Tabo do dekke na niura.
Masak so pola ni loppa.
Ai tung tabo do dengke naniura.
Dengke ni Toba Holbung partobi tao i.
Ai tung tabo do dengke naniura.
Dengke ni Toba Holbung partobi tao i.
Asam hape pangaloppana.
Uram-uramna limut ni tao i.
Ai tung tabo do dengke naniura.
Dengke ni Toba Holbung partobi tao i.
Ai tung tabo do dengke naniura.
Dengke ni Toba Holbung partobi tao i.
Reff:
O Amang, o Inang.
Loas au, loas au.
Lao diririt parToba Holbung i.
Da ingkon saut na ma au maen ni Toba.
Maen ni Toba Holbung partopi tao i.
Da ingkon saut na ma au maen ni Toba.
Maen ni Toba Holbung partopi tao i.
(Interlude)
Asam hape pangaloppana.
Uram-uramna limut ni tao i.
Ai tung tabo do dengke naniura.
Dengke ni Toba Holbung partobi tao i.
Ai tung tabo do dengke naniura.
Dengke ni Toba Holbung partobi tao i.
And now, the end is near
And so I face the final curtain
My friend, I’ll say it clear
I’ll state my case, of which I’m certain
I’ve lived a life that’s full
I traveled each and every highway
And more, much more than this, I did it my way
Regrets, I’ve had a few
But then again, too few to mention
I did what I had to do and saw it through without exemption
I planned each charted course, each careful step along the byway
And more, much more than this, I did it my way
Yes, there were times, I’m sure you knew
When I bit off more than I could chew
But through it all, when there was doubt
I ate it up and spit it out
I faced it all and I stood tall and did it my way
I’ve loved, I’ve laughed and cried
I’ve had my fill, my share of losing
And now, as tears subside, I find it all so amusing
To think I did all that
And may I say, not in a shy way
Oh, no, oh, no, not me, I did it my way
For what is a man, what has he got?
If not himself, then he has naught
To say the things he truly feels and not the words of one who kneels
The record shows I took the blows and did it my way
Almost heaven, West Virginia, Blue Ridge Mountains, Shenandoah River.
Life is old there, older than the trees, younger than the mountains, blowing like a breeze.
Country roads, take me home to the place I belong.
West Virginia, mountain mamma, take me home, country roads.
All my memories gather round her, miner’s lady, stranger to blue water.
Dark and dusty, painted on the sky, misty taste of moonshine, teardrop in my eye.
Country roads, take me home to the place I belong.
West Virginia, mountain mamma, take me home, country roads.
I hear her voice in the morning hour, she calls me, the radio reminds me of my home far away.
And driving down the road I get a feeling that I should have been home yesterday, yesterday.
Country roads, take me home to the place I belong.
West Virginia, mountain mamma, take me home, country roads.
Country roads, take me home to the place I belong.
West Virginia, mountain mamma, take me home, country roads
Take me home now, country roads,
Take me home now, country roads.
I have seen the mornin’ burnin’ golden on the mountain in the skies Achin’ with the feelin’ of the freedom of an eagle when she flies Turnin’ on the world the way she smiled upon my soul as I lay dyin’ Healin’ as the colors in the sunshine and the shadows of her eyes
Wakin’ in the mornin’ to the feelin’ of her fingers on my skin Wipin’ out the traces of the people and the places that I’ve been Teachin’ me that yesterday was somethin’ that I’d never thought of trying’ Talkin’ of tomorrow and the money love and time we had to spend Lovin’ her was easier than anything I’ll ever do again
Comin’ close together with a feelin’ that I’ve never known before in my time She ain’t ashamed to be a woman or afraid to be a friend I don’t know the answer to the easy way she opened every door in my mind But dreamin’ was as easy as believin’ it was never gonna end
(Interlude)
Wakin’ in the mornin’ to the feelin’ of her fingers on my skin Wipin’ out the traces of the people and the places that I’ve been Teachin’ me that yesterday was somethin’ that I’d never thought of trying’ Talkin’ of tomorrow and the money love and time we had to spend Lovin’ her was easier than anything I’ll ever do again
Comin’ close together with a feelin’ that I’ve never known before in my time She ain’t ashamed to be a woman or afraid to be a friend I don’t know the answer to the easy way she opened every door in my mind But dreamin’ was as easy as believin’ it was never gonna end. And lovin’ her was easier than anything I’ll ever do again.
