F#m D# E F#m D# E A
kesunyian ini lirih kubernyanyi
C#m D# B A E
lagu indah untukmu aku bernyanyi
F#m D# E F#m E
engkaulah cintaku cinta dalam hidupku
C#m D# B A E
bersama rembulan aku menangis
G# A Am E B
mengenangmu segala tentangmu oooh
C#m B A F#m B
ku memanggilmu dalam hati lirih
E F#m D# E F#m D# E A
engkaulah hidupku hidup dan matiku
C#m D# G#m B E A G#
tanpa dirimu aku menangis
A Am
mengenangmu
E B
segala tentangmu oooh …
C#m B G#m A
ku memanggilmu dalam hatiku
Interlude: E F#m E D# B
A E
aku bernyanyi
G# A Am E B
mengenangmu segala tentangmu oooh
C#m B A F#m B
ku memanggilmu dalam hati lirih
C#m B A F#m B
ku memanggilmu dalam hati lirih
(unattended)
kukenang dirimu
E F#m D# E
2. Trio Campuran: Cover Lagu “Lelaki dan Rembulan” Franky Sahilatua & Jane
Intro: Bm Em Bm Em C Bm D
Verse 1
G D G
Rembulan di malam hari
Bm Em
Lelaki diam seribu kata
Bm D
Hanya memandang
G D G
Hatinya luka… hatinya luka
Verse 2
G D G
Udara terasa berat
Bm Em
Karena asmara sesakkan dada
Bm D
Ketika cinta
G D G
Terbentur dinding… terbentur dinding
Reff:
Em Bm
Bukalah pintu hatimu
C G
Yang s’lalu membeku
Bm Em
Agar ku lihat lagi
C G D
Rembulan di wajahmu
C D G
Jangan sembunyikan
C G D G
Hatimu padaku
G Em C G
Lelaki… dan rembulan
Bm G
Bersatu di malam
D C G
Angin sepoi-sepoi
Interlude: Em C G C G C D
Verse 1
G D G
Rembulan di malam hari
Bm Em
Lelaki diam seribu kata
Bm D
Hanya memandang
G D G
Hatinya luka… hatinya luka
Verse 2
G D G
Udara terasa berat
Bm Em
Karena asmara sesakkan dada
Bm D
Ketika cinta
G D G
Terbentur dinding… terbentur dinding
Reff:
Em Bm
Bukalah pintu hatimu
C G
Yang s’lalu membeku
Bm Em
Agar ku lihat lagi
C G D
Rembulan di wajahmu
C D G
Jangan sembunyikan
C G D G
Hatimu padaku
G Em C G
Lelaki… dan rembulan
Bm G
Bersatu di malam
D C G
Angin sepoi-sepoi
D C G
Angin sepoi-sepoi (4x, fade out)
3. Band akustik: Cover Lagu “Pelangi dan Matahari” – BIP
[intro] A D F#m E D 2x
A
padang hijau
F#m
di balik gunung yang tinggi
Bm
berhiaskan pelangi
A
setelah hujan pergi
A
ku terdampar
F#m
di tempat seindah ini
Bm
seperti hati sedang
A
sedang jatuh cinta
[chorus]
A
ku bahagia
D
merasakannya
F#m E
andaikan aku bisa di sini slamanya
D
tuk menikmatinya
A
sungai mengalir
F#m
sebebas aku berfikir
Bm
hembusan angin dingin
A
membawa aku berlari
A
mensyukuri
F#m
semua yang telah kau beri
Bm
hati yang rapuh ini
A
kau kuatkan lagi
[chorus]
A
ku bahagia
D
merasakannya
F#m E
andaikan aku bisa di sini slamanya
D
tuk menikmatinya
A
ku bahagia
D
merasakannya
F#m E
andaikan aku bisa di sini slamanya
D
tuk menikmatinya
[Interlude]
F#m D 4x A D F#m E D
A
di sini s’lamanya.. di sini s’lamanya ..
D
di sini s’lamanya.. di sini s’lamanya ..
F#m E
di sini s’lamanya.. di sini s’lamanya ..
D
di sini s’lamanya.. di sini s’lamanya ..
A
di sini s’lamanya.. di sini s’lamanya ..
D
di sini s’lamanya.. di sini s’lamanya ..
F#m E
di sini s’lamanya.. di sini s’lamanya ..
[chorus]
A
ku bahagia
D
merasakannya
F#m E
andaikan aku bisa di sini slamanya
D
tuk menikmatinya
A
ku bahagia
D
lepas semua
F#m E
andaikan aku bisa di sini slamanya
D
tuk menikmatinya
A
di sini selamanya.. di sini selamanya..
D
di sini selamanya.. di sini selamanya..
F#m E
di sini selamanya.. di sini selamanya..
D
di sini selamanya.. di sini selamanya..
A
di sini selamanya.. di sini selamanya..
D
di sini selamanya.. di sini selamanya..
F#m E
di sini selamanya.. di sini selamanya..
D
di sini selamanya.. di sini selamanya..
A
di sini….
