Kau Takkan Menyesal Mencintai Setiap Hari

Pada kesempatan kali ini, saya ingin menuliskan kritik terhadap lagu Every Day I Love You yang dipopulerkan oleh band legendaris Irlandia yakni Boyzone.

Supaya pembaca mempunyai sedikit gambaran, berikut saya tuliskan lirik selengkapnya:

I don’t know but I believe
That somethings are meant to be
And that you’ll make a better me
Everyday I love you

I never thought that dreams came true
But you showed me that they do
You know that I learn something new
Everyday I love you

‘Cos I believe that destiny
Is out of our control (don’t you know that I do)
And you’ll never live until you love
With all your heart and soul.

It’s a touch when I feel bad
It’s a smile when I get mad
All the little things I am
Everyday I love you

Everyday I love you more
Everyday I love you

‘Cos I believe that destiny
Is out of our control (don’t you know that I do)
And you never leave until you love
With all your heart and soul

If I asked would you say yes?
Together we’re the very best
I know that I am truly blessed
Everyday I love you

And I’ll give you my best
Everyday I love you


“Every Day I Love You” merupakan single terakhir dari Boyzone sebelum perpecahan mereka pada awal tahun 2000-an. Boyband asal Irlandia ini terdiri atas 5 personel, yaitu Keith Duffy, Stephen Gately, Mikey Graham, Ronan Keating, dan Shane Lynch. Proses perekaman lagu yang ditulis oleh Gary Baker, Frank Joseph Myers, dan Jerry Allan Williams ini dimulai dari Maret 1966 sampai dengan Januari 1997. Gary Baker dan Frank Joseph Myers dikenal sebagai penyanyi, penulis lagu, dan produser asal Amerika, sedangkan Jerry Allan Williams dikenal sebagai seorang penyanyi asal Swedia.

Lagu bergenre pop ini dirilis pada tanggal 22 November 1999. Lagu ini memuncak pada #3 di UK Singles Chart. Lagu ini telah menerima sertifikasi perak untuk pengiriman 200.000 kopi di Inggris. Lagu yang berdurasi 3 menit 42 detik ini telah ditonton 19 juta kali dengan 68 ribu likes, 2.2 ribu dislikes, dan 4 ribu komen di Youtube. Lagu berbahasa inggris ini dirangkai oleh pilihan kata yang membuat pendengarnya terjun ke dalamnya.

Saya tertarik untuk mengkritik lagu ini karena saya ingin melihat perbedaan makna yang terkandung di dalam lagu romantis era 90-an dengan lagu romantis era 2000-an.

Lagu ini bercerita tentang sepasang kekasih yang baru membina sebuah rumah tangga. Mereka berkomitmen untuk mengatakan “I Love You” setiap kali mereka akan berpisah. Setiap hari si pria pergi ke kantor dan sang wanita tinggal di rumah untuk mengurus rumah. Itu artinya setiap hari mereka mengucapkan “I Love You” satu sama lain.

Suatu hari mereka bertengkar dan tidak saling mengucapkan “I Love You” lagi. Si pria berangkat ke kantor, tetapi sebelum meninggalkan pintu rumah, tiba-tiba si wanita mengucapkan “I Love You” padanya, tapi ia tidak membalasnya. Beberapa jam kemudian, si wanita mendapat kabar bahwa suaminya mengalami kecelakaan dan telah meninggal. Si Wanita tidak menyesali apa yang telah terjadi karena sebelumnya ia masih sempat mengucapkan “I Love You” pada suaminya itu sebelum kecelakaan itu terjadi. Si wanita tetap tegar karena ia yakin bahwa ia dan suaminya itu akan terus mencintai setiap harinya.

Lagu ini bernada dasar D dengan tempo 82-85 M.M. (Andante) . Dinamika pada lagu ini diawali dengan dinamika lembut atau sering disebut dengan dinamika piano (p). Setelah masuk ke reff, volume agak dinaikkan sedikit sehingga membentuk dinamika agak keras atau sering disebut dengan dinamika mezzo forte (mf). Ketika hendak mengakhiri lagu ini, dinamikanya kembali menjadi dinamika piano (p).

Berikut adalah tampilan akor dari lagu “Every Day I Love You”

D G
I don’t know, but I believe
A D
That some things are meant to be
Bm G
And that you’ll make a better me
A D
Every day I love you
D G
I never thought that dreams came true
A D
But you showed me that they do
Bm G
You know that I learn something new
A D
Every day I love you

[Chorus]
A G Bm
‘Cos I believe that destiny
A D
Is out of our control
A G Bm
And you’ll never live until you love
G A
With all your heart and soul

[Verse]
D G
It’s a touch when I feel bad
A D
It’s a smile when I get mad
Bm G
All the little things I am
A D
Every day I love you

[Instrumental]
| D | G | A | D A |
| Bm | G Asus4 | A D | A D |

[Chorus]
A G Bm
‘Cos I believe that destiny
A D
Is out of our control
A G Bm
And you’ll never live until you love
G A
With all your heart and soul

