Luxury is in Simplicity

Apa godaan terbesar ketika berbicara? Berbicara dengan istilah yang rumit. Jika perlu dengan meminjam kata dari bahasa asing. Ekstremnya, sebisa mungkin sampai pendengar takjub karena bingung apa yang disampaikannya. Tujuannya untuk menciptakan sense of authority. Ibarat mau pamer ke penonton talkshow: “Ini loh. Kalian mesti tau, untuk topik ini, gue yang paling ahli dibanding lawan bicara gue ini”. Apakah pendengar memahami atau setidaknya bisa mengikuti alur pembicaraan, itu persoalan lain.

Apa godaan terbesar ketika menulis? Mirip dengan berbicara tadi. Menggunakan banyak kutipan terpercaya dari sumber yang sebisa mungkin susah diakses oleh pembaca. Tujuannya sama, sense of authority. Jika perlu ditambahi dengan istilah yang tak lazim. Ibarat mau pamer ke pembaca berita: “Ini loh. Kalian mesti tau, untuk tema ini, gue yang paling ahli dibanding penulis lain”. Apakah pembaca memahami atau setidaknya bisa mengikuti alur pikiran penulis, itu persoalan lain.

Apa godaan terbesar ketika berkesenian? Eh, sebentar. Kata “berkesenian” ini tampaknya biasa. Tapi kok susah mengartikannya ya. Gini. Berkesenian berarti mengikuti kaidah membuat karya seni, memahami tujuan dan dampaknya bagi penikmat karya, termasuk dirinya sendiri yang ikut terlahir kembali bersama terbitnya sang karya. Njelimet ya.

Apa godaan terbesar ketika hendak mencipta lagu? Mengakomodasi semua teori musik yang pernah dipelajari. Sebisa mungkin memuat banyak liukan interval akor, progresi, modulasi. Jika perlu, gabungkan semua jenis tangganada yang pernah dikenal manusia, termasuk yang mengabaikan nada dasar seperti yang dilakukan komposer zaman Romantik Pierrot Lunaire dengan komposisi atonalnya. Kalau masih bisa, tumpahkan semua elemen sinestesia dan bablas dalam mengartikan licentia poetica saat mencipta liriknya. Apakah pendengar bisa menikmati alunan nadanya? Itu soal lain. Apakah begitu mendengarnya seorang penikmat lagu langsung bisa merasakan motif lagu tersebut? Ora urus.

Alhasil, tidak ada pendengar yang tertarik dengan omongannya. Podcast atau konten Youtube edisi berikutnya akan sepi view. Tidak ada pembaca yang akan kembali melirik tulisannya apalagi berniat membeli bukunya. Tidak ada pendengar yang akan setia menunggu lagu berikutnya dari si pencipta lagu.

Lalu ketiga jenis seniman tadi pun heran. Kecewa karena menurut mereka, konsumen kurang mengapresiasi karya yang sudah dengan susah-payak mereka ciptakan. Ibarat pedagang: lapaknya rame saat grand opening, tetapi hari-hari berikutnya tak satupun pembeli datang.

Apa yang salah?


Suhunan Situmorang, seorang pengacar dan penulis lepas yang rutin mengisi dinding Facebook-nya dengan opini ringan namun mengena, pernah menulis begini (saya kutip seperlunya):

Sadarilah.

Mari tulis kisah dan pengalaman sehari-hari, juga alam sekitar, tradisi masyarakat, atau ketika tinggal di desa. Situasi kotamu kini pun menarik ditulis, termasuk perubahan-perubahan dalam pelbagai hal.

Kehidupan di medsos tak melulu bicara topik dan isu yang keras, sayangi otak dan jiwa yang juga butuh senyum dan tawa lepas. Ceritakanlah kenangan atau pengalaman yang membekas, atau harap yang tak terbatas. Cita dan impian perlu dirancang, setidaknya untuk menambah semangat melakoni kehidupan–kendati kemudian tak sama dengan realitas. Alangkah lelah membicarakan hal-hal yang tak terjangkau diri, sementara ada banyak kewajiban yang butuh enerji.

Kisahkanlah desa atau kotamu, atau pengalaman lucu. Tulislah dengan semangat berbagi cerita, niscaya pembaca menemukan yang berharga, kendati tak diucapkan secara terbuka. Tulislah cerita dan puisi, potretlah panorama dan suasana di suatu kampung atau sudut kota. Tampilkan dengan narasi bertutur. Alangkah menarik bagi yang berpikiran luas.

Berceritalah, memotretlah, atau bagikan resep-resep masakan, cara menanam dan merawat tanaman, atau tips supaya awet muda.

Bernyanyilah bagi yang suka, bercandalah untuk membuat pembaca tertawa.


Fiksimini tentang tiga pekerja seni diatas ditambah tulisan singkat Suhunan tadi mengajak kita untuk kembali ke prinsip dasar komunikasi, yakni: Apa yang sampai ke penikmat (baca: pembaca, pendengar) itulah yang penting.

Bukan soal seberapa banyak terminologi yang dimiliki seorang pembicara, tetapi apakah pendengar memahami apa yang dibicarakan. Bukan soal seberapa rumit penjelasan yang disampaikan penulis, tetapi apakah pembaca mengerti gagasannya. Bukan soal seberapa tinggi ilmu dan musikalitas si pencipta lagu, tetapi apakah lagu tersebut benar-benar mengena di telinga penikmatnya. Itulah yang penting.

Kunci untuk membuat sebuah karya mengena dengan penikmatnya adalah sentuhan emosional atau afeksi. Meminjam lirik lagu Ari Lasso, “sentuhlah dia tepat di hatinya“, sentuhlah penikmat karyamu dengan sesuatu yang bisa mereka rasakan. Sesuatu yang dekat dengan kehidupan, mimpi dan kesedihan mereka. Bahasa kerennya: sesuatu yang relevan dan relatable.

Jika pembaca membaca tulisanmu lalu menggumam dalam hati, “ini kok persis kayak yang aku alami ya”, itulah sukses. Jika seorang netizen mengunjungi lagu yang baru kau rilis di kanal Youtube-mu lalu memberi komentar “Sedih banget lagunya, Min, kayak kisahku”, itulah sukses.

Tampaknya inilah yang perlahan semakin disadari teman Saya, seorang pemusik dari Sumatera Utara yang merantau ke Jogja. Rimanda Sinaga namanya. Baru-baru ini kami ngobrol.  Di akhir percakapan kami yang berjam-jam itu, dia bilang: Lagu yang bagus itu lagu yang sederhana. Sebuah lagu yang begitu didengar, para penyanyi trio di lapo tuak bisa serta-merta mengambil gitar dan menyanyikan suara 1, 2 dan 3. Sebuah lagu yang begitu selesai didengar di HP, orang bisa membuat versi Karaoke-nya sambil mengguyur tubuh atau berkumur-kumur di kamar mandi.

That’s it. Luxury is in simplicity. Kemewahan yang sebenarnya terletak pada kesederhanaan.

Oh iya. Ada lagunya yang menurutku cukup bagus. Latarnya sangat personal karena diangkat dari kisah pribadinya sendiri, yakni momen ketika ditinggal oleh ayah tercinta. Beberapa orang merasa relevant dan relate pula dengan lagu itu. Bahkan ada yang menyanyikannya di acara keluarga. Barangkali lirik hasil kolaborasi Rimanda Sinaga dan Subandri Simbolon menyentuh mereka.