Jose Feliciano
Lagu yang diciptakan oleh Jose Feliciano ini kemudian dipopulerkan oleh The Cats. Anehnya, banyak orang menuliskan bahwa lagu ini aslinya ditulis oleh Kris Kristofferson.
Daulat Hutagaol kemudian menggubah liriknya ke dalam bahasa Batak. Kemudian oleh para penyanyi Batak tersohor dinyanyikan dan ditulis sebagai lagu ciptaan Daulat Hutagaol. Sesuatu yang pantas disayangkan sebenarnya. Karena mengubah lirik apalagi sekedar menterjemahkan dari bahasa asli ke bahasa lain, itu bukan mencipta lagu.
Sebagai contoh, bisa kita lihat dari tangkapan layar video Marsada Band yang diambil tanggal 16 Januari 2021 ini. Tak ada pencantuman nama Jose Feliciano disana.
Kejadian sejenis juga Saya temukan pada versi Axido Trio.
Barangkali masih ada versi lainnya. Itu masih di Youtube, belum kita cek pada platform distribusi musik digital lainnya.
Soal pengakuan akan Hak Cipta ini tegas dalam Undang Undang Hak Cipta Tahun 2014. Apakah hal yang patut disayangkan ini terjadi karena pada saat digubah oleh Daulat, hal serupa belum diatur dalam perundangan kita? Saya belum menemukan informasi valid tentang itu.
Pasal 40 ayat (1) huruf n UUHC 2014 menyebutkan bahwa terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi merupakan Ciptaan yang dilindungi. Dalam bagian Penjelasan, yang dimaksud dengan “karya lain dari hasil transformasi” adalah mengubah format Ciptaan menjadi format bentuk lain. Sebagai contoh musik pop menjadi musik dangdut.
Pasal 9 ayat (1) huruf d UUHC 2014 menyatakan bahwaPencipta atau Pemegang Hak Cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan. Sedangkan menurut Pasal 40 ayat (2) UUHC 2014, lagu yang diaransemen ulang sebagai karya lain dari hasil transformasi dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli. Ini berarti bahwa Pencipta menguasai hak untuk mengaransemen maupun melakukan transformasi lagu ciptaannya. Tidak boleh ada seorangpun yang bisa melakukan aransemen baru/transformasi atas lagunya tanpa seizin Pencipta aslinya.
Pun seandainya kita tidak berkutat pada aspek legalitas, mestinya apresiasi sebuah karya tetap bisa diberi tempat khusus untuk pencipta aslinya.
Kembali ke Jose Feliciano.
Sesuai informasi yang bisa kita lihat di kanal Youtube Maria Wiesener, Feliciano lahir di Lares, Puerto Rico, pada 10 September 1945. Dia menderita buta permanen sejak lahir akibat congenital glaucoma. Feliciano kemudian pertama kali berkenalan dengan musik di usia 3 tahun, ketika ia mulai memukul-mukul kaleng sembari menemani pamannya yang asyik bermain Cuatro.
Pada usia 5 tahun, keluarganya pindah ke Spanish Harlem, New York City, dan di usia 9 tahun ia sudah ikut bergabung dengan Teatro Puerto Rico yang bermarkas di Bronx.
Ia memulai karir bermusiknya sebagai pemain akordeon hingga sang ayah, Benjamin Borges, memberinya gitar pertamanya dalam kotak kertas berwarna coklat. Sejak itu, ia memainkannya setiap ada kesempatan di kamarnya sampai 14 jam sehari sembari mendengarkan rekaman lagu Rock n Roll 1950-an, gitaris klasik seperti Andrés Segovia, dan pemain jazz hebat seperti Wes Montgomery. Ia kemudian mengambil pelajaran musik klasik dibimbing Harold Morris, yang juga adalah murid Segovia.
Pada usia 17 tahun, ia berhenti main di klub musik, memulai karir profesionalnya dengan kontrak untuk tampil di Detroit.
Belakangan ini cukup banyak repost dan viral sebuah tulisan dengan judul MELURUSKAN SEJARAH!! (dengan tanda seru) yang justru berisi sebuah distorsi luar biasa, bahkan (jika kita cermat membaca dan membandingkan dengan manuskrip dan bentuk lain peninggalan historis Nusantara), akan kelihatan bahwa tulisan tersebut tak lebih dari dongeng menyesatkan. Tulisan tersebut berisi sebuah narasi yang pada intinya ingin mengatakan bahwa Mahapatih Gajah Mada adalah seorang sosok Muslim luar biasa yang sebenarnya bernama Gaj Ahmada.
