Kebudimuliaan
Kebudimuliaan seperti pernah kuulas di blog ini mencakup 16 nilai.
Keutamaan dan Nilai (Virtue and Value)
Orang kerap menyamakan virtue (keutamaan) dengan value (nilai). Padahal, keduanya berbeda.
Keutamaan adalah nilai yang dihidupi, nilai dalam tindakan, nilai yang dijalankan pada hidup keseharian. Sementara nilai adalah gagasan, atau tujuan; sifatnya aspirasional; dan sering gagal terjadi dalam hidup keseharian, tak seperti yang diinginkan.
Tujuan sejati kebudimuliaan adalah untuk merealisasikan ke-16 nilai di atas dengan cara menghidupinya secara konsisten dalam hidup keseharian. Hulu dari kebudimuliaan ialah sejak ia menjadi nilai (value), hilirnya ketika ia terus hadir sebagai keutamaan (virtue).
Maka, seorang Boemian atau seorang Glorielis adalah orang yang menghidupi nilai kebudimuliaan dalam hidup keseharian di sekolah dan di luar lingkungan sekolah.
Contoh Kasus: Nilai Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah nilai yang sangat terpuji. Semua orang suka dengan orang lain yang bertanggung jawab. Sebaliknya, tidak suka dengan orang yang tidak bertanggung jawab. Dengan demikian, tanggung jawab ini adalah nilai yang diinginkan.
Dalam kenyataan: tidak semua orang mau bertanggung jawab.
Begitulah nilai teoretis (das sollen) tidak selalu sama dengan nilai praxis (das sein).
Kita cek saja. Jika seluruh siswa dan guru di Budi Mulia ditanya apakah mereka menjunjung tinggi nilai tanggung jawab, tentu saja mereka akan menjawab IYA. Faktanya: dalam keseharian mereka ternyata kerap kurang bertanggung jawab atau malah tidak bertanggung jawab sama sekali. Ada jurang pemisah antara das sollen dan das sein.
Dalam hal ini, tujuan sejati kebudimuliaan adalah: seluruh siswa dan guru dikenal bertanggung-jawab karena memang sungguh menjalankan tanggung jawab dalam kehidupan harian di sekolah. Apa saja tanggung jawab seorang siswa? Apa pula tanggung jawab tenaga pendidik?
Kuduga masing-masing kita sudah tahu.
Frasa “dikenal bertanggung jawab” dan “memang bertanggung jawab” sengaja kubedakan. Mengapa? Sebab kerap pula seseorang dikenal bertanggung jawab, padahal tidak. Ternyata dia lihai memanipulasi perkataan seakan ia melakukan sesuatu yang benar padahal tidak. Ia pintar dan mencitrakan diri seakan ia menjauhkan sesuatu yang tidak benar, padahal tetap dilakukannya.
Tetapi kan ada pepatah yang orang percaya, yakni “sepandai-pandainya tupai melompat akan jatuh juga” (artinya: selihai-lihainya orang melakukan pencitraaan diri palsu akhirnya akan ketahuan juga), tetapi selama periode dimana si tupai tidak jatuh dan pencitraan palsu si manipulator belum ketahuan, ada berapa banyak orang yang tertipu dan menjadi korban?
Menciptakan Budaya Kebudimuliaan
Bruder Anastasius, BM (kiri) dan Bruder Polycarpus, BM (kanan) pada Sosialisasi Pendidikan Spiritualitas Budi Mulia di Aula Ronse SMA Budi Mulia Pematangsiantar, 18 Maret 2023.
Kita semua bisa menghargai tinggi nilai tanggung jawab, tetapi tidak semua kita memiliki keutamaan tanggung jawab itu secara konsisten dalam berbagai situasi dan beragam pihak yang kita hadapi.
Dengan cara serupa kita bisa memperlakukan lima belas (15) nilai kebudimuliaan yang lain. Kita menghargai tinggi nilai-nilai itu, tetapi tidak semua kita berhasil menjadikannya keutamaan.