Sedikit catatan kritis: Dalam taksonomi ende Batak Toba, liriknya masuk ke kategori ende andung (lagu ratapan). Jika hendak diletakkan sejajar dengan andung Batak lainnya, lagu ini butuh penyederhanaan di bagian tertentu, dan polesan di bagian lain.

Judul lagu itu “Posma Roham Dainang”. Ini lirik dan video Youtube-nya. Cekidot.


POS MA ROHAM DAINANG

Tingki parro ni bot ni ari

Hundul Dainang, huhut malungun

Mancai borat do di rohana

Dung borhat Damang

tu haroburan i

 

Uli pe sinondang ni bulan

Mambahen roha, sonang humaliang

Alai Dainang sai mardok ni roha

Boha bahenon pasonang roha na i

 

Reff:

Posma roham ale Inong na burju

Nungnga tung sonang sohariburan i

Damang di siamun ni Tuhan i

Sai tagogoi ma lao martangiang

Bereng ma hami angka gellengmon

Na sai tontong manghaholongi ho

Unang be sai tartundu malungun

Naro do angka ari na uli i

 

Nama para kru yang terlibat tercantum di video.

Konon, selain aku, banyak pula yang masih masih menunggu karyanya yang berikutnya setelah dia mengalami pencerahan (enlightenment) ini.

Lirik Lagu “Walls” – Louis Tomlinson

Menjadi seorang musikus, pesepakbola, filantropis di usia sangat muda adalah sesuatu yang prestisius. Tak banyak yang bisa mencapainya. Salah satunya Louis Tomlinson. Maka, tak heran, bersama dengan klip-klip KPop lainnya, wajah dan lagunya menghiasi Instagram Story dari teman-temanku, yang kebanyakan adalah anak SMA.

Oke. Jadi, anak-anak SMA saja mengenal dan mengidolakan pentolan One Direction ini. Itu awal yang membuatku berniat mencari informasi tentang orang ini. Oh iya, sebagai generasi usia tiga puluhan, menurutku salah metode mencari minat siswa SMA yang kuajar adalah mengenali tokoh yang mereka idolakan. Kupikir, konsekuensi logis untuk membangun komunikasi tepat sasaran dengan orang lain tanpa terjebak dalam kecanggungan dan perbedaan informasi akibat kesenjangan generasi (generation gap) yakni dengan mencoba mengenali mereka. Siapa yang mereka dengarkan dan jadikan inspirasi.

Jadi, siapa sih si Louis ini?

Meniti karir di bidang entertainment sebagai seorang aktor, Louis William Tomlinson menjelma menjadi music influencer di negara asalnya Inggris, dan disini, di Indonesia. Penyanyi kelahiran 24 December 1991 dengan nama Louis Troy Austin ini, meski masih sangat muda, telah menorehkan inspirasi melalui pekerjaan dan pencapaiannya. Meski sudah mendapat peran di film If I Had You dan drama BBC Waterloo Road, pemuda dengan ambisi yang jelas bukan medioker ini, tidak puas. Ia hendak mencapai jenjang karir dan public coverage yang lebih luas.. Maka pada 2010, Louis mengikuti audisi British The X Factor. Dia tereliminasi dari daftar penyanyi solo, lalu digabungkan dengan empat kontestan lainnya. Jadilah One Direction.

Ia pun tak terhentikan sejak itu. Ia terus menelurkan album. Lagu-lagunya mendapat pengakuan bergengsi. Tak hanya itu, dia juga memiliki label rekaman sendiri, yakni Triple Strings. (Cek saja Wikipedia untuk info lengkapnya.)

Sepertinya Louis memang beneran punya “faktor X” seperti yang dicari audisi itu. Sesuatu yang unik, yang dimiliki secara berintegritas oleh seorang seniman. Pada platform kompetisi yang menjadi pintu gerbangnya masuk ke industri musik itu pun, Louis menjadi juri di The X Factor edisi XV sekaligus pelatih untuk peserta vokal pria. Dalam konteks sama-sama mantan kontestan, Louis menjadi pelatih juara pertama, karena bocah yang dilatihnya, Dalton Harris, memenangkan pertunjukan itu.

Album terbarunya yang dirilis awal tahun 2020 yang lalu, “Walls” memuat lagu dengan judul yang sama. Aku tak sempat mendengarkan lagunya yang lain dengan seksama. Tapi, kudengar lagu ini, dan aku suka. Pencapaiannya di dunia nyata yang menjadi inspirasi bagi para pendengarnya, tergambar pula dalam lirik lagu ini.

Satu lagi, untukku, di lirik lagu ini Louis jadi terdengar dan mirip dengan penyanyi favoritku Robbie Williams. Terutama Robbie saat menyanyi “Angels”.

Ini dia lirik lengkap “Walls”.

 


Nothing wakes you up like waking up alone
And all that’s left of us is a cupboard full of clothes
The day you walked away and took the higher ground
Was the day that I became the man that I am now

But these high walls, they came up short
Now I stand taller than them all
These high walls never broke my soul, and I
I watched them all come falling down
I watched them all come falling down for you
For you

Nothing makes you hurt like hurtin’ who you love (hurting who you love)
And no amount of words will ever be enough (never be enough)
I looked you in the eyes, saw that I was lost (saw that I was lost)
For every question “why”, you were my “because” (you were my “because”)

But these high walls, they came up short
Now I stand taller than them all
These high walls never broke my soul, and I
I watched them all come falling down
I watched them all come falling down for you
Falling down for you

So this one is a thank you for what you did to me
Why is it that ‘thank you’s’ are so often bittersweet
I just hope I see you one day and you’ll say to me, “Oh, oh”

But these high walls, they came up short
Now I stand taller than them all
These high walls never broke my soul, and I
I watched them all come falling down
I watched them all come falling down for you
Falling down for you

Nothing wakes you up like waking up alone


Sumber:

  1. Wikipedia
  2. Hype Auditor

 

Ende Mandideng dari India

Disarankan untuk mendengarkan dalam volume rendah. Kalau volume terlalu besar, nanti bukannya tidur, si bayi malah jingkrak-jingkrak atau malah ngakak guling-guling. Tentu, kita tidak menginginkan itu. 

 

Ende mandideng adalah musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan anak, dalam bahasa lain kita kenal sebagai lullaby, lagu nina bobo atau pembawa tidur.

Lagu dalam audio ini adalah mantra kuno yang dinyanyikan pada saat kelahiran bayi atau proses persalinan. Bagi para praktisi Hindu, mantra ini adalah bagian dari Jaathakarma, sebuah ritual yang diyakini membawa keberuntungan bagi si bayi dan mendatangkan berkat sebelum tali pusarnya dipotong. Ini liriknya dalam bahasa Sanskerta (bisa kamu lihat juga pada gambar poster audio ini)

Ohm …

Angaadangaat sambhavasi
hridayaadadhijiyase
Atma vai putranamaasi
sa jiva sharadaam shatam

Ohm …

Buat my new born baby Pedro Sahala Haromunthe, ini lagu untukmu.

Tak perlu malu aku pamer disini, sebab isinya tak lain adalah doa.

 

Asa,

“Anakkhonhu hasian, nunga ro be ho tu hangoluan on, ro sian mudar nang pamatanghu. Mariaia rohakku, gok pasupasu alani haroromi, O tondikki. Hupio ma ho anakki. Sai mangolu ma ho di portibi on saratus taon nai.”