[Verse]
D G
If I asked would you say yes?
A D
Together we’re the very best
Bm G
I know that I am truly blessed
A D
Every day I love you

[Outro]
Bm G
And I’ll give you my best
A D A D
Every day I love you, oh yeah


Lagu ini memiliki makna yang mendalam karena lagu ini dapat menggugah perasaan para pendengarnya. Melalui lagu ini, pendengar didorong untuk mengungkapkan cintanya kepada orang terkasih setiap harinya karena kita tak tahu bagaimana takdir yang telah direncanakan oleh Yang Mahakuasa. Dengan demikian, tak akan ada rasa penyesalan ketika orang yang kita kasihi itu harus pergi meninggalkan kita untuk selama-lamanya karena kita telah mengungkapkan rasa cinta kita kepadanya setiap hari.

Seperti yang telah Saya katakan di awal, Saya ingin membandingkan lagu romantis era 90-an dengan era 2000-an. Saya memilih lagu “Every Day I Love You” oleh Boyzone dan “Love Someone” oleh Lukas Graham.

“Love Someone” yang dirilis pada tanggal 7 September 2018 memiliki genre yang sama dengan lagu “Every Day I Love You” yaitu pop. Dilihat dari untaian liriknya, menurut Saya, lagu “Every Day I Love You” lebih unggul karena makna dan pilihan katanya lebih dapat menggugah perasaan si pendengar.

Dari segi musikalitas, Saya lebih mengunggulkan lagu “Love Someone” karena lagu ini dapat dibangun dengan simpel tetapi terkesan berkelas dengan pilihan alat musik akustik.

Sementara itu, “Every Day I Love You” – barangkali karena sudah sering didengar banyak orang, sehingga bagi Saya pribadi, membosankan.

Kesan Saya ini bisa saja berubah jika musikalitasnya diperkaya mengikuti perkembangan zaman ini tanpa menghilangkan keindahan makna lagu tersebut. Tentu saja ini bukan hal yang mudah. Tapi, siapa tahu ada yang mau mencoba. Barangkali salah satu dari pembaca sekalian.


Diubah seperlunya dari tulisan Nadya Winneke Purba, siswi XII IPA 1 SMA Budi Mulia Pematangsiantar T.A. 2019/2020

 

Mencinta Itu Tanpa Karena

Sebagai sebuah judul lagu, “Tanpa Karena” adalah frasa yang cukup mencuri perhatian penikmat musik. Meski Saya bukan seorang penikmat musik sejati, Saya termasuk salah seorang diantaranya. Judul yang sedikit ‘nyeleneh’ ini seperti hendak menubruk tembok rasionalitas yang umum kita pahami, yakni bahwa hukum kasualitas itu berlaku selama kita hidup.

Tanpa Karena awalnya dikenalkan oleh seseorang kepada Saya. Kemudian, saat senggang,  Saya mencoba untuk mendengarnya. Yuk, kita dengarkan bersama-sama.

Sekali lagi, selain menarik, Tanpa Karena juga ternyata mendorong. Buktinya, Saya terdorong untuk mendengarnya, lagi dan lagi.

Lagu ‘Tanpa Karena’ yang diciptakan dan dipopulerkan oleh Fiersa Besari atau yang biasa dipanggil ‘Bung’ ini dirilis pada tanggal 29 Oktober 2015 dalam sebuah Album Buku ‘Konspirasi Alam Semesta’ yang juga ditulis oleh Fiersa Besari.

Barangkali lagu ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat karena lagu ini hanyalah bagian dari buku karangan Fiersa Besari juga, yakni ‘Konspirasi Alam Semesta’.


Berikut lirik lengkapnya.

Ku tak peduli kalau kau bukan yang termanis
Ku tak peduli kalau kau bukan yang terpintar
Kau istimewa walau terkadang menyebalkan
Ketidaksempurnaanmu menyempurnakanku

Kita punya seribu alasan untuk menyudahi
Kita punya sejuta alasan untuk melanjutkan

Rasa ini tak kenal kedaluwarsa
Tak perlu selamanya, cukup sampai ujung usia
Lewati susah-senang pantang menyerah
Karena aku menyayangimu tanpa karena

Kelak tatkala usia kita delapan puluh
Dan tidak mampu lakukan apa-apa lagi
Uban keriput memenuhi kepala kita
Ku ‘kan menemanimu di kursi goyang
Kita bercerita tentang masa muda

Rasa ini tak kenal kedaluwarsa
Tak perlu selamanya, cukup sampai ujung usia
Lewati susah-senang pantang menyerah
Karena aku menyayangimu tanpa karena

Menjadi orang pertama kulihat setelah bangun
Menjadi orang terakhir kulihat sebelum tidur

Rasa ini tak kenal kedaluwarsa
Tak perlu selamanya, cukup sampai ujung usia
Lewati susah-senang pantang menyerah
Karena aku menyayangimu tanpa karena

Tak perlu selamanya, cukup sampai ujung usia
Lewati susah-senang pantang menyerah
Karena aku menyayangimu tanpa karena

‘Tanpa Karena’ dibuka dengan intro dari suara gitar dan kemudian masuk vokal dari Fiersa Besari. Lalu puisi yang menjadi lagu ini perlahan menggugah telinga dan hati pendengar tentang perasaan terhadap seseorang tanpa adanya hukum kausalitas.