Tak kurang dari portal-islam.id (dengan fanpage beranggotakan 210 ribuan akun menjadi konsumen dari hoax viral) yang menyebarkan hasil “penelitian” Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah Yogyakarta tersebut. Silahkan dilihat di laman bersangkutan, sebelum dihapus oleh admin portal tersebut.
Dalam kaitan tersebut kita harus dapat dengan jernih melihat bahwa sejarah bukanlah dongeng yang cukup hanya dibuktikan dengan argumen otak atik matuk alias dengan nalar cocoklogi berdasarkan kemauan sendiri atau tujuan-tujuan tendensius. Masyarakat Nusantara harus cerdas dalam menangkap informasi yang tidak jelas latar kesejarahannya dengan berbagai bukti yang melingkupinya.
Viral tulisan tersebut sangat dimungkinkan didasarkan pada buku berjudul Kesultanan Majapahit ditulis oleh Herman Sinung Janutama, lulusan UMY Yogyakarta yang menulis buku tersebut tanpa didasari keilmuan selain otak-atik gathuk alias cocoklogi. Jika nama GAJAH MADA dipaksakan menjadi bahasa Arab Gaj Ahmada, pertanyaannya adalah memangnya hal tersebut dapat ditemui ada dalam prasasti, naskah kuno Negarakertagama? Atau ada dalam kitab Pararaton, Kidung Sunda, Usana Jawa? Apakah ada satu saja yg menulis Kosa Kata Jawa “Gaj” dan “Ahmada” ? Lalu apa arti kosa kata “Gaj” ? Ia merupakan kosa kata Jawa atau Arab?. Lalu apa arti dari kata Ahmada? Adakah orang Arab memakai nama Ahmada?
Dalam buku yang cenderung awur-awuran itu, penulis secara tegas menyatakan bahwa Raden Wijaya adalah dzuriyah (keturunan) Nabi Muhammad SAW dan beragama lslam. Pertanyaanya sederhana: Apa dasarnya?
Tidakkah penulis itu tahu bahwa Sanggrama Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawarddhana itu saat mangkat jenazahnya dibakar dan abunya dicandikan di Simping dan Weleri? Adakah dzuriyah Rasulullah SAW yang muslim matinya dibakar?
Mari kita baca naskah-naskah Majapahit mulai Negara kretagama, Kutaramanawa Dharmasastra, Kidung Banawa Sekar, Kidung Ranggalawe, Kidung Panji Wijayakrama, Kidung Sudamala, Kakawin Sutasoma, dll, termasuk prasasti-prasasti. Adakah pengaruh bahasa Arab dalam naskah-naskah tersebut?
Tulisan Bodoh Yang Membodohkan Bangsa
Tulisan-tulisan bodoh yang tanpa dasar ilmu tentang sejarah bangsa, sepintas bisa dianggap sebagai tulisan picisan yg tidak memiliki pengaruh apa-apa terhadap sejarah mainstream bangsa lndonesia. Tapi jika tulisan “sampah” dalam keilmuan itu ditopang oleh organisasi besar dan institusi negara dan akademisi, bisa merubah eksistensi dan citra bangsa.
Jika Borobudur bikinan Nabi Sulaiman dan Majapahit didirikan orang Arab keturunan Nabi SAW, akan terdapat simpulan bahwa pribumi lndonesia itu kumpulan manusia primitif yang tidak memiliki peradaban dan kebudayaan. Bagaimana bangsa lndonesia disebut beradab jika membikin candi saja tidak becus, menunggu kedatangan Bani lsrael. Nah, jika Bani lsrael dapat membangun candi yg sangat megah di negeri seberang lautan, adakah situs bangunan candi seperti borobudur di lsrael?
Jika Majapahit didirikan oleh dzuriyah Rasul SAW, maka tentu terbukti bangsa ini primitif dan tolol sampai sampai untuk membangun sistem pemerintahan saja tidak mampu, dan harus menunggu kedatangan orang Arab yang lebih beradab dan memiliki iptek canggih.