 

Menulis Fiksi – Premis

Saat kita menulis sebuah cerita fiksi, baik itu cerpen, novela, atau novel, kita memerlukan premis. Tujuannya agar cerita yang ditulis memiliki konflik yang kuat. Selain itu, memiliki premis yang jelas akan sangat membantu saat menuliskan kerangka karangan (outline).

Hanasuri Kenda, seorang web content writer yang menggawangi rumah produksi Elfa Mediatama, membagikan tips sederhana terkait premis ini pada sebuah kelas menulis.

Oh iya, kamu bisa langsung chat Whatsapp dengan Kenda juga jika ingin bertanya lebih lanjut.


Bagaimana premis yang baik?

Premis yang baik harus memuat tokoh utama, konflik, dan solusi/penyelesaian/ending.

Jadi, formula premis/gagasan pokok sebuah cerita adalah seperti ini:

TOKOH  +  KONFLIK  + ENDING

Contohnya:

  • Tokoh: Tommy
  • Konflik: Tommy ingin mendapatkan cinta Sara tapi terkendala status sosial.
  • Ending: 
    -happy: berhasil bersatu
    -sad: tidak bisa bersatu
    -open: dibuat menggantung

Nah, jika dibentuk dalam satu kalimat menjadi:

Tommy mencintai Sara, tetapi status sosialnya yang hanya anak dari pedagang kerupuk membuat cintanya harus berakhir saat Sara dibawa orang tuanya ke luar negeri.

Dari kalimat premis tersebut, calon pembaca/investor/produser novel yang kamu tawarkan novel atau cerita fiksimu akan tahu, “Oh, Oke. Sad ending“.

Wilayah penulisannya akan mengulas seputar perjuangan Tommy yang mengalami kegagalan.


Bisakah premis saya berubah?

Banyak penulis pemula yang  bertanya: “Bisakah premis berubah? Saat saya menulis kok malah berakhir menjadi B, padahal di awal Saya pengennya buat A”.

Jika kalian adalah penulis pemula yang bahkan membuat paragraf saja masih serabutan, fokuslah dulu pada premis. Mengapa? Karena premis memandu kalian untuk berpikir logis, membantu kalian membuat outline yang benar, dan melatih kalian disiplin dan fokus.

Saya banyak mendapati naskah yang tulisannya loncat. Sebentar ke A, sebentar lagi ke B. Buruk sekali. – (Hanasuri Kenda)

Cara menulis dan hasil tulisan seperti itu mencerminkan  keseharian penulis yang tidak bisa berpikir dengan runut.

Pengalaman membuktikan bahwa jika kamu displin berlatih dan konsisten pada premis awal (khusus untuk penulis pemula dan yang baru hendak belajar menulis), hal itu akan membantu kalian untuk bercerita dengan runut. Akan selalu ada kemungkinan bahwa pada bagian tertentu ceritamu  “miss”, tetapi premis membuatmu tetap ingat pada tujuan awal menulis cerita sehingga “miss-(es)” tadi bisa diminimalisir.

Tetapi akan berbeda jika yang menulis sudah profesional dan sudah ahli (ini akan terlihat dari opening atau cara dia mengawali tulisan). Mau diubah jadi bentuk apa pun premisnya, eksekusinya hasilnya akan selalu 100%. Beda level, beda treatment. Jadi, sebagai pemula kamu tidak bisa memaksakan diri untuk mengikuti pola yang dilakukan oleh para penulis pro tadi.

Maka, sebelum menulis, tanyakan pada diri kalian terlebih dahulu:

Saya ini penulis pemula atau pro?


Catatan:

Oh, iya.

Di artikel sebelumnya di situs blog ini Saya sudah menulis tentang bagaimana dasar menulis premis untuk sebuah skenario film?

Sama-sama premis , apa bedanya antara novel dengan adegan skenario?

Meskipun pada dasarnya formula premis tetap sama (yakni tokoh/perkenalan + konflik + ending), akan tetapi penulisan skenario film (screenplay) membutuhkan pengembangan yang lebih karena nantinya akan menjadi cetak biru penafsiran sinematik.

Penentuan premis dalam sebuah skenario mengandaikan penulis sudah memperhitungkan beats, layouts, dan terminologi tertentu untuk mengomunikasikan apa saja kebutuhan visual dan audio nanti pada saat produksi.

Uniknya, kalimat premis-nya tidak harus bahkan sering tidak memuat keterangan itu secara eksplisit (sehingga premis screenwriting dan premis novel sekilas bisa terlihat sama saja).

CINTA, PUISI, NADA, BUNGA

Tetralogi Agung: CINTA -PUISI – NADA – BUNGA

Cinta adalah sebuah perasaan yang unik. Setiap orang dengan jiwa yang sehat memilikinya, dan masing-masing memiliki cara untuk mengungkapkannya.

Ada yang mengungkapkannya berupa kata-kata lewat puisi. Tak cukup dengan kata-kata, digabungkannya dengan nada. Jadilah puisi digubah lagu. Jangan lupa, sejatinya lagu adalah puisi yang dinyanyikan.

Ada juga yang suka mengungkapkannya melalui bunga.

Bagaimana kalau ketiganya digabungkan?

Voila! Jadilah lagu tentang bunga.

Bagi si penggubah tentu saja ia berharap, alamat lagu tersebut memahami betapa dalamnya rasa cinta yang dimiliki. Bagaimana tidak, ia tidak mau menjadi perayu medioker (setengah-setengah) yang hanya memilih salah satu dari ketiga instrumen di atas. Ia menggabungkan ketiganya.

Simbologi bunga sangat padat. Seakan menjadi simpul dari sebuah tetralogi agung bagi jiwa-jiwa yang memuja romansa. Karena padatnya, kerap kata-kata dan uraian tak cukup menggambarkannya secara akurat. Namanya juga afeksi ya kan. Penjelasan ilmiah nan runtut tidak selalu jadi jawaban. Bahasa simbol yang sederhana dan mengena, lebih sering menjadi jawabannya. Konon itulah alasan mengapa simbologi dan ikonografi menjadi abadi dalam ingatan manusia.

Tampaknya hal ini disadari oleh banyak musikus sehingga bertebaran lagu tentang bunga.

Berikut ini beberapa lagu bagus dengan lirik Bahasa Indonesia. Masih ada banyak lagu lain tentang bunga, tapi Saya kurang suka.

Kok?

Ya tidak apa-apa. Namanya juga selera. Ya kan?

Oh, iya. Saya sendiri lebih suka dengan lagu dibanding bunga. Tidak tahu mengapa. Barangkali karena memang tidak terbiasa saja dengan bunga.


Rommy Sangka – Bunga

Setelah pertemuan itu
Perasaan hati beda
Tak sadar terpikat cintamu
Walau hanya bisa kusimpan

Mengingatmu tak ada habisnya
Memikirkanmu karena kusuka
Bayang wajahmu s’lalu kurindu
Mungkinkah ‘kan terulang kisah kita?

Belum sempat aku katakan
Sampai saat kita berpisah
Engkau bagaikan bunga
Menebarkan harummu

Baru sekali ku berjumpa
Dirimu yang terindah
Engkau bagaikan bunga
Meruntuhkan hatiku

Tak sadar terpikat cintamu
Walau hanya bisa kusimpan

Mengingatmu tak ada habisnya
Mungkinkah ‘kan terulang kisah kita?

