakh

“Pemerintah yang bijak mempertahankan ketertiban pada rakyatnya, dan pemerintahan orang arif adalah teratur.

Seperti penguasa bangsa demikian pun para pegawainya, dan seperti pemerintah kota demikian pula semua penduduknya.

Raja yang tidak terdidik membinasakan rakyatnya, tetapi sebuah kota sejahtera berkat kearifan para pembesarnya.

Di dalam tangan Tuhan terletak kuasa atas bumi, dan pada waktunya Ia mengangkat orang yang serasi atasnya.

Di dalam tangan Tuhanlah terletak kemujuran seorang manusia, dan kepada para pejabat dikaruniakan oleh-Nya martabatnya.

Hendaklah engkau tidak pernah menaruh benci kepada sesamamu apapun juga kesalahannya, dan jangan berbuat apa-apa terpengaruh oleh nafsu.

Kecongkakan dibenci oleh Tuhan maupun oleh manusia, dan bagi kedua-duanya kelaliman adalah salah.

Pemerintahan beralih dari bangsa yang satu kepada bangsa yang lain akibat kelaliman, kekerasan dan uang.”

P: Demikianlah Sabda Tuhan

U: Syukur kepada Allah

(Hening sejenak)

7. RENUNGAN

Saudara-saudari yang terkasih, Putra Sirakh dalam kitabnya tadi memberi gagasan permenungan tentang pemberian diri untuk kebaikan umum.

Seorang pemimpin atau penguasa yang arif bijaksana memimpin dan

memerintah warganya dengan teratur, penuh rasa tanggung jawab. Semuanya itu dilaksanakan dengan pengorbanan diri yang tanpa pamrih dan dengan mengutamakan kesejahteraan rakyatnya.

Dari situ dapat diperoleh pesan bagi kita yang akan memilih pangulu nagori Sihemun Baru ini. Kita bertugas menentukan pilihan secara cermat dan teliti sesuai dengan suara hati. Kita semua tahu bahwa pemimpin yang bijak dan arif akan memajukan dan mengayomi rakyatnya. Ada kalanya suara hati itu disebut juga sebagai suara Tuhan. Untuk mendengarnya, kita membutuhkan suasana yang tenang dan kadang waktu yang lama.

Dengan mendengarkan suara hati sambil memberi ruang bagi Allah yang berbicara, kita akan menentukan pilihan yang tepat, bukan berdasarkan suka atau tidak suka, melainkan yang kita pilih diyakini akan mampu memberi diri untuk kebaikan umum.

Hal ini sebenarnya tampak dalam visi dan misinya yang dijabarkan dalam program-program konkret. Doa bersama ini kiranya menolong kita sekeluarga sampai pada pilihan yang sebenarnya.

(Hening sejenak)

8. DOA PERMOHONAN

P: Marilah kita memuji Allah yang menghantar bangsa kita dapat menyelenggarakan pesta demokrasi ini, seraya berseru kepadaNya:

U: Terpujilah Engkau ya Allah, Pembawa keadilan dan kedamaian.

P: Semoga seluruh proses pemilu saat ini dapat berjalan dengan lancar, aman dan damai.

U: Terpujilah Engkau ya Allah, Pembawa keadilan dan kedamaian.

P: Semoga semua masyarakat dengan rasa tanggung jawab memberi hak suara untuk memilih pemimpin yang arif dan bijaksana.

U: Terpujilah Engkau ya Allah, Pembawa keadilan dan kedamaian.

P: Semoga para pemilih dapat menentukan pilihan yang terbaik demi kemajuan, kedamaian, keadilan dan kesejahteraan desa kami.

U: Terpujilah Engkau ya Allah, Pembawa keadilan dan kedamaian.

P: Semoga para calon yang tidak terpilih dapat menerima hasil pemilihan ini dengan besar hati, dan tetap berpartisipasi menciptakan kedamaian.

U: Terpujilah Engkau ya Allah, Pembawa keadilan dan kedamaian.

P: Ya Allah, semoga karena bimbinganMu, pemimpin yang akan terpilih menghayati jabatannya sebagai pelayanan dan bukan sebagai kekuasaan. Semoga sebagai warga yang baik kami mampu berkerjasama dengannya dalam upaya mewujudkan masyarakat. Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami. Amin.

9. BAPA KAMI

P: Marilah bersama-sama mengucapkan doa yang diajarkan Kristus kepada kita U:

Bapa kami yang ada di Surga,
Dimuliakanlah namaMu,
Datanglah kerajaanMu,
Jadilah kehendakMu
di atas bumi seperti di dalam surga.

Berilah kami rezeki pada hari ini
dan ampunilah kesalahan kami,
seperti kami pun mengampuni
yang bersalah kepada kami;
dan janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan,
tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat.

10. MENGENANG KELUARGA KUDUS

P: Ya Tuhan, kami bersyukur kepadaMu atas teladan yang ditunjukkan Bunda Maria bagi kami.

U: Semoga keluarga kami senantiasa menaati kehendakMu seperti Bunda Maria.

P: Ya Tuhan, kami bersyukur pula atas kesetiaan Santo Yosef menjaga Keluarga Kudus Nazaret

U: Semoga kami pun setia untuk menjaga kesatuan keluarga kami.

(Selanjutnya keluarga dapat mendaraskan doa Salam Maria atau Rosario)

11. INTENSI GEREJA

(Bila intensi tertentu disediakan oleh Keuskupan atau Paroki maka intensi tersebut didoakan oleh anggota keluarga)

12. PENUTUP

P: Marilah kita memohon berkat Allah, agar kita mampu menjadi saksi Kristus dalam hidup sehari-hari.

(Semua hening sejenak)

P: Semoga Tuhan beserta kita

U: Sekarang dan selama-lamanya.

P: Semoga kitia selalu dibimbing dan diberkati oleh Allah yang Mahakuasa.

P + U: Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus. Amin.

NYANYIAN PENUTUP

“Tingkatkan Karya serta Karsa”

Reff:

Tingkatkan karya serta karsa
Membangun dunia
Walaupun rintangan menghadang di jalan
Majulah terus kita ‘kan menang
Jangan bimbang

  1. Laksanakan karya nyata
    Jangan hanya berbicara
    Jangan pula pura-pura
  2. Walau penuh pengurbanan
    Namun penuh pengharapan
    Jangan kita putus asa
  3. Keluarga bahagia
    pangkal masyarakat jaya
    Itu tugas para warga

Sumber: Komisi Liturgi Keuskupan Agung Medan, Aneka Doa dalam Keluarga (Pematangsiantar: Pusat Pembinaan Umat Keuskupan Agung Medan, 2019), halaman 181-185.

 

Facebook Comments