Jika itu benar bahwa bangsa ini tolol primitif sehingga untuk membangun kerajaan saja musti menunggu kedatangan orang Arab, adakah data sejarah yg menunjuk bahwa di jazirah Arab pernah ada kerajaan nasional seluas Majapahit dengan administratif sangat canggih?
Prasasti di Gresik
Prasasti di makam Kyai Tumenggung Pusponegoro, Gresik, berangka tahun 1114 H/ 1719 M, yang dicatut dalam tulisan “Meluruskan Sejarah!!” tersebut. Disebutkan bahwa prasasti itu menunjuk Kyai Pusponegoro yang merupakan trah Majapahit tapi adalah seorang muslim yang hidup di jaman Mataram.
Bagaimana prasasti era Mataram lantas diklaim era Majapahit? Prasasti ini meski masih berbentuk Surya Majapahit yaitu logo negara Majapahit, tapi sudah mendapatkan penambahan. Menganggap prasasti ini sebagai data dan latar kesimpulan bahwa Majapahit adalah kesultanan Islam tentu merupakan kesimpulan sekenanya dan cenderung mengada-ada.
Cocoklogi Tak Berbatas
Dasar logika “Otak-atik gathuk” sebenarnya bukan hal baru. Ia sudah digunakan misalnya dalam buku Serat Darmogandhul dan Suluk Gatoloco. Bedanya, di buku kolonial itu Bahasa Arab ditafsir menurut cocokologi bahasa Jawa, sementara dalam buku Kesultanan Majapahit bahasa Jawa ditafsir dengan bahasa Arab. Ini fenomena ilmu humor yang dapat memperkaya khazanah folklore lndonesia dan Arabia.
Kenapa ilmu cocokologi dengan nalar otak-atik gathtuk yang digunakan dalam buku Serat Darmogandhul dan Suluk Gatoloco serta Kesultanan Majapahit itu memperkaya khazanah folklore lndonesia dan Arabia? Karena logika umum dengan common sense tidak lagi digunakan, dimana logika semacam ini dapat dipandang sebagai logika alternatif khas Jawa yang muncul akibat tekanan kolonialisme Belanda yang secara sistematis membodohkan inlander.
Mari kita lihat contoh sewaktu penulis Serat Darmogandhul menafsir Al-Qur’an yang berbahasa Arab dengan nalar otak-atik manthuk bahasa Jawa:
“Dalikal” – Ono barang kang nyengkal.
“kitabula” – Kita buka.
“Laroibapi” – Pakaian kita kabeh.
“Huda” – Widi.
“Lilmutaqin” – Pel* kita den emutaken … ( dan seterusnya).
Begitulah tafsir cocokologi dengan nalar otak-atik gathuk yang dapat melenceng jauh maknanya dengan tafsir al-Qur’an mainstream yang disepakati. Artinya, ketika nalar otak-atik gathuk ala Salesmanship wal Gatoloco itu diterapkan dalam menafsir sejarah, kekeliruan fatal pasti terjadi karena dasar logika yang digunakan cenderung sak karepe dewe (semaunya sendiri).
Sekarang mari sejenak kita uji penafsiran nama Gajah Mada dengan ilmu cocokologi dengan nalar otak-atik gathuk yang menetapkan nama itu berasal dari kata Fatih Haji Ahmada yang berubah menjadi Patih Gaj Ahmada yang bermakna “Patih Haji Ahmada Sang Penakluk”
Sejak kapan nama Patih Gaj Ahmada digunakan? Dalam sumber prasasti, kronik, naskah kidung, atau dongeng lisan apa sekali pun nama superaneh itu digunakan?
Jawabnya:
Nama “Gaj Ahmada” untuk kali pertama digunakan oleh Herman Sinung Janutama dalam buku “Kesultanan Majapahit”.
Sebelum itu, belum pernah ada satu manusia pun yang menulis dan menafsirkan tokoh “Rakryan Mahpatih Amangkubhumi Pu Gajah Mada” dengan nama “Patih Gaj Ahmada”.
Pertanyaan penting yang bisa kita jawab bersama ialah: Setujukah Anda jika Gajah Mada diklaim Muslim? Jika tidak setuju, bantu teman-teman yang lain untuk ikut menyuarakan versi yang benar.
Dikompilasi dan disunting seperlunya dari halaman LESBUMI
Sebagai pelengkap pelajaran satire bagi para pemelintir Sejarah sebelumnya, masih berbicara tentang “pelurusan” sejarah a la “oneng” dari teman-teman kita dari tetangga sebelah, simak lagi satire kedua berikut ini.