4. Solo Putri: Cover Lagu “Tetap dalam Jiwa” Isyana Sarasvati
Intro : F C Em Am F
tak pernah terbayang C Em Am
akan jadi seperti ini pada akhirnya F
semua waktu yang pernah C
kita lewati bersamanya Em Am
telah hilang dan sirna F C
hitam putih berlalu janji kita menunggu Em Am
tapi kita tak mampu F C
seribu satu cara kita lewati Em Am
tuk dapatkan semua jawaban ini Reff: F C
bila memang harus berpisah Em Am
aku akan tetap setia
F C
bila memang ini ujungnya Em Am
kau kan tetap ada di dalam jiwa F C
tak bisa ku teruskan Em Am
dunia kita berbeda F C
bila memang ini ujungnya Em Am
kau kan tetap ada di dalam jiwa F C
memang tak mudah tapi ku tegar Em Am
menjalani kosongnya hati F C
buanglah mimpi kita yang pernah terjadi Em Am
dan simpan tuk jadi history F C
hitam putih berlalu janji kita menunggu Em Am
tapi kita tak mampu F C
seribu satu cara kita lewati Em Am
tuk dapatkan semua jawaban ini Reff: F C
bila memang harus berpisah Em Am
aku akan tetap setia F C
bila memang ini ujungnya Em Am
kau kan tetap ada di dalam jiwa F C
tak bisa ku teruskan Em Am
dunia kita berbeda F C
bila memang ini ujungnya Em Am
kau kan tetap ada di dalam jiwa F G
Tak bisa tuk teruskan Am
Dunia kita berbeda F G
Tak bisa tuk teruskan Am
Dunia kita berbeda F G
Tak bisa tuk teruskan Am
Dunia kita berbeda F G
Tak bisa tuk teruskan Am
Dunia kita berbeda Reff: F C
bila memang harus berpisah Em Am
aku akan tetap setia F C
bila memang ini ujungnya Em Am
kau kan tetap ada di dalam jiwa F C
tak bisa ku teruskan Em Am
dunia kita berbeda F C
bila memang ini ujungnya Em Am
kau kan tetap ada di dalam jiwa
CREDITS:
Ari Bernardus Lasso, atau lebih dikenal dengan nama Ari Lasso (lahir di Madiun, Jawa Timur, 17 Januari 1973) adalah penyanyi pop Indonesia. Dia tercatat sebagai vokalis grup band Dewa 19 (1991-1999) yang akhirnya ia keluar dan menjalani karier sebagai penyanyi solo.
Franky Hubert Sahilatua (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 16 Agustus 1953 – meninggal di Jakarta, Indonesia, 20 April 2011 pada umur 57 tahun) adalah penyanyi balada berdarah Maluku asal Surabaya, Indonesia. Franky adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara, yang di antaranya adalah Jane Sahilatua dan Johnny Sahilatua. Namanya dikenal publik sejak paruh kedua dekade 1970-an, ketika ia berduet bersama adiknya, Jane Sahilatua, dengan nama Franky & Jane. Duet ini sempat menghasilkan lima belas album, semuanya di bawah Jackson Record. Setelah duet ini mengakhiri kerja samanya, karena Jane kemudian menikah dan hendak memusatkan diri pada keluarga, Franky lebih banyak bersolo karier. Tahun 2006, Franky diangkat menjadi duta buruh migran Indonesia bersama Nini Carlina oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).
BIP adalah grup band yang didirikan oleh tiga orang musisi yang hengkang dari Slank pada tahun 1996, yaitu Pay (gitar), Bongky(bass), dan Indra(keyboard). Kini formasi mereka dilengkapi oleh Ipang(vokal).
Isyana Sarasvati (lahir di Bandung, 2 Mei 1993) merupakan penyanyi dan penulis lagu berkebangsaan Indonesia. Isyana merupakan lulusan dari Nanyang Academy of Fine Arts, Singapura dan Royal College of Music, Britania Raya. Isyana yang menulis sendiri semua lagunya ini juga pernah menjadi penyanyi opera di Singapura.
Lirik “Far over the misty mountains cold” (simplified version)
Far over the misty mountains cold
To dungeons deep and caverns old
We must away, ere break of day
To find our long forgotten gold
The pines were roaring on the heights
The wind was moaning in the night
The fire was red, it flaming spread
The trees like torches blazed with light
The wind was on the withered heath
But in the forest stirred no leaf
There shadows lay (shadows lay)
Be night or day (be night or day)
And dark things silent crept beneath
Farewell we call to hearth and hall
Though wind may blow and rain may fall
We must away (we must away), ere break of day (ere break of day)
Far over wood and mountain tall
We must away
We must away
We ride before the break of day…
YouTube Video by Geoff Castelluci
Notasi Angka by Donald Haromunthe
Lirik “Far over the misty mountains cold” (extended version)
Far over the misty mountains cold To dungeons deep and caverns old We must away ere break of day To seek the pale enchanted gold.
The dwarves of yore made mighty spells, While hammers fell like ringing bells In places deep, where dark things sleep, In hollow halls beneath the fells.
For ancient king and elvish lord There many a gleaming golden hoard They shaped and wrought, and light they caught To hide in gems on hilt of sword.
On silver necklaces they strung The flowering stars, on crowns they hung The dragon-fire, in twisted wire They meshed the light of moon and sun.
Far over the misty mountains cold To dungeons deep and caverns old We must away, ere break of day, To claim our long-forgotten gold.
Goblets they carved there for themselves And harps of gold; where no man delves There lay they long, and many a song Was sung unheard by men or elves.
The pines were roaring on the height, The winds were moaning in the night. The fire was red, it flaming spread; The trees like torches blazed with light.
The bells were ringing in the dale And men they looked up with faces pale; The dragon’s ire more fierce than fire Laid low their towers and houses frail.