Gagasan kebudimuliaan harus melalui perjalanan panjang sampai ia menjadi budaya.
- Gagasan kebudimuliaan harus menjadi nilai kebudimuliaan.
- Dihidupi terus dan menjadi kebiasaan, jadilah keutamaan kebudimuliaan.
- Kebiasaan yang terus dihidupi, inilah yang kelak menjadi tradisi/budaya kebudimuliaan.
Kalau mau mendaratkan perjalanan panjang ini pada aspek personal, maka seorang (calon) Glorielis harus memahami apa arti dari ke-16 gagasan kebudimuliaan itu.
Jika ingin mengajarkan budaya kebudimuliaan pada Joel, misalnya, maka seorang pendidik harus mengajarkan pada Joel gagasan-gagasan ini.
kedisplinan, kebersamaan, toleransi, rajin belajar, tanggung jawab, kerendahan hati, kesederhanaan, cinta kasih, kreatif-inisiatif-inovatif, keunggulan, kemandirian, religius, hidup bakti, ketabahan, integritas.
Sebuah tugas axiologi yang berat dan panjang sebelum ia menjadi axiopraxis.
Tentu saja. dalam konteks pengajaran, setiap pendidik tidak boleh melupakan dua prinsip sederhana ini.
Pertama, “Bagaimana cara mengajarkan Matematika pada Joel? Kenali Joel terlebih dahulu. Barulah ajarkan dia Matematika”
Kedua, “Tidak mungkin aku membagikan parfum ke Joel, tanpa aku sendiri menjadi wangi terlebih dahulu.”
Jika begitu, tugas pertama adalah mengenali terlebih dahulu situasi Joel, si calon Glorielis.
Apakah Joel tinggal bersama orangtua? Bagaimana kepribadian Joel? Bagaimana latar belakang ekonomi dan psikologis keluarga Joel? Sebenarnya apa motivasi awal Joel mendaftarkan diri masuk ke sekolah Budi Mulia ini?
Tugas kedua, sebagai pentransfer nilai kebudimuliaan kepada Joel, tentu saja guru yang mengajar Joel harus tetap mengingat filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Maka guru Joel harus:
- menunjukkan teladan kebudimuliaan kepada Joel (ing ngarso sung tulodo)
- hadir sebagai pribadi Glorielis bersama Joel dalam pelajaran di dalam dan luar kelas (ing madya mangun karso)
- mengawasi Joel dari belakang dalam perkembangannya sebagai siswa didik: apakah ia bertumbuh dalam nilai kebudimuliaan atau tidak (tut wuri handayani)
Tetapi nilai adalah ekspektasi aspirasional, ideal atau tujuan, yang tak selalu tercapai; sementara keutamaan adalah prinsip atau kualitas yang sudah aktual tercapai dan dapat diamati dan dialami langsung hic et nunc (disini, sekarang). Nilai lebih ke teori, sementara keutamaan itu lebih ke realitas. Nilai berdiri sebagai prinsip, sementara keutamaan adalah konformitas dengan prinsip.
Kebetulan, saat ini kita adalah guru bagi Joel dan teman-teman Joel.
Disini dan saat ini.
Dengan demikian, pendidikan kebudimuliaan bagi Joel berarti membahas, membicarakan dan mengevaluasi keyakinan, prinsip, ideal, kualitas, mutu, atribut, ekspektasi atau karakteristik Joel yang dihargai tinggi, diinginkan, didambakan, dipuji oleh teman sekelas, orangtua, guru-guru dan masyarakat luas.
Dengan pola pikir ini, mengapa hari ini kita menganggap Joel sebagai siswa yang berkarakter dan punya nilai, yakni karena kita sudah melihat apa yang sudah dilakukan dan dicapai Joel di masa lalu.
Cara sederhana untuk mengungkapkannya: nilai mewakili intensi, ekspektasi, dan aspirasi; sementara keutamaan mewakili intensi yang terelisasi, harapan yang menjadi kenyataan dan aspirasi yang menjadi tindakan.