Meski tanpa amarah dan caci-maki, Fiersa Besari seolah ingin meneriakkan kepada setiap pencinta bahwa sesungguhnya tidak ada cinta yang datang dengan sebab akibat. Masalah dambaan hati tidak pernah “disebabkan”. Hati datang dengan caranya sendiri, bahkan kita tidak bisa memilih karena Tuhan yang memilihkan dan kita yang menjadi korban dengan konsekuensi kekecewaan dan bonus kebahagiaan. Ia pun melanjutkan penggambarannya bahwa untuk menyayangi seseorang tidak perlu selamanya, cukup sampai ujung usia  (yang lebih realistis tapi anehnya lebih romantis).

Pesan yang ingin disampaikan pada lagu ini ialah: Sayangilah tanpa harus ‘disebabkan’. Hukum Kausalitas tidak berlaku dalam urusan hati. Tidak dibutuhkan sebuah alasan untuk menyayangi. Walaupun ada kekurangan dalam diri, maka akan saling menyempurnakan.


(Disempurnakan dari tulisan Agnes Sitorus, siswi XII IPA 3 SMA Budi Mulia Pematangsiantar, TA 2019/2020)

Impian Sarang

Foto: Indoartnow

Deskripsi

Lukisan karya pelukis Mulyo Gunarso ini berjudul “Impian Sarang”. Karya ini digarap pada tahun 2012 dengan ukuran 130×150 cm menggunakan cat akrilik pada kanvas. Lukisan yang berjudul “Impian Sarang” tersebut menampilkan subject matter sebuah sarang burung dengan keadaan alam yang indah di dalamnya. Alam yang digambarkan berupa gunung dan persawahan yang keadaannya masih alami dan indah. Subjek pendukung pada lukisan berupa pohon kering tau mati yang terlihat seperti habis dibakar dan awan pada background yang digarap secara transparan. Unsur warna yang terdapat pada subject matter adalah : warna coklat pada sarang, warna hijau pada pepohonan, kuning pada sawah dan biru keabu-abuan untuk warna gunung. Sedangkan untuk background, terdapat warna putih dan abu-abu yang terlihat transparan.

Dari segi teknik pembuatan karya, lukisan “Impian Sarang” digarap dengan teknik dry brush yaitu teknik sapuan kering. Bentuk atau form dari karya Gunarso ialah realistik dengan gaya surealisme. Proses penciptaannya terlihat penuh persiapan dan cukup matang tercermin dari hasil karyanya yang rapi, rumit, dan tertata. Gunarso sepertinya asyik bermain-main dengan komposisi. Ia mencoba menyampaikan kegelisahanya dalam bentuk karya dua dimensi yang menyiratkan segala kegelisahan melalui torehan kuas di kanvas dengan pilihan warna- warna yang menjadi karakter dalam karya lukisnya.

Analisis Formal

Representasi visual ditampilkan dengan bentuk realis yang terencana, tertata dan rapi, sesuai dengan konsep realis yang menyerupai bentuk asli suatu objek. Penggunaan gelap terang warna juga telah bisa memvisualisasikan gambar sesuai nyata. Penggarapan background yang transparan dengan warna abu-abu kontras dengan warna sarang yang entah disadarinya atau tidak. Sehingga jika dilihat dari kejauhan, background itu sendiri malahan lebih menarik perhatian audien dari pada subjek utamanya.

Dalam berkarya Gunarso mampu mengemas karyanya hingga memiliki karakter tersendiri yang mencerminkan bagian dari kegelisahan, latar belakang serta konflik yang disampaikan kepada audien, bagaimana dia mampu menarik dan memancing audien untuk berinteraksi secara langsung dan mencoba mengajak berfikir tentang apa yang dirasakan olehnya tentang issu yang terjadi di dalam negerinya, kegelisahan tentang kerusakan yang semakin parah.

Interpretasi

Dalam setiap karya seni sudah pasti terdapat makna dan pesan yang ingin disampaikan oleh seniman kepada audien atau masyarakatumum. Agar dapat mengetahui makna dan pesan dalam karya seni yang ingin disampaikan, kita membutuhkan intepretasi/ penafsiran untuk memaknainya yang didahului dengan mendeskripsikan. Dalam mendeskripsikan suatu karya seni, setiap orang mungkin saja sama karena mendeskripsikan adalah berkaitan dengan apa yang dilihatnya, tetapi dalam menafsirkan akan berbeda karena adanya perbedaan sudut pandang atau paradigma dari setiap orang.