The mountain smoked beneath the moon; The dwarves they heard the tramp of doom. They fled their hall to dying fall Beneath his feet, beneath the moon.
Far over the misty mountains grim To dungeons deep and caverns dim We must away, ere break of day, To win our harps and gold from him!
Tidak banyak lagu rakyat (folk song) dengan hiruk-pikuk latar belakang historis setengah mitologis yang konon ceritanya (folk lore) tersebar luas di seluruh penjuru dunia bajak laut berhasil didaur ulang dan masih mendapat atensi publik yang luas. Ada beberapa, tetapi tidak banyak.
Salah satunya ialah lagu“Wellerman”ini. Sebuah lagu dengan lirik yang kaya akan simbol dan tanda yang patut ditafsir dan direnungkan apa maksudnya.
Wellerman ini berkisah tentang apa sih?
Konon, dahulu kala ada sebuah kapal penangkap ikan paus yang diberi nama Billy o’ Tea. Dari nama ini saja sudah muncul sebuah keunikan. Mengapa? Umumnya nama kapal dinamai dengan nama feminin dengan harapan supaya segenap awak kapal yang hampir seluruhnya laki-laki terkompensasi afeksinya terhadap lawan jenis yang tak terjangkau nun jauh di daratan sana. Sementara kapal ini dinamai Billy. Lalu, O’Tea atau “of Tea” ini maksudnya apa sih? Seperti ada bau-bau dan memori kolektif atas praktek penjajahan, bukan?
Jadi begitulah, para awak kapal ini terus berharap supaya Sang “wellerman” segera tiba dan membawakan mereka perlengkapan dan kemewahan yang mereka impikan selama ini. Kemewahan seperti apa sih yang mereka harapkan? Gula, teh dan rum (sejenis minuman keras).
Ha?
Itu saja?
Ya. Itu saja sudah menjadi kemewahan bagi para pelaut yang berada berbulan-bulan di lautan tanpa dibayar dengan upah uang, hanya pakaian pabrikan, tembakau untuk dilinting menjadi rokok dan kata-kata motivasi.
Ha?
Ya, motivasi dari si kapitan yang kongkalikong dengan pemodal a.k.abacot dan omong kosong khas crazy rich people yang kerap membuat kisah dramatis kesuksesan mereka dengan cerita penderitaan mereka bersusah payah dari nol hingga menjadi zillionaire tetapi lupa menyebutkan bahwa semua itu tak luput dari sumbangsih previlese yang mereka dapat, sebut saja misalnya “orang dalam”
Bisa begitu ya? Ya bisa. Sekarang pun masih banyak orang yang sudi menghamba kepada penguasa yang culas tetapi pintar bersilat kata. Jualan kata (ayat) masih laku keras kok.
Duh … kok jadi melebar pembahasannya. Oke, kembali ke “Wellerman”
Jadi begitulah awak kapal disemangati dengan refrain bertempo cepat, secepat tangan kasar mereka mendayung kapal sehingga kapal melaju terus. Refrain (chorus) berisi pengharapan bahwa “tonguing‘” (merujuk pada praktek memotong sirip ikan paus dan mengubahnya menjadi minyak yang sangat mahal harganya) akan segera terjadi. Kira-kira, untuk konteks pekerja sekarang, mirip dengan keriuhan dan euforia setiap tanggal 25 atau tanggal gajianlah.
Malangnya, – seperti dikisahkan dalam ayat berikutnya secara akurat – para awak kapal mulai gelisah sebab motivasi dan determinasi sang kapitan bahwa paus buruan akan segera tertangkap tidak kunjung terjadi. Waktu berlalu, sementara tiga kapal lain yang membentuk kuartet kapal penangkap paus sudah kalah, tersesat atau menyerah dan memutuskan pulang tanpa membawa apapun ke daratan. Miriplah dengan motivasi dari pebisnis dan perintis startup yang – juga berjuang setengah mati melawan keraguan diri sendiri – yang setiap hari mem-briefing para karyawannya dengan isi pidato yang intinya mengajak para karyawan supaya bekerja keras sampai titik darah penghabisan, “yakinlah, jika kita tetap berjuang maka Perusahaan kita akan mencapai sukses, produk kita akan laku terjual”, kerap dengan meminjam cerita Steve Jobs dan Woz yang memulai Apple Inc. dengan kisah dramatis yang berawal dari garasi kecil.
Konon, sampai hari ini Billy o’ Tea is masih berjuang terus hingga mendapatkan tangkapan ikan paus yang mereka impikan. Dan si Wellerman masih terus mengingatkan mereka akan ganjaran yang bakal mereka dapat kalau mereka terus berjuang (making “his regular call” to strengthen the captain and crew.)
Sungguh, lagu ini adalah paduan folk song dan folklore yang ringkas dan padat tentang semangat kerja dan praktek cinta-benci antara pemilik modal dan kelas buruh (Meminjam istilah abang-abang gondrong progresif yang sampai hari ini masih mengkritik penguasa dan tetap setia pada rokok lintingan sebab benci setengah mati dengan konspirasi korporasi rokok dengan pemerintah. Oh iya, mereka juga konon senang minum kopi sebab teh entah bagaimana dianggap masih mengingatkan mereka akan trauma dijajah pada masa lalu. Bisa gitu ya?)
Panjang juga ulasannya ya. Tapi, bisa jadi, ada tafsir dan pendekatan lain. Apapun itu, lagu ini mengundang kita untuk bertanya, berdiskusi, menyanyi dan merayakan kembali kehidupan dan pekerjaan sebagai kegiatan yang khas manusiawi (homo laborans).