Belum sempat aku katakan
Sampai saat kita berpisah
Engkau bagaikan bunga
Menebarkan harummu

Baru sekali ku berjumpa
Dirimu yang terindah
Engkau bagaikan bunga
Meruntuhkan hatiku

Huuu …
Huuu …


Thomas Arya – Bunga

Merana kini aku merana

Kekasih tercinta entah ke mana

Sendiri kini ‘ku dibalut sepi

Tiada tempat ‘tuk bercurah lagi

Di mana kini entah di mana

Bunga impian yang indah di mata

Kurindu tutur sapamu nan manja

Saat kau barada di sisiku

Kini tinggal aku sendiri

Hanya berteman dengan sepi

Menanti dirimu kembali

Di sini kuterus menanti

Akan kucoba untuk

Menanti dirimu, kekasih

Oh bunga

Di mana kini kau berada

Jangan biarkan diriku

Dalam keseorangan

Oh bunga

Jangan kau gores luka di dada

Sungguh diriku takkan kuasa

Campakkan kenangan

Ho ho ho …

O-oh bungaku

Ho ho ho …

O-oh bungaku

Merana kini aku merana

Kekasih tercinta entah ke mana

Sendiri kini ‘ku dibalut sepi

Tiada tempat ‘tuk bercurah lagi

Di mana kini entah di mana

Bunga impian yang indah di mata

Kurindu tutur sapamu nan manja

Saat kau barada di sisiku

Kini tinggal aku sendiri

Hanya berteman dengan sepi

Menanti dirimu kembali

Di sini kuterus menanti

Akan kucoba untuk

Menanti dirimu, kekasih

Oh bunga

Di mana kini kau berada

Jangan biarkan diriku

Dalam keseorangan

Oh bunga

Jangan kau gores luka di dada

Sungguh diriku takkan kuasa

Campakkan kenangan

Ho ho ho …

O-oh bungaku

Ho ho ho …

O-oh bungaku

Ho ho ho …

O-oh bungaku

Ho ho ho …

O-oh bungaku

 


Boomerang – Bungaku

Bungaku, kudengar panggilmu
Bungaku, aku pun rindu
Maafkan ‘ku harus pergi
Mengejar semua mimpi yang berarti

Cobalah ‘tuk hayati artimu
Tiada yang dapat menggantikan
Hadirmu

Jalani dan jangan bersedih
Hapuslah air matamu
Lepaskan risau hatimu
Pastikan semua mimpi ‘kan berarti

Hayati penting artimu bagiku
Bintang pun tak dapat menggantikan
Hadirmu

Kembali kudengar panggilmu
Bungaku, aku pun rindu
Maafkan ‘ku harus pergi
Bungaku, aku pun rindu

Bungaku, aku pun rindu
Bungaku, aku pun rindu


Koes Plus – Bunga di Tepi Jalan

Suatu kali kutemukan
Bunga di tepi jalan
Siapa yang menanamnya
Tak seorang pun mengira
Bunga di tepi jalan
Alangkah indahnya
Oh, kasihan
‘Kan kupetik sebelum layu

Di sekitar belukar
Dan rumput gersang
Seorang pun tak ‘kan mau
Memperhatikan
Biarlah ‘kan kuambil
Penghias rumahku
Oh, kasihan
‘Kan kupetik sebelum layu

Di sekitar belukar
Dan rumput gersang
Seorang pun tak ‘kan mau
Memperhatikan
Biarlah ‘kan kuambil
Penghias rumahku
Oh, kasihan
‘Kan kupetik sebelum layu

Meski lagu aslinya diciptakan oleh Koes Plus, tapi versi Sheila on 7 ini terdengar lebih merdu di telinga


Bebi Romeo – Bunga Terakhir

Kaulah yang pertama
Menjadi cinta tinggallah kenangan
Berakhir lewat bunga seluruh cintaku untuknya

Bunga terakhir
Ku persembahkan kepada yang terindah
Sebagai satu tanda cinta untuknya

Bunga terakhir
Menjadi satu kenangan yang tersimpan
Takkan pernah hilang ‘tuk selamanya
Ohh

Betapa cinta ini
Sungguh berarti tetaplah terjaga
Selamat tinggal kasih ‘ku telah pergi selamanya

Bunga terakhir
Ku persembahkan kepada yang terindah
Sebagai suatu tanda cinta untuknya

Bunga terakhir
Menjadi satu kenangan yang tersimpan
Takkan pernah hilang ‘tuk selamanya

Kaulah yang pertama
Menjadi cinta tinggallah kenangan
Berakhir lewat bunga seluruh cintaku untuknya
Ohh-uwo

Bunga terakhir
Ku persembahkan kepada yang terindah
Sebagai satu tanda cinta untuknya

Bunga terakhir
Menjadi satu kenangan yang tersimpan
Takkan pernah hilang ‘tuk selamanya


Dewa 19 – Bunga

Begitu banyak bunga ditamanku
Slalu menanti saat untuk dipetik
Ada yang merah dan ada yang putih
Kuning dan ungu
Beragam warnanya
Beragam warnanya

(Chorus):
Tuhan tolonglah aku
Beri satu petunjuk
Aku ingin bahagia
Berikanlah yang indah
Untuk diriku ini
Untuk slama – lamanya
Satu bunga yang indah
Satu bunga yang indah

Mama papa mohon nilai rangkaian
Rangkaian bunga aku mohon restumu
Bila nanti ada yang tak berkenan
Katakan saja aku slalu mendengar

(Chorus)

Banyak bunga layu sebelum berkembang
Ada yang terindah tapi wanginya tak slalu
Seindah bentuknya malah mungkin durinya
Menusuk hatiku lukai cintaku
Tapi kuyakin nanti ada satu untukku
Harumi hari mengharumi hari

(Chorus 2x)


Slank – Mawar Merah

Memang ku tak mampu belikan dia perhiasan … tak pernah
Atau memberi kemewahan

Tapi kuyakin dia bahagia
Tanpa itu semua…

Walau memang dirimu bernasib baik … bapak lo kaya
Yang selalu kau andalkan untuk mendapatkannya

Percuma kau dekati dia
Karena cintanya pasti untukku

Aya ya ya… simpan saja uangmu
Aya ya ya . …bawa pergi mercy mu
Aya ya ya … Enyahlah dari bunga mawarku
Aya ya ya… Enyahlah dari mawar merahku …
Karena dia milikku

Memang penampilanku, juga rupaku Slengean
Memang cara hidupku tak teratur pengangguran (kata orang sih!)

Tapi ku yakin dia bahagia

karena dia mawar merahkuuu

 


Bunga secara umum ternyata sudah menjadi simbol yang sudah tua untuk mengungkapkan cinta. Terutama mawar merah, bahkan sudah tercatat pada ikonografi Yunani Kuno dan Romawi Kuno.

Mawar Merah selalu diasosiasikan dengan Dewi Cinta yaitu Aphrodite (Yunani) atau Venus (Romawi).

Pada fase awal perkembangan Kekristenan, simbol bunga mawar merah melekat dengan keutamaan Bunda Maria.

Selanjutnya, si penyair Inggris zaman babon, yakni Shakespeare, ikut pula meneruskan kebiasaan itu. Bahkan menjadikannya sebagai standar puitis. Diikuti pula oleh penyair berikutnya semacam Gertrude Stein.

Begitulah bunga mawar merah mewakili bunga-bunga lain sebagai simbol puncak untuk melukiskan perasaan cinta yang sungguh-sungguh.

Oh iya.

Kamu, pernahkah merasakan cinta yang sangat mendalam sampai tak mampu kamu curahkan dalam kata-kata?

Kalau iya, sudah saatnya kamu juga mencipta lagu tentang bunga.