Dalam lukisan yang berjudul “Impian Sarang” ini, sang seniman mencoba menampilkan keadaan negeri yang telah banyak kerusakan. Kerusakan tersebut digambarkan pada background yaitu pohon-pohon yang kering tak berdaun dan mati yang seperti terlihat habis dibakar. Selain itu, seniman juga menampilkan gambar asap atau awan yang menggambarkan polusi udara yang dihasilkan dari pabrik, gas buang kendaraan bermotor, dan juga pembakaran hutan yang sering terjadi di negeri kita. Sebenarnya kerusakan yang sudah terjadi di negeri kita bukan hanya pembakaran hutan yang mengakibatkan polusi udara yang parah, tetapi masih banyak lagi seperti banjir, tanah lonsor, kekeringan dan lain sebagainya. Pada lukisan ini seniman memilih pembakaran hutan sebai gambaran kerusakakan negeri kita karena setiap tahun hal itu terjadi dan terus berulang-ulang.

Kemudian pada lukisan ini juga terdapat sebuah sarang burung dengan keadaan alam yang indah di dalamnya. Sarang burung ini diibaratkan oleh seniman sebagai bumi atau negeri kita, yaitu sebagai tempat tinggal, tempat berlindung dan tempat beraktivitas sehari-hari. Sedangkan alam yang indah merupakan impian dari keadaan negeri kita yaitu tanah yang subur, udara yang segar tanpa polusi, air yang jernih dan keadaan yang damai. Keadaan seperti itulah yang sebenarnya diimpikan oleh seniman pada negeri kita.

Perkembangan zaman yang begitu pesat mengakibatkan manusia menjadi serakah, egois, individualis dan acuh tak acuh terhadap sesama juga terhadap alam. Hal inilah yang mengakibatkan kerusakan di negeri kita. Gunarso lewat karya lukisannya ini seolah ingin memberi penyadaran kepada kita, untuk memulai menyelamatkan dan melestarikan alam negeri kita.

Penilaian

Penialaian keindahan suatu karya seni tidak hanya berdasar objek yang dilukis tetapi juga menyangkut isi dan makna. Pada lukisan “Impian Sarang” ini merupakan karya yang berkualitas, karena selain unsur visualnya digarap dengan serius, lukisan ini juga sarat akan pesan moral. Lukisan ini bukan  memesis mutlak tanpa makna. Ada emosionalitas dan kepribadian Gunarso yang tertangkap dalam upayanya menyampaikan gagasan.


Penulis: Kevin Willys N. Samosir, siswa XII IPA 4 SMA Budi Mulia Pematangsiantar

Kejar Cintamu Meski Ia Tak Pernah Pergi.

Never Gone merupakan film China yang disutradarai oleh Zhou Tuoru, yang bercerita tentang percintaan. Dibintangi oleh aktor dan aktris terkenal Kris Wu (sebagai Cheng Zhen) dan Liu Yifei (sebagai Su Yun Jin) membuat penonton menaruh harapan besar terhadap film ini. Film ini pernah menduduki puncak peringkat Box Office negara itu, kemudian menghasilkan 70 juta yuan (S $ 14,1 juta) pada hari pertama. Ini meraup CN ¥ 336,6 juta di Tiongkok dan US $ 50,2 juta di seluruh dunia.

Kritik saya ini hanya akan memuat keterkaitan antara judul, genre, dan isi (ekspresivistik). Film ini diawali seorang wanita (Su Yun Jin) yang pindah ke sebuah sekolah terkenal di tengah kota. Ketika ia masuk ke sekolah itu Su Yun Jin kesulitan untuk mendapatkan nilai bagus. Kemudian ada seorang lelaki (Cheng Zhen) yang duduk tepat di belakangnya menawarkan diri untuk mengajarinya. Setelah selang waktu yang lama akhirnya Su Yun Jin bisa mendapatkan nilai yang bagus. Namun tanpa disadari Cheng Zhen menaruh hati padanya.

Pada waktu pesta perpisahan sekolah Cheng Zhen mengajak Su Yun Jin untuk berdansa, sewaktu mereka berdansa tiba-tiba lampu padam. Refleks, Cheng Zhen memeluk Su Yun Jin. Su Yun Jin pergi namun Cheng Zhen ikut mengejarnya. Ketika Cheng Zhen menghampiri Su Yun Jin, ia langsung menyatakan perasaannya kepada wanita itu. Namun Su Yun Jin hanya diam dan memberi Cheng Zhen sebuah ciuman.