Itu sebabnya, kucoba tuliskan partitur angkanya. Supaya kamu yang ingin berlatih menyanyikan atau memainkannya dengan alat musik bisa terbantu. Mudah-mudahan.
Mungkin sesudahnya kamu ingin menjelajah lautan, selain “Nenek Moyangku Seorang Pelaut”, kamu boleh menyanyikan ini juga. Dengan teh dan rum di tangan, bunyi genderang di kiri dan kanan, siap menghadapi ganasnya ombak di lautan. Alamak ..
Secara musikal, yang membuatnya menarik ialah fakta bahwa lagu ini dinyanyikan dengan vokal belaka tanpa instrumen lain apapun kecuali gebukan si artis pada punggung gitar. Istimewa.
Partitur Angka
Lirik lengkapnya:
There once was a ship that put to sea The name of the ship was the Billy of Tea The winds blew up, her bow dipped down Oh blow, my bully boys, blow (huh)Soon may the Wellerman come To bring us sugar and tea and rum One day, when the tonguing is done We'll take our leave and goShe'd not been two weeks from shore When down on her a right whale bore The captain called all hands and swore He'd take that whale in tow (huh)Soon may the Wellerman come To bring us sugar and tea and rum One day, when the tonguing is done We'll take our leave and goDa-da-da-da-da Da-da-da-da-da-da-da Da-da-da-da-da-da-da-da-da-da-daBefore the boat had hit the water The whale's tail came up and caught her All hands to the side, harpooned and fought her When she dived down low (huh)Soon may the Wellerman come To bring us sugar and tea and rum One day, when the tonguing is done We'll take our leave and goNo line was cut, no whale was freed The captain's mind was not of greed And he belonged to the Whaleman's creed She took that ship in tow (huh)Soon may the Wellerman come To bring us sugar and tea and rum One day, when the tonguing is done We'll take our leave and goDa-da-da-da-da Da-da-da-da-da-da-da Da-da-da-da-da-da-da-da-da-da-daFor forty days or even more The line went slack then tight once more All boats were lost, there were only four But still that whale did go (huh)Soon may the Wellerman come To bring us sugar and tea and rum One day, when the tonguing is done We'll take our leave and goAs far as I've heard, the fight's still on The line's not cut, and the whale's not gone The Wellerman makes his regular call To encourage the captain, crew and all (huh)Soon may the Wellerman come To bring us sugar and tea and rum One day, when the tonguing is done We'll take our leave and goSoon may the Wellerman come To bring us sugar and tea and rum One day, when the tonguing is done We'll take our leave and go
Beberapa bulan lalu, seorang gadis menyanyi. Lagunya “Happier” membuatnya sontak terkenal. Didengar di seluruh belahan dunia. Olivia namanya. Lengkapnya: Olivia Rodrigo.
Sebagai pendengar musik, aku sebenarnya masih tidak nyaman dengan selera musik anak remaja sekarang yang apa-apa dibuat galau. Remaja yang mengaku anak senja sambil ngopi dan ngaku sedang berfilosofi sampai semua lagu dibuat mendayu-dayu seakan ciptaan sendiri dari ungkapan hati sendiri padahal hanya ikut-ikutan cover lagu.
Tapi kuakui Happier ini beda: liriknya dalem.
(Entah mengapa “dalem” ini deeper alias lebih dalam dibandingkan kata “dalam” itu sendiri. Satu lagi bukti bahwa etimologi semata tak bisa menjelaskan tingkatan rasa dalam kata-kata).
Sebagai mantan konsultan terhadap sesama insan yang pernah patah hati (ciaeeelah) aku bisa memahami suasana galau sehabis putus pacaran. Tak hanya seperti Jen Manurung ketika curhat pasangannya “Mardua Dalan” meninggalkannya dalam keadaaan galau sampai menyumpahi, Olivia menyanyikan lirik cewek patah hati paling jujur dan paling berani.
Untuk sejenak, semua gadis (terutama yang patah hati) merasa sangat relate dengan ungkapan sejujur ini. Mungkin kamu tidak mendengarnya di putar di coffee shop ketika nongkrong, karena konon lagu ini sangat personal.
Tapi boleh cek, sebelum mereka tidur, ya gadis-gadis galau itu, pasti putar lagu ini. Kuduga-duga: mutarnya tidak cukup sekali. Diulang terus. Sampai apa?
Entahlah. Hanya mereka yang tahu.
Namanya juga cewek ya kan: mereka ini punya semacam interkonektifitas hati di antara mereka. Semacam “lagu Olivia ini mewakili perasaan gue banget, pasti semua cewek lain di dunia ini setuju sama gue“. Gitu deh pokoknya.
Ya, seyakin itu mereka.
11-12 dengan keyakinan persatuan emak-emak seluruh dunia bahwa memasang tabung gas memang khusus tugas laki-laki.
Seorang teman bilang begini:
She (Olivia) just puts every girl most secret insecurities and shameful hurt into words so openly and unapologetically.
Oh okay. Jadi, selama ini banyak cewek memang insecure (minder) dan terluka karena malu dengan pengalaman cinta yang kandas, tapi tidak ada yang mengaku secara terbuka.
Baru dia ini, si Olivia ini.
Akhirnya karena penasaran, kucarilah liriknya di internet. Ini dia.