Hari-hari ini, semakin kental dan kencang dibandingkan periode sebelumnya, kita semakin dididik untuk berdamai dengan kenyataan bahwa menjaga diri supaya tetap waras dengan segala macam kebisingan (noise) dan tidak jemu untuk menyuarakan yang benar (voice), ternyata butuh konsistensi tinggi. Tidak mudah.
Sesekali kita butuh untuk serius, membaca begitu banyak manuskrip, melatih diri untuk melakukan diskresi yang benar, tenggelam dalam dinamika dialektika yang bahkan tidak pernah terpahami sepenuhnya hingga ini.
Di lain waktu, kita butuh untuk berjenaka saja. Raut wajah serius dan dahi berkerut adalah (mungkin) bahan bakar yang justru ditunggu-tunggu dan diharapkan oleh siapapun yang ingin memelintir sejarah. Judulnya sih “meluruskan sejarah”, entah sejarah mana yang hendak diluruskan oleh Herman Sinung dan teman-temannya itu.
Tidak mudah menjadi tetap sadar dan tegar di tengah wacana lelucon yang diperlakukan serius itu, yakni bahwa Patih Gajah Mada adalah seorang muslim, nama sebenarnya GAJ Ahmada, singkatan dari Ghufron Awaluddin Jamal Ahmada. Jika Anda ingin menanggapinya secara jenaka, maafkan kali ini harus reaktif, bersama teman saya Made Tertiana sang guru yoga, Anda boleh melakukan argumentasi jenaka seperti pada gambar ini, tentu tidak serius:
Ketika Anda merasa bahwa kewarasan Anda kembali pulih setelah tersenyum dengan jenaka di atas, ajaklah teman-teman untuk menyadari kelucuan historis yang diciptakan oleh teman-teman dari tetangga sebelah itu. Mulai dengan mengajarkan mereka hal-hal sederhana seperti menerangkan koin di bawah ini dengan penjelasan yang sederhana pula.
Semoga, selain Anda, semakin banyak teman-teman Anda yang ikut tetap waras. Bersama Saya, Anda dan teman-teman Anda tentu saja setuju untuk #MenolakBodohDanTolol.
Al Fatih GAJ (Ghufron Awaluddin Jamal) Ahmada alias Patih Gajah Mada adalah panglima perang dari Sultan Hajj Zam al Farouq (Hayam Wuruk) yang pernah mengucapkan Sumpah Al Favva (Palapa) di negeri Majd al Wahid (Majapahit). Ternyata kekhalifahan sudah ada di Indonesia sejak jaman dulu.
Pendiri kerajaan Majapahit yaitu Raden Wijaya sebenarnya juga seorang muslim yang bernama Sayyid Wijaya. Begitu juga Ken Arok pendiri kerajaan Singhasari sebenarnya juga adalah muslim yang bernama Ken Arrokhman. Pendiri Candi Borobudur yaitu Raja Syailendra juga sebenarnya seorang muslim yang bernama Syaikh al Handra. Tunggul Ametung sebenarnya juga adalah leluhur sekaligus tokoh sejarah pelopor FPI purba yang nama aslinya adalah Dzun Ghul al Fentung.
Jadi jika ada yang bilang bahwa Śrī Kṛtarājasa Jayawarddhana (gelar bagi Raden Wijaya setelah bertahta) pendiri Kerajaan Majapahit adalah Narārya Sanggrāmawijaya (versi prasasti Kudadu), Dyah Wijaya (sumbernya Nāgarakṛtāgama) atau Rahadyan Wijaya (sumbernya Pararaton) itu semuanya sebenarnya adalah hoax, konspirasi dan rekayasa yang dibuat oleh sejarawan kafir untuk menghapuskan jejak Islam di Indonesia.
Donald Duck dan Mickey Mouse pun sebenarnya adalah nama rekayasa yang setelah dicuri kemudian diakui oleh dunia Barat serta diubah dari nama aslinya yang adalah Dzun al Dagh dan Mikhya Mahussa. Pencipta aslinyapun sebenarnya bukan Walt Disney tapi Wal Disniyyah yang sudah ada sejak abad hula-hula.