Beberapa bulan kemudian Su Yun Jin telah kuliah di sebuah universitas yang berbeda dengan Cheng Zhen. Su Yun Jin bekerja di sebuah perpustakaan dan mulai menyukai seorang pria yang bekerja bersama dengannya kemudian berpacaran. Ia mengira bahwa hubungan mereka akan berjalan dengan baik namun kemudian si Cheng Zhen kembali menemukan Cheng Zhen kemudian mengajaknya untuk pergi bersama dengan pacarnya. Ketika pacar si wanita pergi untuk membeli minuman, Cheng Zhen kemudian memeluk Su Yunjin dan mencium bibirnya. Tanpa disadari ternyata pacarnya si Su Yunjin melihat kemudian akhirnya mereka putus.  Setelah itu Cheng Zhen terus berusaha walaupun beberapa kali mendapatkan penolakan dari Su Yunjin sampai akhirnya mereka berpacaran dan tinggal serumah. Namun setelah menjalani hubungan yang cukup lama suatu ketika si perempuan membuat sebuah masalah yang sangat fatal yang membuat Cheng Zhen akhirnya memutuskan untuk berpisah dan pergi meneruskan perusahaan ayahnya yang berlokasi di Amerika Serikat. Setelah itu mereka akhirnya berpisah dan menjalani aktivitas mereka sendiri. Namun setelah waktu lama akhirnya si wanita sadar dan menyusul si pria ke Amerika kemudian akhirnya mereka bersama.


Judul film ini adalah Never Gone dalam bahasa Inggris. Jika kita artikan dalam bahasa Indonesia artinya tak pernah pergi ataupun tak berpaling. Judul film ini menurut saya sangat berhubungan dengan cerita filmnya. Jika kita baca sinopsisnya atau menonton filmnya, si pria (Cheng Zhen) selalu berusaha mendapatkan si wanita ( Su Yunjin). Walaupun ada wanita lain yang menyukai Cheng Zhen tapi dia tidak membalas cinta mereka karena Cheng Zhen hanya berusaha mendapatkan Yunjin. Begitu juga dengan Yunjin walaupun ia juga pernah menjalin hubungan dengan pria lain namun ia tetap mencintai dan berjuang kembali untuk bersama Cheng Zhen. Barangkali inilah pesan moral yang bisa kita ambil dari film ini: Jika kau meyakini seserang adalah cintamu, kejarlah.

Film ini melulu diisi oleh romansa. Pertama, sewaktu pesta perpisahan mereka berdansa, berpelukan dan mereka berciuman di tangga. Juga di scene lainnya mereka berciuman di depan kuil dan juga ada adegan yang panas di sebuah kamar namun hanya menunjukan mereka hanya berciuman saja. Kedua, fokus pada percintaan film ini bukan hanya tentang Cheng Zhen dan Su Yunjin tetapi juga percintaan diantara teman Cheng Zhen dan Su Yunjin.

Adapun kekurangan film ini adalah adanya adegan potongan atau adegan yang dihapus di akhir film ini. Sehingga membuat saya mencari potongan filmnya di berbagai media. Namun walaupun begitu film ini merupakan film yang sangat menarik dan layak ditonton berulang-ulang.


(Disempurnakan dari tulisan Jonathan Hutabarat, siswa XII IPS-1 SMA Budi Mulia Pematangsiantar, T.A. 2019-2020)

Jangan Lupa Bahagia

Siapa yang sudah kenal dengan Kunto Aji atau yang kerap disapa dengan Maskun? Penyanyi asal Yogyakarta ini memulai karir nya sejak menjadi juara ke-4 dalam ajang bakat bernyanyi ‘Indonesian Idol’ musim kelima (2015) dan mulai dikenal masyarakat. Apalagi dia semakin terjun untuk berkarya dalam industri musik Indonesia. Dimulai dari album pertamanya yang berjudul ‘Generation Y’ dilanjutkan dengan album ‘Mantra – Mantra’. Dan dari ‘Mantra – Mantra’ inilah lagu Sulung diciptakan.

Menurut saya, ‘Mantra – Mantra’ berisikan sembilan lagu yang mengangkat mengenai masalah mental manusia. Kunto Aji alias Maskun pernah mengatakan bahwa masalah kesehatan mental bukan melulu tentang orang-orang yang depresi bahkan bunuh diri. Namun, kita juga harus menyadari bahwa sering kali dalam kehidupan sehari-hari, kita merasakan tekanan dari pekerjaan, pendidikan, bahkan percintaan. Maskun mengibaratkan lagu Sulung sebagai jembatan menuju lagu-lagu dalam ‘Mantra – Mantra’. Oleh karena itu, ‘Sulung’ ditempatkan sebagai pembuka. Adapun lagu terakhir sebagai penutup berjudul ‘Bungsu’ menjadi pilihan yang serasi. Sungguh kreatif ya!

Lagu Sulung sendiri dirilis pada tahun 2018. Lagu ini memiliki durasi yang cukup singkat yaitu hanya 1:53 menit dan merupakan lagu bergenre pop. Lagu Sulung ini hanya berisi 2 kalimat yang sama yang diulang-ulang sebanyak 6 kali dan ditutup dengan 1 kalimat berbeda yang menurutku adalah inti dari lagu ini.

Berikut ini video dan liriknya:

Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Cukupkanlah ikatanmu
Relakanlah yang tak seharusnya untukmu
Yang sebaiknya kau jaga adalah
dirimu sendiri!