HAPPIER – Olivia Rodrigo
We broke up a month ago Your friends aren’t mine, you know, I know You’ve moved on, found someone new One more girl who brings out the better in you
And I thought my heart was detached For all the sunlight of our past But she’s so sweet, she’s so pretty Does she mean you forgot about me?
Oh, I hope you’re happy, but not like how you were with me I’m selfish, I know, I can’t let you go So find someone great but don’t find no one better I hope you’re happy, but don’t be happier
And do you tell her she’s the most beautiful girl you’ve ever seen? An eternal love bullshit you know you’ll never mean Remember when I believed you meant it when you said it first to me?
And now I’m pickin’ her apart Like cuttin’ her down make you miss my wretched heart But she’s beautiful, she looks kind, she probably gives you butterflies
I hope you’re happy, but not like how you were with me I’m selfish, I know, I can’t let you go So find someone great but don’t find no one better
I hope you’re happy, I wish you all the best, really Say you love her, baby, just not like you loved me And think of me fondly when your hands are on her I hope you’re happy, but don’t be happier
I hope you’re happy, just not like how you were with me I’m selfish, I know, can’t let you go So find someone great, don’t find no one better I hope you’re happy, but don’t be happier
Hmmm.
Pantesan. Memang sakit sekali rupanya yang ditinggalkan itu ya.
Maka, kalau Jen Manurung mengungkapkan kesakitan ditinggal itu dengan mengatakan “alai ingot ma ito mardalan do sapata“, Olivia memilih ungkapan yang sederhana tapi lugas: “Semoga kau bahagia, tapi tak lebih bahagia dibandingkan ketika bersamaku dulu”.
Dipikir-dipikir sambil ngudud dan ngopi, orang dewasa palingan akan berkomentar: “Oalah, pake puitis-puitis segala. Intinya: elo semua pada belom bisa move on. Bilang gitu aja napa?”
Tapi namanya juga lagu, karya seni. Tujuannya kan untuk memperhalus rasa. Dalam konteks curhat galau karena diputuskan pacar, sah-sah saja Jen Manurung dan Olivia Rodrigo mendendangkan perasaan sedih mereka.
Sampai disini, seakan-akan iklim remaja senja sedunia yang sudah sedekade melankolis terus, didominasi oleh sebuah premis jujur namun tendensius dari wanita patah hati: Laki-laki brengsek tak pantas lebih bahagia.
Itulah yang terjadi sampai tiba-tiba, out of nowhere, muncullah balasan dari seorang pria di video ini.
(Untuk memperoleh eargasm dari teknik unisono pria-wanita oktaf berbeda, gunakan headset)
Sederhananya, Si Cowok Tiktok Mata Sipit Rambut Blonde tak mau kalah. Dia, seakan mewakili jutaan cowok – yang nggak diterima maskulinitas mereka diobok-obok si Olivia – menggunakan nada dari lagu Olivia sendiri tetapi mengganti kata-katanya. Dia bilang begini:
Dia yang sekarang denganku membuatku merasa terbang tinggi. (Jleb)
Tentu kamu tahu, aku sekarang sudah bahagia.
Jauh lebih bahagia dibandingkan ketika bersamamu dulu.
(Sorry babe, doa jelekmu tidak terkabul)
Selama ini sudah lelah bersabar dengan semua sikapmu. Terbukti, kamu egois. Kamu hanya memikirkan diri sendiri. Kamu yang terburuk dari semua orang yang pernah kukenal.
Jadi, cobalah untuk ikhlas. Ikhlaskan aku.
Aku sudah menemukan seseorang yang lebih hebat, yang jauh lebih baik dibanding dirimu.
Seperti yang kamu bisa lihat sendiri: aku sekarang sudah bahagia.
Aku berharap kamu mendapat yang terburuk. Beneran.
(Tuh khan, aku jadi ikut-ikutan doa yang jelek)
Aku mencintainya. Sungguh. Jauh lebih besar daripada cintaku padamu yang dulu.
Jadi, kamu sekarang bisa mengingat wajahku sambil membayangkan kedua tanganku memeluk pinggangnya dari belakang. Dan ketahuilah, aku sekarang sudah bahagia. Jauh lebih bahagia.
Dadaaghhh sayang.
Nah, menurut kamu yang benar lebih bahagia, happier” (sesuai judul lagu dan balasannya yang sedang kubahas sesukaku ini) yang mana:
Olivia Rodrigo
Jen Manurung
Si Cowok Tiktok Mata Sipit Rambut Blonde
Atau, jangan-jangan: Mereka semua sebenarnya tidak lebih bahagia dari kita-kita ini? Sebab kalau dipikir-pikir lagi dengan ngudud dan ngopi Kapal Api, dengan ungkapan jujur dan berani seperti yang mereka lakukan ini, intinya sih mereka belum move on. Boro-boro bahagia, yang ada malah saling menyakiti padahal tidak bersama lagi. Buat apa coba?
I just wanna stay in the sun where I find
I know it’s hard sometimes
Pieces of peace in the sun’s peace of mind
I know it’s hard sometimes
Yeah, I think about the end just way too much
But it’s fun to fantasize
On my enemies who wouldn’t wish who I was
But it’s fun to fantasize
Oh, oh, oh, oh
Oh, oh, oh, oh
I’m fallin’ so I’m taking my time on my ride
Oh, oh, oh, oh
I’m fallin’ so I’m taking my time on my ride
Takin’ my time on my ride
“I’d die for you” that’s easy to say
We have a list of people that we would take
A bullet for them, a bullet for you
A bullet for everybody in this room
But I don’t seem to see many bullets coming through
See many bullets coming through
Metaphorically, I’m the man
But literally, I don’t know what I’d do
“I’d live for you” and that’s hard to do
Even harder to say, when you know it’s not true
Even harder to write, when you know that’s a lie
There were people back home who tried talking to you
But then you ignore them still
All these questions they’re for real, like
“Who would you live for?”