 

Penulisan Skenario: Premis

Apa itu Premis?

Kalau kita melirik kamus, “premis” adalah

sebuah proposisi (kalimat pernyataan yang bernilai benar atau salah) yang berfungsi sebagai alasan dalam sebuah konstruksi argumen

Dalam konteks filmografi atau ilmu seni peran, definisi premis sedikit berbeda. Kita akan lihat dalam tulisan ini.

Semua diawali dengan premis.

“Semua” itu memangnya apa saja sih? Ya semua tahapan pembuatan film.

Mulai dari:

1) development,

2) praproduksi,

3) produksi,

4) pascaproduksi

hingga

5) distribusi.

 

Nah, penulisan skenario ada di tahap awal (poin 1). Pada tahap ini semua SDM pembuatan film harus bahu-membahu untuk merumuskan pengembangan ide, menentukan jenis cerita, genre dan format, serta tak kalah pentingnya: penulisan skenario.

Ide untuk pembuatan film bisa datang darimana saja. Bisa dari novel, kisah nyata, atau narasi yang ditawarkan oleh investor film.

Pada tahap inilah dikenal istilah triangle system, yaitu: produser, sutradara dan penulis naskah.


Setelah mendapatkan ide mereka akan bekerjasama untuk membuat premis, sinopsis, treatment kemudian skenario. Selanjutnya produser dan sutradara menyiapkan treatment untuk menyampaikannya kepada investor. Jika berhasil, film ini akan menerima dana untuk proses produksi.

Jika belum berhasil, si triangle ini harus bekerja keras lagi untuk memperbaiki semuanya, sampai investor yakin dengan ide yang disampaikan, lalu setuju mendanai. Sebab, sama seperti di industri manapun, ide secerdas apapun tak akan terjadi tanpa dana, bukan?


Oke. Sebelum melebar dan memanjang kemana-mana, kita kembali ke penulisan skenario, di topik P-R-E-M-I-S.

Sekali lagi, dalam konteks penulisan skenario: Apa itu premis?

Ide dasar.

Film yang sedang dirancang ini, ceritanya tentang apa?

Dengan teknik empati, seorang penulis skenario harus menempatkan diri sebagai penonton: Mengapa Saya sebagai penonton harus menonton film ini?

Karena itulah, premis harus matang dulu di awal. Matang bukan berarti harus lengkap dan serba detail lho ya. Jadi tidak mungkin ujuk-ujuk kita mulai dengan sinopsis, karakter dan sebagainya.

Dari mana sebuah premis berasal?

Proses kreatif masing-masing orang berbeda. Sumber ide berbeda.

Ernest, dilatarbelakangi oleh jam terbang yang tinggi antara lain harus menulis naskah untuk standup comedy-nya, biasanya mendapatkan inspirasi dari keresahan atau kejujuran.

Mengapa harus sesuatu yang meresahkan atau jujur?

Karena ketika kita menceritakan sesuatu yang dekat dengan kita, kita mendapatkan sesuatu yang unik.

Ia berkisah, misalnya ketika mengerjakan film Cek Toko Sebelah.

Fakta: sampai hari ini, ibu Ernest masih memiliki toko tersebut.

Keresahan Ernest secara jujur diungkapkannya, yakni: dia tidak ingin mewarisi toko tersebut. Dia sudah lebih nyaman dengan kerja kantoran, tetapi juga tidak ingin kecewa dengan keinginan orangtua yang ingin supaya usaha warisan keluarga tersebut tidak hilang.

Maka film bercerita tentang perjalanan dan perjuangan para karakter sehingga di akhir cerita penonton memahami pesan yang hendak disampaikan Ernest, sebagai produser, sutradara sekaligus penulis naskah filmnya.

Tugas Mulia seorang Penulis Skenario

 

Keresahan juga menjadi sumber inspirasi Ernest ketika menggarap film Susah Sinyal.

 

Meskipun kejadian di film Susah Sinyal berbeda dengan kehidupan nyata Ernest sebagai seorang penulis skenario, tetapi Ernest berbagi keresahan yang sama.

Ia melihat dan mengalami sendiri bagaimana orangtua modern kerap tidak punya cukup banyak waktu untuk anak-anaknya. Ini menjadi keresahannya juga. Ia relate dengan kisah di Susah Sinyal.

Dalam konteks yang lebih luas, sebagai instrumen penyampai pesan kemanusiaan (humanity) yang sering lebih mengena, produser film dan naskah film secara moral harus menjunjung misi untuk membangkitkan kegembiraan dan harapan (gaudium et spes) atas segala keresahan, kekecewaan, kesedihan, permasalahan yang dihadapi manusia.

Maka, seorang penulis skenario mengemban tugas mulia. Ia harus berbagi kegembiraan dan harapan sejak dalam pikiran.

Konsekuensi logisnya: untuk bisa sampai ke sana, penulis naskah harus terlebih dahulu merumuskan secara jujur keresahan yang dimaksud. Barulah nanti cerita di naskah maupun ketika sudah menjadi adegan di film nanti akan relatable dengan penonton. “Relatable” maksudnya penonton bisa ikut merasakan apa yang dialami si karakter.

Pada titik ini, mungkin akan muncul kekhawatiran di benakmu sebagai penulis: “Apa jaminannya bahwa yang relatable untukku juga relatable untuk orang lain (penonton)?”

Tidak ada jaminan.

Tapi, jika kamu sensitif (dalam artian peka) terhadap nilai-nilai hidup (life values) dan terus melatihnya sehingga semakin tajam, maka sangat mungkin apa yang menjadi keresahanmu adalah keresahan banyak orang juga.

Ingat apa yang dikatakan si bapak bijak, Mahatma Gandhi:

“Kenyataan yang terbuka untukku, pasti juga terbuka untuk orang lain” 

Saya beri tahu satu rahasia. Meski ini bukan hal baru. Media berita yang menjunjung tinggi misi jurnalisme juga sadar ini. Mana-mana peristiwa yang dipikir perlu disorot supaya menjadi keprihatinan bersama atau keresahan publik, media bertugas menyorotnya sampai tuntas.

  • Kalau kamu berfikir bahwa hanya kamu yang resah dengan masa depanmu, kamu salah. Ada jutaan anak seusia kamu yang juga berbagi keresahan yang sama. Jadi, topik atau premis tentang cita-cita di masa depan akan relatable buatmu dan buat jutaan orang lain.
  • Kalau kamu berfikir bahwa hanya kamu yang resah dengan intoleransi dan dikotomi mayoritas-minoritas di Indonesia, kamu salah. Ada jutaan orang Indonesia juga merasakan keresahan yang sama. Jadi, topik atau premis tentang intoleransi dan diskriminasi akan relatable buatmu dan buat jutaan orang lain.
  • (begitu juga dengan keresahan/keprihatinan lainnya: parenting atau pola asuh yang tidak sehat, bully, perpecahan, ketergantungan pada gadget, berkurangnya interaksi nyata antarmanusia, semakin sulitnya bertemu orang yang benar-benar jujur, dan lain sebagainya).

Kupikir cukup ya. Tidak perlu ragu soal relatibility ini. Tapi tentu saja, cara dan proses yang kamu lakukan untuk mengemas premis ini menjadi screenwriting (skenario film) akan menentukan apakah pesan yang ingin kamu suarakan sampai kepada penonton atau tidak.

