Asal kau tau saja,
Sedetikpun tak pernah kau kuanggap.
Congormu lantang membahana
Syairmu memuakkan,
Pantunmu basi
Lirikmu miring berliuk tak berarah.
Memuakkan setiap jiwa yang punya rasa.
Pena berontak sejak pertama kau genggam.
Hendak menekuk diri
Bermuram durja
Tak sudi kau pakai menggores kata-kata
Cuma ia tak berdaya,
sebab nasibnya kau gantung
seperti bidak-bidak lain di papan caturmu.
Asal kau tau saja …
Rupa siapa di comberan,
Tuduhmu pada rekan sejawatmu
Padahal coreng-moreng di mata,
di hidung,
di mulutmu yang busuk
tercium hingga ubun-ubun kota
Kau rayu rakyatmu dengan candu surga,
Pekat membakar rindu katamu
Seakan rakyatmu pernah singgah di mimpi tidurmu
“Ayo, curahkan semuanya.
Tumpahkan sesak di dadamu
Biar lepas semua salibmu
Keluhkan samsaramu,
Tebalkan taqwa dengan iqra-mu,
yang menjerat lehermu tak kunjung menggapai nirwana”,
sejurus sebelum kau berambus,
membersihkan debu alun-alun dari kasut mahal itu.
Asal kau tau saja
darahku menggelegak sejak saat itu,
melihatmu tersenyum melihat langkah caturmu
Pikirmu,
Amarahku tak bergema,
suaraku tak dianggap massa
kau bungkam sejak sedia kala.
Tapi,
asal kau tau saja,
bila nanti saatnya tiba,
tak sudi aku meniru polesan kata-katamu,
menendangmu dari pertiwiku:
Sikat gigimu bersih
Ikhlaskan kuman bebas dari rongga mulutmu
Kenakan baju terbaikmu,
Ikat pinggangmu
Sisir rambutmu
Ketatkan sarungmu
Wahai, politisi busuk.
Pergi kau, bajingan!!!
Bintaro, 9 Nopember 2017