“Who would you die for?”
And “Would you ever kill?”
Oh, oh, oh, oh
Oh, oh, oh, oh
I’m fallin’ so I’m taking my time on my ride
Oh, oh, oh, oh
I’m fallin’ so I’m taking my time on my ride
Takin’ my time on my ride
I’ve been thinking too much
I’ve been thinking too much
I’ve been thinking too much
I’ve been thinking too much (Help me)
I’ve been thinking too much (I’ve been thinking too much)
I’ve been thinking too much (Help me)
I’ve been thinking too much (I’ve been thinking too much)
I’ve been thinking too much
Oh, oh, oh, oh
Oh, oh, oh, oh
I’m fallin’ so I’m taking my time on my ride
Oh, oh, oh, oh
I’m fallin’ so I’m taking my time
Takin’ my time on my ride
Whoa, oh, oh
Oh, oh, oh, oh
Oh, oh, oh, oh
I’m fallin’ so I’m taking my time on my ride
Oh, oh, oh, oh
I’m fallin’ so I’m takin’ my time on my-
I’ve been thinking too much (Help me)
I’ve been thinking too much (Help me)
I’ve been thinking too much (I’ve been thinking too much)
I’ve been thinking too much (Help me)
I’ve been thinking too much (I’ve been thinking too much)
I’ve been thinking too much (Help me)
Duo cowok keren tampil memukau. Lihat saja disini.
Pewartaan (kerygma) merupakan salah satu tiang utama Gereja dalam karya kerasulannya sebagai pengajar iman dan moral.
(Tiang lainnya yakni diakonia/pelayanan, koinonia/persekutuan, liturgia/perayaan dan marturia/kesaksian. Lebih lengkapnya silahkan teman-teman Katolik buka kembali diktat ajaran gereja, atau lebih mudah tinggal cari dengan mesin pencarian Google).
Sejauh ini, salah satu bentuk pewartaan yang paling umum adalah pertemuan katekese umat, baik di lingkungan maupun kelompok kategorial. Tapi di tengah situasi dan keterlibatan umat Katolik dalam pemutusan rantai penyebaran COVID-19 di Indonesia maupun seluruh dunia, tentu pertemuan langsung di lingkungan maupun kategorial sangat sulit. Kita harus mematuhi protokeler kesehatan yang mengharuskan kita menjaga jarak dan menjauhi kerumunan.
Jika demikian, bagaimana caranya mengemas katekese supaya tetap aktual dan tetap sampai serta diterima oleh umat?
Ingat ya, jadi ada 2 kata kunci, yaitu: SAMPAI dan DITERIMA
Mengapa harus Ikut Berkatekese?
Oh iya. Tapi itu kan tugas para pelayan Gereja, entah pastor, suster, frater, bruder atau para penguruslah itu?
Tidak. Tugas pewartaan Injil bukanlah melulu tugas hierarki atau lembaga hidup bakti, melainkan tugas semua umat, berkat Sakramen Baptis dan Krisma. Jadi, jelas ya: tugas semua umat. Artinya, kalau kamu umat Katolik, berkatekese adalah tugasmu juga.
Duh, gitu ya? Iya. Begitu.
Umat terpanggil untuk menjadi katekis volunteer, yaitu kaum awam yang melibatkan diri secara aktif dan sukarela dalam karya-karya pewartaan Gereja, mewartakan Injil kepada semua orang.
Tapi kan tidak semua orang dibekali dengan pengetahuan tentang teologi pastoral atau bahan-bahan katekismus? Tidak perlu untuk menjadi ahli. Toh sejak sekolah minggu hingga besar sekarang, kurang lebih kita tahu ajaran Katolik itu seperti apa.
Tapi itu pun, jika ada keraguan tentang isi dari katekese yang akan mulai kamu rancang, selalu ada orang dan sumber terpercaya yang bisa ditanya. Ada katekis di paroki tempat kamu tinggal, tanyalah. Jika kamu kenal ada pastor atau awam yang cakap secara akademis soal teologi juga, tanyalah mereka.
Jika ternyata mereka susah menjawab atau selalu sibuk dengan alasan ini dan itu, tidak masalah. Saat ini hampir semua sumber ajaran resmi tersedia di internet. Kamu tinggal cek saja situs-situs resmi Gereja Katolik, entah yang global seperti Vatican Va, yang nasional seperti KWI, yang lokal seperti Paroki Jalan Bali Siantar. Jika tidak bertemu langsung dengan bahan yang ingin kamu cari, biasanya ada tautan untuk bertanya atau menunjukkan kontak yang bisa dihubungi dan ditanyai.
Oke? Jadi tidak sesusah dulu lagi mestinya, tidak sesulit ketika kita belum mengenal internet.
Caranya Berkatekese yang Aktual itu Bagaimana?
Sebelum mulai, ada baiknya sadari dulu beberapa kenyataan ini.