Jika penonton sampai menangis, tertawa terpingkal-pingkal atau merasa termotivasi menonton sebuah film, maka tujuannya sebagai karya seni tercapai. Jangan lupa, seni bertujuan untuk membangkitkan emosi manusia. Sebagai bagian penting pada tahap awal, penulis skenario pun ikut bertanggung jawab untuk itu.

Cara Terbaik Mendapatkan Premis

Apakah teknik yang dipakai Ernest adalah cara terbaik buat kamu?

Belum tentu.

Karena setiap orang memiliki metode dan proses berkesenian yang berbeda-beda. Latar belakang dan lingkungan masing-masing orang itu khas.

Sebagai anak SMA, kamu punya keresahan yang sangat mungkin berbeda dengan Ernest yang sudah terbilang sukses sebagai seniman di industri perfilman.

Ernest tidak (lagi) bergelut dengan apa yang kamu alami sekarang. Saat ini mungkin kamu sedang berada pada salah satu posisi keresahan ini

  • Sehabis SMA aku ingin melanjutkan kuliah. Orangtuaku bakal setuju nggak ya sama jurusan pilihanku nanti?
  • Sehabis SMA aku maunya langsung bekerja. Tapi, di situasi sulit seperti sekarang, lulusan SMA bisa apa ya untuk mencari kerja yang layak?
  • Di kelasku, aku sulit mendapat teman yang benar-benar sahabat. Aku harus bagaimana?
  • Perasaan, dulu perasaan tubuhku baik-baik saja. Kok sekarang aku merasa aneh. Apakah pubertas memang seaneh ini?
  • Eh, si itu, kok apa-apa disukai cowok. Memangnya aku kurang menarik apa sih?
  • (dan sederet keresahan lainnya).

Ini menunjukkan bahwa faktor usia, lokasi, kondisi sosial-ekonomi, etnisitas dan seterusnya turut menentukan proses kreatif yang cocok untukmu sebagai penulis pemula.

Oke.

Jadi, fix ya. Setiap penulis memiliki alur proses kreatifnya sendiri.

Meskipun demikian, ada prinsip yang tak bisa ditawar dalam industri perilman ini. Semuanya bergerak cepat dan efektif. Jika kamu tak cepat dan efektif, kamu tidak akan dilirik, naskahmu tidak akan pernah digunakan untuk adegan.

Prinsip apa itu?

Ini:

“Jika kamu tak bisa menjelaskan sesuatu dengan sederhana, maka kamu tak cukup mengerti”.

Pepatah ini berlaku dalam penulisan skenario. Jadi, silahkan camkan baik-baik pepatah tersebut sebelum kamu memulai proses kreatifmu. Kamu harus bisa menjelaskan ceritamu dalam satu kalimat.

Pernahkah kamu mendengar istilah elevator pitch?

Ini adalah istilah yang menjelaskan sebuah perandaian dimana kamu bertemu seorang produser ternama di sebuah lift dan tiba-tiba ia menanyakan apa yang sedang kamu kerjakan. Penjelasan panjang dan bertele-tele tidak akan membuatnya tertarik, sementara beberapa detik kemudian, ia sudah tiba di kantornya, meninggalkan kamu yang masih belepotan menjelaskan. Jelaskan dengan singkat, lugas, dan tepat.


Apa saja yang terkandung dalam premis?

Lebih lengkap, premis adalah pernyataan cerita dan masalah yang menggerakan cerita.

Dalam sebuah premis terkandung:

(1) karakter & atributnya,

(2) aksi/tindakan,

(3) situasi/tujuan.

Biasanya, ketika menulis premis, nama karakter belum disebut, melainkan menjelaskan atributnya.

Berikut contoh-contoh premis beberapa film Pixar yang terkenal (film Pixar selalu menjadi contoh yang baik, karena premisnya sederhana dan mudah diidentifikasi):

 

1. "Finding Nemo": Seekor ikan badut menantang marabahaya di samudera lepas untuk mencari anak semata wayangnya yang diculik oleh seorang penyelam tak dikenal.

2. "Toy Story": Sebuah boneka koboi kesayangan pemiliknya merasa terancam & cemburu dengan kedatangan mainan Astonot baru.

 

Sekarang apa premis ceritamu? Coba jabarkan dan identifikasi ceritamu ke dalam satu kalimat. Sisihkan dulu detail-detail, karena kita belum sampai pada tahap itu. Lihatlah big picture-nya, identifikasi strukturnya, dan jangan lekas melaju ke tahap berikutnya sebelum premis ceritamu solid.

Coba diskusikan premis ceritamu dengan teman-teman sekelasmu. Bahas bersama kemungkinan-kemungkinan lain. Tampung semuanya dan jangan kesampingkan pendapat teman-temanmu. Pada tahap ini, kamu memang harus terbuka dengan segala kemungkinan. Begitu kamu yakin dengan premis ceritamu, lanjutkan ke tahap berikutnya.

Ingat: Dalam satu kalimat premis, ketiga unsurnya (Karakter/atribut, aksi/tindakan, serta situasi/tujuan) harus ada.

 

Coba, mana premismu?


Disadur seperlunya dari Kelas.Com dan Studio Antelope

 

Tutorial Penulisan Naskah Skenario Film oleh Ernest Prakasa

Sebagai sebuah karya seni peran, film – terutama yang bagus – selalu memukau para peminatnya. Lewat film, banyak cerita nyata orang lain serasa hadir kembali di layar kaca. Melalui film, cerita khayal hasil gagasan seorang penulis serasa hadir menjadi peristiwa nyata. Film, sama halnya dengan teater, menjadi instrumen yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan. Mulai dari yang sederhana hingga pesan yang kompleks, rumit dan berliuk-liuk.

Meski ada perbedaan antara film dan teater, namun secara substansi keduanya sama-sama bergelut dalam bidang seni drama atau seni peran (kerap kita kenal dengan istilah akting).


Sebagai penikmat film secara khusus atau seni teater secara umum, barangkali banyak dari kita yang penasaran:

Film ini bagus. Aktornya hebat. Sinematografinya keren. Ide ceritanya juga menarik. Tapi bagaimana ya caranya kok bisa ide dari sebuah novel atau cerpen menjadi film?

Jawabannya akan kita temukan pada seberapa hebat penulisan skenarionya.

Kabar gembiranya: Saat ini, menjadi penulis skenario adalah profesi yang menjanjikan.

Pada sebuah pertemuan dengan para wartawan beberapa tahun lalu, Manoj Punjabi, produser sekaligus bos MD Entertainment, mengungkapkan pengalamannya.

“Mencari penulis itu susah sekali, saya pernah dua bulan enggak dapat sinopsis film yang bagus. Berbeda dengan di Amerika karena di sana banyak sekali SDM (sumber daya manusia) yang berkualitas. Tapi, di Indonesia hanya bisa dihitung dengan jari”


Kamu yang saat ini masih duduk di bangku SMA, coba deh kamu lihat lagi materi Seni Teater pada mata pelajaran Seni Budaya. Ulasan teoretisnya cukup lengkap. Tapi, tidak ada tutorial tentang penulisan skenario.

Nah, disini Saya teruskan tutorial Penulisan Skenario oleh Ernest Prakasa. Kalian tentu tak asing lagi dengan Ernest, bukan?

Just google it.

Kamu akan bertemu dengan seorang stand-up comedian hebat, produser yang berprestasi, sutradara bertangan dingin, sekaligus aktor berpenampilan ciamik.

Kamu tentu tidak akan bisa menjadi sehebat Ernest dalam satu malam. Apapun ceritanya, even the longest journey is begun with a first step.