Sederhana, menusuk dan menjiwai! Itulah gaya yang dibawakan lagu ini. Menakjubkan untuk didengar ketika butuh dinasehati!
Secara pribadi, lagu Sulung memiliki makna yang cukup menarik dan mendalam bagiku, apalagi karena aku anak sulung (yang paling kuat hehe).

Pada umumnya, anak sulung dituntut menjadi panutan di dalam keluarga khususnya bagi adik-adiknya. Orang sering mengaitkan antara perilaku anak kedua (ketiga, dst.) terhadap si sulung. Dengan begini, masyarakat sering menuntut ini dan itu kepada anak sulung mereka. Aku sadari bahwa sebenarnya mereka menginginkan yang terbaiklah yang terjadi, apalagi si sulung sebagai bibit pembuka keluarga. Namun, di beberapa sisi, ada beberapa permintaan/tuntutan yang kurang sesuai dengan keinginan hati.

‘Sulung’ hadir seolah mendengarkan perasaan tersebut. Lagu ini mengatakan bahwa tidak selamanya kita harus mengikuti tuntunan yang ada di sekitar kita. Terkadang kita perlu memenuhi kebutuhan akan kebahagiaan kita sendiri. Kita juga perlu itu. Tentu itu bisa kita lakukan dengan cara yang sesuai tanpa menyakiti orang lain atau dengan kaidah yang benar.

Di sisi lain, lagu ini juga melatih otot-otot keikhlasan agar lebih kuat, karena pada dasarnya ikhlas itu sangat sulit, perlu dilatih secara rutin.

  • Untuk kalian yang belum ikhlas ditinggal mantan: sudah, relakanlah.
  • Untuk kalian yang di PHP-in seseorang: sudah, cukupkanlah.
  • Untuk kalian yang sedang menjalani LDR: sudah, cukupkanlah.
  • Untuk kalian yang sampai sekarang belum libur: sudah, jalani saja.
  • Untuk kalian yang tidak mempunyai kekasih di tahun baru ini: sudah, bersabarlah.
  • Untuk kalian yang sampai sekarang belum dibalas pesannya oleh perempuan atau lelaki yang kalian sukai: sudah, relakanlah.
  • Untuk kalian yang hubungan percintaan sedang di ujung tanduk: sudah, cukupkanlah.
  • Untuk kalian yang memiliki orang tua yang sering bertengkar: sudah, bersabarlah.
  • Untuk kalian yang pacarnya sudah tidak perhatian lagi: sudah, cukupkanlah.
  • Untuk kalian yang belum mendapatkan pekerjaan: sudah, berusahalah.
  • Untuk kalian yang sudah semester akhir: sudah, wisudalah, bapak dan ibu sudah tua.
  • Untuk kalian yang selalu revisi: sudah, lebih giatlah.
  • Untuk kalian yang mengulang mata kuliah di tahun depan: sudah,  ikhlaskanlah.

Sudah cukup untuk mengingatkannya. Pokoknya kalian wajib mendengar lagu ini. Dan untuk semua kesulitan, keresahan dan rasa sakit yang kalian alami hari ini: sudahlah, relakanlah. Sebab yang harus kau jaga adalah dirimu sendiri.

Dari segi susunan akor/musik, lagu ini cukup menenangkan (apalagi jiwa-jiwa yang sedang lelah 😅). Meskipun, mungkin akan ada muncul anggapan kebosanan dikarenakan bentuk yang berulang-ulang dan susunan akor yang sederhana. Alat musik yang digunakan adalah dominan gitar dan ada beberapa suara tuts piano yang meskipun cukup jarang, namun mendukung suasana lagu ini. Suara Aji juga yang terdengar sendu membuat rasa lagu ini sangat melekat. Apalagi dengan lirik yang diulang-ulang, persis seperti mantra agar tepat menancap di hati pendengarnya. Seolah bisikan-bisikan yang begitu menyejukkan!


(Disempurnakan dari tulisan Fransiska Situmorang, siswi XII IPS-1 SMA Budi Mulia Pematangsiantar, T.A. 2019-2020)

Pascakawin

Sebuah Kritik Seni terhadap Puisi “Tragedi Winka dan Sihka”

Kesan pertama

Saat pertama kali membaca puisi yang berjudul “Tragedi Winka dan Sihka” karangan Sutardji Calzoum Bachri, saya yang pada saat itu masih duduk di bangku kelas 1 SMP sangat kebingungan. Bagaimana tidak, puisi tersebut hanya berupa kata dan suku kata yang disusun dengan pola zigzag. Padahal, pada saat itu saya memahami puisi hanya sebagai rangkaian kata-kata yang indah dan menarik.

Saat itu, bagi saya puisi “Tragedi Winka dan Sihka” ini terlalu abstrak sehingga saya bahkan tidak dapat menentukan apa tema yang diangkat di dalamnya. Barulah setelah saya duduk di bangku SMA saya menyadari bahwa puisi ini memiliki makna yang mendalam terutama dari segi bentuknya.

Siapa Sutardji?