Pertama, sekarang umat ada dimana? Di rumah atau tempat kerja masing-masing. Bagaimana menjangkau mereka kalau hadir di gereja atau lingkungan pun mereka tak bisa hadir karena jumlah peserta dibatasi? Sejujurnya mereka tidak begitu jauh kok. Umum sekali kita tahu bahwa semuanya sudah menggunakan perangkat yang bisa terhubung dengan jaringan internet, entah smartphone atau komputer. Umumnya memiliki Whatsapp, Telegram, Facebook, Instagram dan Tikotok. Atau salah satu dari itu.
Jadi, caranya untuk terhubung dengan mereka adalah dengan membuat konten katekese dan mengabarkan kepada mereka.
Kedua, bagaimana mengantarkan konten katekese itu supaya sampai ke mereka? Ibarat permainan sepak bola, jemput bola. Tidak menunggu bola menghampirimu untuk melanjutkan permainan. Kabarkan ke mereka bahwa kamu punya sesuatu untuk disampaikan dan barangnya sudah jadi. Entah berupa tulisan di blog sederhana seperti yang sedang kamu baca ini. Entah berupa podcast di Instagram atau Google Podcast, atau video di Youtube dan Facebook.
Harus di semua platform itukah kita mengabari mereka? Tak perlu. Satu atau dua saja yang kamu sendiri gunakan.
Ketiga, bagaimana tipsnya supaya katekese itu diterima oleh mereka? Ini menarik. Ada jutaan tulisan dan video tiap hari. Bagaimana supaya konten yang kita buat menarik mereka sehingga mereka terdorong untuk mendengar lebih banyak dari kita, sementara saat ini setiap orang bisa saja mengepos dan mempublikasikan apapun? Buatlah katekese yang berangkat dari situasi aktual, relevan dan kena dengan pendengar/pembaca/penonton sesuai platform yang kamu pilih. Tapi tidak hanya bahannya yang aktual, melainkan cara penyampaiannya juga.
Tidak akan langsung banyak orang yang melirik kontenmu. Hal itu terjadi pada semua bidang, bukan? Selalu sulit pada tahap memulai. Tentu saja harus realistis. Sediakanlah waktu yang cukup tanpa harus mengganggu kegiatanmu yang utama. Jika kamu siswa sekolah atau mahasiswa yang sedang kuliah, jangan sampai mengganggu waktu belajarmu. Jika kamu sudah bekerja dan berkeluarga, jangan sampai mengganggu pekerjaan utama dan waktu dengan keluarga.
Tapi jika ternyata tugas pokokmu berkaitan dengan katekese entah sebagai umat maupun sebagai klerus dan anggota lembaga hidup bakti, maka tentu kamu harus bergerak lebih cepat lagi. Belajar dan belajar lagi.
Apakah Konten itu harus Bagus?
Menang di era digital menjadi suatu keharusan bagi para pelaku bisnis digital saat ini. Kemunculan bisnis berbasis digital kian marak. Profit ialah tujuan utama setiap usaha, sehingga setiap bisnis harus memikirkan sustainability (keberlangsungan) usaha. Tetapi, yang sedang kita bahas saat ini tidak pertama-tama beriorentasi bisnis, bukan?
Karena jika itu orientasi dan motivasi awal, memang akan sangat mudah kecewa di tengah proses bahkan di awal perjalanan. “Wah, ternyata sangat susah. Harus beli ini-itu untuk perlengkapan dan peralatan multimedia-nya. Harus sewa digital marketer yang handal supaya kanal atau situsku cepat naik dan memperoleh trafik yang besar, dan lain sebagainya”.
Betul. Jika memang kamu meletakkan orientasi profit sebagai prioritas, sangat wajar kamu akan kecewa lalu tidak mau lagi melakukannya. Lalu kembalilah ke situasi awal, kamu berdalih: Biarlah itu tugas para pelayan Gereja, entah pastor, suster, frater, bruder atau para pengurus.
Tentu kita tidak ingin pesimis seperti itu, bukan?
Karena itu, mulailah dari hal sederhana yang bisa kamu lakukan. Mulai dari sesuatu yang aktual dan relevan denganmu. Mengutip ungkapan dari tokoh besar Mahatma Gandhi: “Kenyataan yang terbuka untukku, pasti juga terbuka untuk orang lain”
Saya beri contoh sederhana berupa konten dari Youtube.
Jika kamu senang bernyanyi, kamu boleh ikut bernyanyi. Misalnya seperti dicontohkan oleh para bapak dan ibu yang tergabung di Paduan Suara Cantate Domine Paroki Jl. Sibolga ini.
Jika kamu senang menyanyi dan membuat tutorial, kamu boleh meniru yang dilakukan teman Saya, Sastro Sihotang dengan konten tutorial bagaimana menyanyikan sebuah lagu untuk paduan suara ini.
Intinya, ada banyak sekali hal yang bisa kita lakukan, sesuai dengan apa yang kamu bisa dan biasa lakukan, bahkan tanpa mengandalkan pihak lain. Hanya kamu sendiri. Tanpa menunggu besok dan besok, sebab besok tidak ada habisnya.
Pergulatanmu memadukan identitas Katolik dengan etnisitas dari mana kamu lahir dan tumbuh, lewat peristiwa sehari-hari
Bincang-bincang iman dan membahas persoal aktual dari perspektifmu sebagai seorang umat Katolik
Review terhadap fasilitas gereja di tempatmu
Permenungan singkatmu tentang ajaran sosial Gereja yang sangat luas dan padat itu
(dan sederet ide lainnya yang tak mungkin bisa kusebut satu persatu di tulisan sesingkat ini)
BONUS: Sebuah Contoh Konkret Katekese Aktual
Ada aspek lain yang bisa kita perdalam untuk memastikan konten katekese itu sampai dan diterima pemirsa, yaitu bahan dan penyampaian yang aktual.