Kalau kamu sampai pada bagian ini, mungkin kamu akan mulai membayangkan: “Bagaimana sih rasanya menjadi sebuah penulis skenario? Bisa nggak ya nanti aku berkarir sebagai penulis skenario untuk film-film yang akan muncul di bioskop beberapa tahun ke depan?”

Silahkan teruskan mimpi dan anganmu. Tapi tentu mesti tetap sadar dan waras: Hal besar selalu dimulai dengan tindakan kecil.

Yuk kita mulai dengan membaca dan memahami tutorial yang dia tulis sendiri. Materi yang Saya bagikan ini Saya dapat setelah membeli kelas pelatihan di situs Kelas.Com

Klik link ini untuk mengunduh.
Workbook Berkarir sebagai Penulis Skenario

2D versus 3D

Seni rupa memberikan gambaran tahap demi tahap atau masa demi masa peristiwa terjadinya penciptaan karya visual dahulu dan sekarang.

Sebagai bagian dari sejarah peradaban dunia dan manusia, seni rupa tidak hanya menyangkut masalah bentuk yang diciptakan. Tapi juga latar belakang atau harapan masyarakat pencipta seni rupa pada waktu itu.

Kajian sejarah seni rupa menunjuk bahwa seni rupa suatu bangsa berkembang karena mendapat pengaruh dari luar. Perkembangannya selalu menunjukan sebagai suatu pertumbuhan dari awal kemudian tumbuh. Pada suatu zaman, akhirnya perkembangan itu mencapai titip puncak, yang kerap diasosiasikan sebagai seni klasik.

Dengan demikian, sejarah seni rupa adalah suatu cacatan peristiwa terjadinya ciptaan visual dua atau tiga dimensional dari waktu ke waktu secara periodesasi.

Wujud Seni Rupa

Seni rupa, seperti namanya, menghasilkan karya seni dengan media yang mampu dilihat dan dirasakan oleh panca indra manusia. Seni rupa terbagi dikelompokkan menurut wujud, massa dan fungsinya yaitu:


Seni rupa berdasarkan wujud, terbagi menjadi dua jenis:

  1. Seni Rupa dua dimensi – merupakan karya seni yang memiliki dua ukuran, yaitu panjang dan lebar. Seni rupa dua dimensi hanya mampu dinikmati dari arah depan.
  2. Seni Rupa tiga dimensi -merupakan karya seni yang memiliki tiga ukuran, yaitu panjang, lebar dan tinggi/volume. Berbeda dengan seni rupa dua dimensi, seni rupa tiga dimensi mampu diminati dari berbagai arah.

Seni rupa berdasarkan massanya, terbagi menjadi tiga jenis:

1. Seni rupa tradisional

Merupakan karya seni rupa yang dihasilkan dari pola, aturan atau pakem tertentu. Seni rupa tradisonal bersifat statis, tidak berubah karena aspek-aspek dalam berkaryanya turun temurun dari generasi ke generasi yang menyebabkan corak-corak dari karya seni ini tidak mengalami perubahan.

2. Seni rupa modern

Merupakan karya seni rupa yang dihasilnya dari kreativitas dan inovasi dari ide-ide yang belum pernah ada. Seni rupa modern terkenal dengan unsur pembaharuannya dan mengutamakan aspek kreativitas. Seni rupa ini sifatnya individualis, coraknya bisa mengalamai perubahahan sesuai dengan keinginan individu itu sendiri. Contohnya adalah lukisan.

3. Seni rupa kontemporer

Merupakan karya seni yang munculnya tergantung oleh waktu diciptakannya karya seni tersebut. Oleh karena itu seni rupa kontemporer sifatnya kekinian sebab selalu diangkat dari situasi dan kondisi seniman.


Seni rupa berdasarkan fungsinya, terbagi menjadi dua jenis:

  1. Seni Rupa Terapan – merupakan karya seni yang bertujuan praktis dan sesuai dengan kebutuhan sehari-hari masyarakat, seperti senjata, keramik, rumah dan lain-lain.
  2. Seni rupa murni – merupakan karya seni yang diciptakan tidak memiliki tujuan tertentu, dihasilkan dari ide senimannya dan mengutamakan keindahan.

Kembali ke wujud atau dimensi.

Seni rupa 2 dimensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Hanya dapat dinikmati dari satu arah, arah depan atau arah belakang
  2. Memiliki koordinat X dan Y
  3. Memiliki dua ukuran, yaitu panjang dan lebar
  4. Tidak ada efek dari cahaya
  5. Frame memiliki layar yang terbatas
  6. Tidak terlalu banyak kombinasi warna, biasanya hanya warna dasar

Seni rupa 2 dimensi dapat ditemukan pada lukisan, foto, poster, banner, desain produk, karikatur, kaligrafi, mozaik, dan logo.

Sementara itu, Seni Rupa 3 Dimensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut

  1. Mampu dinikmati dari segala arah mata memandang, atas-bawah-kiri-kanan-depan-belakang
  2. Memiliki koordinat X,Y dan Z
  3. Memiliki 3 ukuran, yaitu panjang, lebar dan tinggi
  4. Frame memiliki layar yang luas
  5. Ada efek cahaya
  6. Penggunaan warnanya lebih kompleks dan memiliki gradasi-gradasi warna

Contoh-contoh seni rupa 3 dimensi dapat ditemukan pada kriya, patung, dan keramik.


Video animasi racikan Jim Wyler berikut mungkin bisa membantu menjelaskan.

Selamat Natal Papuaku

 

Daripadanya ada berkat melimpah,

yang terbentang luas di tanah Papua

Kini Dia lahir datang bagi dunia

Juga untuk kita semua

 

Kita terpisah gunung dan lembah

dan tidak saling bertatap muka

hanya lewat lagu ini

kami ucapkan

 

Selamat Natal Saudaraku Timika sampai Tembagapura

Selamat Natal saudaraku di Biak, Mappi dan Nabire

 

Selamat Natal Saudaraku di Paniai dan Waropen

Selamat Natal Saudaraku Serui, Duga dan Lanny Jaya

 

Selamat Natal Saudaraku di Membramo dan Tolikara

Selamat Natal Saudaraku yang di Sarmi dan Puncak Jaya

 

Selamat Natal Saudaraku di Jayapura dan Wamena

Selamat Natal Saudaraku Keerom dan Pegunungan Bintang

 

Selamat Natal Saudaraku Asmat, Dogiyai dan Intan Jaya

Selamat Natal Saudaraku Puncak Papua dan Supiori

 

Selamat Natal Saudara Deiyai dan kota Nusa Merauke

Selamat Natal Papuaku, Tuhan memberkati

 

Progresi Akor

“Pak, Saya sudah buat lirik dan notasi untuk tugas cipta lagu sederhana yang Bapak tugasin. Tapi nggak tau gimana caranya menentukan akornya. Bisa dijelasin lagi nggak, Pak?”

Begitu isi chat seorang Siswa di fasilitas Google Classroom. Selama pandemi COVID-19 ini kegiatan belajar-mengajar di sekolah memang berlangsung secara daring. Termasuk untuk tanya jawab dan diskusi.

Aku lihat Siswa ini cukup memperhatikan setiap materi yang kuberikan. Ada niat. Seperti sebagian besar murid-murid yang kubimbing.