Penulis dari puisi ini, Sutardji Calzoum Bachri, merupakan salah satu sastrawan paling terkenal di Indonesia yang berasal dari angkatan 70-an. Ia dikenal sebagai sastrawan yang inovatif karena ia berhasil menciptakan karya-karya brilian hasil eksperimennya dengan kata-kata tanpa memberikan perhatian yang berarti terhadap aturan tata bahasa yang lazim. Puisinya yang berjudul “Tragedi Winka dan Sihka” merupakan salah satu karyanya yang paling terkenal di kalangan masyarakat bahkan sampai saat ini. Penyebab utama kepopuleran puisi ini adalah keunikannya karena tersusun hanya atas 2 kata dasar saja yaitu “kawin” dan kasih” yang dipenggal-penggal, dibalikkan, bahkan ditulis dengan pola zigzag.

Analisis Formal

Di dalam puisi ini, dalam hal pemilihan kata atau diksi, Sutardji tidak menuliskan buah pikirannya dengan menggunakan kata-kata kiasan atau kata-kata indah, namun ia justru membolak-balikkan kata sehingga tersirat makna tersendiri sesuai keinginannya untuk “membebaskan kata”. Hal ini tampak dalam pembalikan kata “kawin” menjadi “winka” dan “kasih” menjadi “sihka”. Selain itu, ia juga melakukan pemenggalan kata yaitu memenggal kata “kawin” menjadi “ka” dan “win” serta kata “kasih” menjadi “ka” dan “sih”.

Selain itu, tipografi atau tampak fisik puisi ini dari segi tata baris juga sangatlah unik. Kata-kata yang terbentuk dari kata dasar “kawin” dan “kasih” tersebut disusun oleh Sutardji dengan zig zag, yaitu semakin lama bergeser ke kanan, kemudian semakin lama semakin ke kiri, dan seterusnya. Hal ini merupakan poin plus dari puisi “Tragedi Winka dan Sihka” karena pada umumnya puisi hanya berbentuk baris-baris yang disusun menjadi beberapa bait.

Sebenarnya, sedikit sulit untuk dapat mengerti hal yang hendak disampaikan oleh Sutardji di dalam puisi ini. Namun demikian, apabila dicermati penggunaan kata baris demi baris dan tipografinya, pembaca akan dapat mengetahui bahwa puisi ini mengisahkan tentang kehidupan setelah menikah. Penulisan kata-kata sengaja dibuat tidak lurus melainkan zigzag karena sang penulis ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa kehidupan setelah menikah memiliki banyak lika-liku dan suka duka.

Pemenggalan dan pembalikan kata yang dilakukan Sutardji juga bukan tanpa makna. Pada baris ke -6 dalam puisi ini, kata “kawin” dipenggal menjadi “ka”, kemudian menjadi “win”, kemudian menjadi “ka” lagi, dan seterusnya. Hal ini dapat diartikan bahwa perkawinan itu semakin lama nilainya semakin kecil dan tidak berarti lagi bagi si suami maupun si istri.

Selanjutnya, pembalikan kata dari “kawin” menjadi kata “winka” yang dimulai dari baris ke-15 menggambarkan bahwa terjadi situasi yang berkebalikan dari makna perkawinan yang semestinya. Jika perkawinan merupakan suatu kebahagiaan, maka winka adalah perkawinan yang berantakan. Dengan kata lain, “winka” dalam puisi ini dapat juga diartikan sebagai kerenggangan hubungan perkawinan yang ditandai dengan berbagai konflik dan percekcokan. Sementara itu, pembalikan kata “kasih” menjadi kata “sihka” dilakukan untuk menunjukkan bahwa kasih dalam perkawinan itu telah berbalik menjadi kebencian.

Pada baris ke-21, kata “kasih” berjalan mundur sehingga kasih tinggal sebelah saja, yaitu “sih”. Dalam hal ini, penulis seperti hendak menyampaikan kepada pembaca bahwa kasih itu semakin lama sudah semakin kecil, sehingga berujung kepada kesia-siaan.

Di akhir puisi ini, dikatakan bahwa perkawinan itu sudah menjadi kaku. Artinya, si suami dan si istri akhirnya berpisah. Huruf k pada kata “Ku” di baris terakhir ditulis dengan huruf kapital yang artinya si suami dan si istri akhirnya kembali kepada Tuhan.

Interpretasi dan Evaluasi

Apabila dibandingkan dengan puisi-puisi lain yang diterbitkan pada tahun 70-an dan 80-an, puisi “Tragedi Winka dan Sihka” ini merupakan sebuah inovasi brilian yang mendobrak aturan-aturan konvensional dalam penulisan puisi. Sebelumnya, puisi-puisi yang beredar di Indonesia masih sangat terikat dalam aturan-aturan, terutama aturan baris dan bait serta aturan rima. Misalnya saja, puisi Hartoyo Andangjaya dengan judul “Rakyat” yang juga diterbitkan pada tahun 70-an. Puisi berjudul “Rakyat” ditulis dalam bentuk baris dan bait seperti puisi-puisi pada umumnya dan masih memperhatikan rima dari puisi tersebut. Namun demikian, puisi tersebut memiliki kelebihan, yaitu puisinya lebih mudah dipahami oleh pembaca dan tidak perlu dianalisis secara mendalam untuk memahami pesan apa yang hendak disampaikan oleh penulis. Kelebihan inilah yang sekaligus dapat dijadikan sebagai kelemahan dari puisi “Tragedi Winka dan Sihka” sebab puisi karangan Sutardji ini lebih sulit untuk dipahami oleh masyarakat.