Dalam sebuah lagu pop Batak berjudul “Mauliate Ma” (Terima Kasih) yang dinyanyikan Shety Simamora ini, tersisip contoh katekese yang kreatif.
Katekese kreatif? Maksudnya bagaimana?
Artinya, si penulis lagu yakni Pengalaman Simamora (ketika itu masih menggunakan nama biarawannya: Frater Krispinus Simamora, OFM Cap) berupaya mengkristalkan nilai-nilai Katolik dalam muatan seni budaya lokal (lagu pop dalam bahasa Batak). Tak perlu banyak. Cukup dengan cuplikan beberapa detik (lihat di menit 4:08 – 4:13) berupa tayangan dimana sebuah keluarga memulai acara makan bersama di rumah dengan membuat tanda salib. Sesederhana itu.
Bukankah secara singkat seluruh kesaksian iman itu bisa terlihat secara visual dalam tanda salib? Bukankah kalau kita berani membuat tanda salib ketika makan di tempat makan, itulah kesaksian yang hidup?
Itulah yang ditampilkan lagi dalam video lagu ini. Digabung dengan syairnya, orang akan menemukan korelasi antara sikap beriman dan berbudaya. Oh, ternyata orang Katolik itu tetap membuat tanda salib ketika makan bersama. Tentu saja ini akan menggugah umat Katolik lainnya yang tidak lagi membuat tanda salib ketika makan bersama di tengah keluarga. Atau, jangan-jangan, sekedar makan bersama pun tak pernah lagi?
Jika pemirsa sudah sampai pada pertanyaan reflektif begini, kupikir kita setuju bahwa konten katekese yang dibuat itu sudah sampai dan diterima pemirsa. Tujuan katekese sudah tercapai. Saatnya membuat yang lain lagi.
Berhubung lirik dan lagunya sederhana serta melodinya pun mudah diikuti, mungkin kamu pun ingin menyanyikannya. Ini lirik lengkapnya:
Ho do da amang Ho do da inang Patureture au, mamparrohahon au di ngolungkon
Balga ni basam Na sai huhilala Mambaen sonang au Mambaen mekkel au Dohot donganhi
Dang tarbalos au Burju ni basam Ai holan tangiang do na tarpatupa au borumon
Mauliate ma amang di haburjuon mi Mauliate ma inang Di akka podami na sai huhilala
Sai anggiat ma nian sude na denggan i nang dohot podami anggiat gabe sulu di parngoluonhi Ho do da amang Ho do da inang Patureture au, mamparrohahon au di ngolungkon
(Interlude)
Balga ni basam Na sai huhilala Mambaen sonang au Mambaen mekkel au Dohot donganhi
Dang tarbalos au Burju ni basam Ai holan tangiang do na tarpatupa au borumon
Mauliate ma amang di haburjuon mi Mauliate ma inang Di akka podami na sai huhilala
Sai anggiat ma nian sude na denggan i nang dohot podami anggiat gabe sulu di parngoluonhi
Ai diingot ho dope itorap dakdanak uju i rap marmeam meam di hauma manag di balian i ho marlojong lojong di batangi laos hu adu sian pudi laos tinggang do ho ditiki i sap gambo bohimi
Ai diingot hodope ito nadiparsobanan i ima naso tarlupahon au tikki roma rimbus i laos hubukka ma da bajuki asa adonk saong saong mu tung massai gomos do ho huhaol asa tung las ma daging mi
(Reff) Hape dung saonari nunga leleng dang pajumpang dohot ho hasian nunga adong sappulu taon atik naung muli do ho Molo tung pe namuli pe taho dang na pola sala i hasian asal ma huida bohimi asa tung sonang rohakki anggo rokkap do ito Tuhan ta do umboto i
“Parsobanan” aslinya adalah “Loving Her Was Easier”
Banyak orang mengira lagu “Parsobanan” adalah lagu Batak asli, dan diciptakan oleh orang Batak.
Saking terkenalnya lagu ini di kalangan orang Batak, banyak yang mengira demikian. Tak kurang dari Marsada Band, band akustik yang ramai penggemar itu, turut mempopulerkannya.
Aslinya, lagu ini hanyalah gubahan lirik ke bahasa Batak dari lagu aslinya yang berjudul “Loving Her Was Easier” ciptaan Jose Feliciano (sebagaimana sudah diulas juga dalam blog ini).
Daulat Hutagaol, penulis lirik “Parsobanan” sendiri mengakuinya, seperti dimuat Dalihan Natolu News:
Selain menciptakan lagu rohani, Daulat Hutagaol juga menggubah lyrik lagu “Loving Her Was Easier” karya Josse Plesiona ke Bahasa Batak menjadi “Ai Diingot Ho Do Di Na Jolo”. Lagu ini hits di kalangan masyarakat Batak hingga saat ini. Dia juga menciptakan lagu “Pesta Adat”, “Joing” dan puluhan pop Batak dan Indonesia yang belum pernah direkam.
Hal ini patut disayangkan. Seandainya kita mau menjunjung tinggi etika kesenimanan, mestinya dalam koridor apresiasi sebuah karya, tetap ada tempat khusus untuk pencipta aslinya.