Tentu selalu ada pengecualian. Tetapi itupun, tak melulu harus menyalahkan mereka. Belajar seni, secara umum, adalah hal yang menarik buat Siswa. Jadi, kalau ada Siswa yang ogah-ogahan mengikuti materi yang kuberikan atau tidak menunjukkan respons apapun, penyebabnya biasanya kompleks: faktor lingkungan, jadwal yang padat, sumber daya yang tersedia, termasuk cara pengajar menyampaikan materinya. Yang terakhir ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagiku.

Maka, respons seperti yang ditunjukkan siswa lewat chat tadi kubaca sebagai bukti antusiasme. Tentu saja: anak yang antusias layak mendapat perhatian.

Tuntutan kurikulum untuk tema Berkreasi Musik Kontemporer sendiri ada 3 yakni:

  1. Siswa mampu mendeskripsikan konsep dan teknik berkreasi musik kontemporer
  2. Siswa mampu memahami dan mengidentifikasi sejarah musik yang berkembang di dunia
  3. Siswa mampu memahami perkembangan musik kontemporer di Indonesia

Ketiga indikator ini bagus, tapi melulu melibatkan hafalan. Karena itu, kupikir: sebaik-baiknya pemahaman adalah jika dituangkan dalam praktek.

Maka dengan pengantar yang tentu tidak se-‘jelimet’ di bangku kuliah seni, kuberanikan untuk mengajak mereka menuangkan kreasi dan imajinasi seni dengan mencipta lagu sederhana.

Mulai dari memahami motif, menentukan narasi dan memahami progresi akor sederhana.

Nah, pada bagian progresi akor inilah kupikir perlu untuk dijelaskan ulang.

Apa itu Lagu?

Ringkasnya, lagu adalah puisi yang dinyanyikan.

Secara analogi, lagu adalah sebuah cerita lengkap dengan paragraf, kalimat dan tanda-tanda baca yang mendukung sehingga pembaca bisa memahami dengan mudah.

Sebuah lagu, dengan demikian, adalah sebuah komposisi dengan motif, perioda, frase, dan kadens yang mendukung sehingga pendengar bisa menikmati lagu dengan mudah.

Kembali ke akor.

Agar bisa menjadi sebuah akor yang tonal (karena ada juga yang atonal), nada-nada yang dimainkan dalam harmoni harus dalam interval yang pas.

Interval sendiri adalah jarak antara nada yang satu dengan nada yang lainnya. Jarak ini diukur dengan satuan tones dan semitones.

Apa itu tone dan semitone?

Anggaplah kita berpatokan kepada nada C tengah di piano.

Jika kita menekan nada C dan tuts hitam yang berada di sebelah nada C (nada C#), maka jarak itu dihitung sebagai satu semitones.

Sedangkan kalo kita menekan nada C dan nada D (tuts putih disebelah nada C), maka jarak itu dihitung sebagai satu tones atau dua semitones.

Progresi akor sendiri tidak bisa lepas kaitannya dengan interval tangga nada dan akor itu sendiri.

Definisi sederhana dari sebuah akor adalah gabungan dari beberapa nada yang dimainkan secara bersamaan, sehingga menghasilkan harmoni.

Setiap interval jika dimainkan secara bersamaan akan menghasilkan dua nuansa yang berbeda, yaitu konsonan dan dissonan.

Misalnya jika ingin menghasilkan akor mayor dari C maka harus memainkan nada C (root), E (major third), dan G (Prefect Fifth).

Jika kita merangkai akor berdasarkan rumusan di atas, maka jika kita menyusun akor dari tangga nada C maka tingkatan akor yang didapat adalah:

1. Akor C mayor (C-E-G atau 1-3-5), merupakan tingkatan akor tonika (I).

2. Akor D minor (D-F-A atau 2-4-6), merupakan tingkatan akor super tonika (ii).

3. Akor E minor (E-G-B atau 3-5-7), merupakan tingkatan akor median (iii).

4. Akor F mayor (F-A-C atau 4-6-‘1), merupakan tingkatan akor subdominan (IV).

5. Akor G mayor (G-B-D atau 5-7-‘2), merupakan tingkatan akor dominan(V).

6. Akor A minor (A-C-E atau 6-‘1-‘3), merupakan tingkatan akor submedian (vi).

7. Akor B diminis (B-D-F atau 7-‘2-‘4), merupakan tingkatan akor leading tone/subtonika(vii).

Jika diperhatikan, jarak antara nada tersebut memiliki kesamaan yaitu berselang satu nada diantaranya (Simetris).

Selanjutnya ialah menjelaskan jenis akor berdasarkan ‘kualitasnya’, yang dibagi dalam 4 jenis utama, yaitu mayor, minor, diminis, dan augmented.

Akor mayor memiliki jarak interval tones masing-masing 2- 1 1/2. Akor ini memiliki nuansa umumnya ceria dan dominan.

Akor minor memiliki jarak interval tones masing-masing 1 1/2 – 2. Akor ini memiliki nuansa sedih dan meredup.

Akor diminis memiliki jarak interval tones masing-masing 1 1/2-1 1/2. Akor ini memiliki nuansa miris dan serasa seperti ada nada yang kurang.

Akor augmented memiliki jarak interval tones masing-masing 2-2. Akor ini memiliki nuansa janggal dan serasa ada nada yang berlebih.

Selanjutnya, kadens.

Penggunaan di dalam setiap akor itu sendiri tidak bisa asal-asalan.

Anggaplah progresi akor itu adalah sebuah ‘kalimat’, maka setiap awal ‘kalimat’ harus diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Maka di dalam progresi akor, harus diawali dengan akor I dan diakhiri dengan akor I juga.

Di dalam setiap kalimat juga tanda pungtuasi lainya yaitu koma, yaitu sebagai pemisah bagian didalam kalimat.

Di dalam progresi akor juga ada semacam tanda ‘koma’, yaitu akor IV dan V.

Akor I, IV, dan V merupakan akor standar yang pasti bisa ‘nyambung’ sama semua lagu.

Dalam sebuah progresi akor terdapat semacam ‘hukum’ bernama kadensa.

Kadens berarti alur akor yang sudah pasti di dalam sebuah akhir kalimat dalam lagu, dan bersifat resolutif.

Macam-macam dari kadens yang umum terjadi di dalam progresi akor dalam karya musik termasuk lagu pop antara lain:

1. Kadens otentik

Sebuah progresi akor dimana nuansa “selesai” nya sangat terasa, progresi akor nya berupa V-I

2. Kadens separuh
Progresi akor yang nuansanya seperti masih menggantung atau belum “selesai” sepenuhnya, berupa I-V atau ii-V atau dari akor mana saja yang berakhir di akor V.

3.Kadens Plagal
Progresi akor yang nuansa nya bisa “selesai” tetapi tidak terlalu tegas. Di dalam musik gereja progresi akor ini biasanya digunakan untuk mengiringi kata “amen” pada akhir sebuah pujian. Biasanya berupa akor IV-I atau IV-iv-I.

Sedangkan akor ii, vi, dan vii biasanya menjadi akor jembatan di dalam lagu, tergantung dari pergerakan nadanya. Nah, kini sampailah pada bagian tersulit. Untuk prakteknya bagaimana?

We are going to need tons of practises. Mesti berlatih banyak-banyak dan sering-sering.

Karena bagaimana pun seseorang bisa “peka” dengan progresi akor tidak hanya karena paham teori, tetapi juga bisa merasakan pergerakan nada di dalam sebuah lagu.

Jadi, meski secara teori nada, tangga nada dan akor bisa diuraikan secara matematis, tetapi untuk mempraktekkannya dengan benar tetap saja setiap seniman harus melakukan olah rasa secara konsisten.