Bahkan Presiden Amerika yang sekarangpun Donald Trump ternyata aslinya masih keturunan Arab, namanya Dzun al Tharam. Satu lagi rahasia besar yang terungkap, Jokowi yang jadi pujaan umat kecebong itu sebenarnya adalah keturunan aseng, nama aslinya Cho Ko Wei, paham?
Makanya lain kali kalo belajar sejarah itu sehari penuh, jangan bolos. Jangan lupa makan micin yang banyak sambil minum Equil sampe mabok, biar pinter kayak eike.
Tolong dibaca judulnya kembali, bahwa ini adalah satire. Siapa tahu ada yang mau gunakan ini sebagai bahan taqqiyah baru, setidaknya lebih cerdaslah sedikit.
Ketika usia kita diatas sweet duck (60 tahun ke atas), biasanya kita akan menghadapi dan mengalami banyak kemunduran. Kemunduran-kemunduran yang bisa dikenal dengan sebagai B-12. Bukan vitamin B-12 anti beri-beri, tetapi pil pahit yang bisa manis jika kita legowo menerima dan meng-aku-i.
BOTAK
Rambut kita akan memutih. Perlahan-lahan rontok atas bawah.
BOGANG atau Ompong
Gigi kita akan semakin banyak yang palsu. Kita akan mencari makanan yang lembek.
BINGUNG
Kemampuan otak kita akan mulai menurun. Pikun, bahkan kadang sampai lupa dengan pasangan kita sendiri.
BLERENG
Penglihatan kita mulai kabur. Rabun akan membuat kita menerima bahwa kita tidak lagi bisa melihat dan mengerti sebanyak dan secepat kita muda.
BUDEG
Pendengaran kita jadi terganggu. Kita tidak bisa mendengar teman, suami/isteri bahkan anak sendiri jika mereka berbicara pelan. Jika mereka berbicara kencang dengan maksud supaya kita mendengar, kita akan mendengar nadanya seperti mau berantam. Menyakitkan.
BUNGKUK
Kita akan berjalan atau duduk tidak setegap saat masih jadi komandan, karena pengeroposan tulang.
BAWEL/BISU
Kita akan semakin cerewet dan rewel dalam segala hal. Kita juga akan semakin senang berbicara sendiri. “Bawelnya minta ampun. Itu lagi itu, itu lagi yg diomongin”, kata anak kita yang paling bungsu atau cucu kita di depan telinga kita sendiri.
Sebagian teman kita ada yang semakin pendiam, malas bicara, pelit ketawa, kemauannya susah ditebak.
BAU
Kulit kita akan mulai kendor. Mandi pun kerap jadi tidak bersih, pada bagian tertentu bisa berakibat bau. Anak, istri/suami, cucu kita suka memperhatikan hal ini. Kadang mereka ingin mengeluh, tetapi tidak jadi mereka sampaikan, takut kita tersinggung.
BESER
Kita akan sering buang air kecil, kadang tidak kuat menahan jadinya ngompol. Atau sebaliknya “buntu” tidak bisa kencing karena prostatnya bermasalah.
BEBELEN/Sembelit
Kita akan susah pup (buang air besar). Akibatnya kentut kita akan berbau busuk. Sistem pencernaan kita tidak seoptimal dulu karena otot-otot memang mulai kendor.
BUYUTEN
Kita akan gampang gemetaran, entah kena Parkinson atau karena khwatir tidak jelas, sebab dopamin dalam otak akan semakin berkurang.
BOKEK
Kita akan berkurang penghasilan. Jika pun ada dana pensiun, tidak lagi sebesar dulu. Kadang ini jadi beban pikiran. Kita tidak mau merepotkan anak. Kita mengharap anak-anak mengerti. Kadang mereka tidak menangkap maksud kita, kita diabaikan, akhirnya kita menjadi galau galau/gedek.
Selagi sempat, ayuk kita mempersiapkan diri semaksimal mungkin melawan B-12 ini hingga kita tidak mampu lagi. Ayuk kita …
Bersepeda-ria
Berwisata-ria
Ber-Facebook atau ber-WA-ria
Ber kumpul-ria
Bernyanyi-ria.
Jangan diam terus. Sebab jika diam terus, khawatir nanti jadi B-13, tambah B-nya satu, bego. Akhirnya, jangan peduli B-12. Seperti cucu kita yang “gahool” itu, kita juga sebaiknya “jangan lupa bahagia”.