Namun demikian, kelahiran puisi “Tragedi Winka dan Sihka” ini menunjukkan bahwa para sastrawan Indonesia boleh saja mengekspresikan buah pikiran mereka dengan cara-cara baru yang kreatif tanpa harus terikat dengan aturan-aturan tata bahasa dalam penulisan puisi.


(Disempurnakan dari tulisan Nikita Grace Panggabean, siswi XII IPS-1 SMA Budi Mulia Pematangsiantar, T.A. 2019-2020)

Cinta Tak Pernah Monokromatis

Lagu Cinta Sejati adalah salah satu lagu yang dipopulerkan Bunga Citra Lestari, salah satu penyanyi wanita Indonesia yang sering dipanggil BCL.  Lagu yang diciptakan oleh Melly Goeslaw dengan genre pop ini berdurasi 4:59 menit dan sampai saat ini sudah ditonton sebanyak 51.906.302 kali (ketika tulisan ini dibuat). Diciptakan untuk soundtrack film “Habibie dan Ainun” pada tahun 2012, dirilis pada tahun 2013 dan pada tahun 2013 lagu ini meraih penghargaan Soundtrack Terfavorit dari Indonesian Movie Awards.

Lagu ini dibuka dengan intro piano kemudian perlahan masuk vokal Bunga Citra Lestari yang langsung bernyanyi dengan nada yang halus. Bagian awal lagu dinyanyikan BCL dengan nada yang halus, rendah dan penuh penghayatan. Ini adalah ciri khas BCL saat membawakan lagu-lagunya. Pada pertengahan lagu, dinamika memuncak ditunjukkan lewat nada yang tinggi dan penuh emosional kemudian kembali mengalun halus di akhir lagu, seperti di awal lagu dinyanyikan. Instrumen musik yang digunakan dominan piano, diselipi dengan ansamble strings.

Sebagai soundtrack, Cinta Sejati bertema percintaan dan kesetiaan yang telah ditunjukan Habibie kepada sang istri yaitu Ainun. Tetapi makna lagu ini bukan hanya untuk Habibie dan Ainun tetapi untuk sepasang kekasih atau sepasang suami istri dimanapun. Selain fakta bahwa lirik lagu ini amat mirip dengan kehidupan nyata, nada-nada Cinta Sejati pun sederhana, tidak susah dinyanyikan bahkan dengan teknik yang sederhana.


Berikut adalah lirik lagu Cinta Sejati serta makna yang tersirat didalam setiap lirik lagu tersebut.

(Bait pertama)
Manakala hati menggeliat mengusik renungan
Mengulang kenangan saat cinta menemui cinta
Suara sang malam dan siang seakan berlagu
Dapat aku dengar rindumu memanggil namaku

Makna:

Hati menggeliat, bak tingkah orang yang tengah terbangun dari tidur. Anda pernah menggeliat? Nah, hati menggeliat adalah seperti reaksi anda ketika bangun dari tidur. Apakah seperti itu? Tentu tidak. Hati menggeliat dalam BCL Cinta Sejati Lirik adalah sebuah majas yang bisa diartikan kondisi hati sedang bergejolak, memendam sesuatu yang ingin dibangkitkan. Geliatan hati yang dirasakan sampai mengusik renungan. Dalam hal ini, BCL alias Bunga Citra Lestari sedang diganggu perenungannya dengan geliatan-geliatan hati.

Geliatan hati yang seperti apa? Sepertinya, masa lalu yang indah terkenang kembali seolah merasakan kondisi saat kejadian berlangsung. Perjumpaan cinta menemui cinta merupakan yang sedang dikenang, mengusik renungan. Hal yang wajar bila hati menggeliat karena apa yang sedang dikenang adalahh masa lalu yang membuat hati berbunga-bunga.

Lalu, “Suara sang malam dan siang seakan berlagu” menandakan geliat hati berlangsung setiap hari, berjumpa siang dan malam, mendendangkan lagu kerinduan untuk sang perindu. Ya, ini kisah tentang seseorang yang dilanda kerinduan yang teramat berat. Ada sebersik kepastian bahwa orang yang dirindukan sedang merindu pula. Bila hati sedang merindu, penyebutan nama selalu menjadi simbol. Ketika rindu, nama yang selalu disebut dalam hati dan mulut. Penyebutan nama seorang yang dirindukan membuahkan bayangan-bayangan apapun yang pernah dilewati dengan manis.


(Bait kedua):
Saat aku tak lagi di sisimu
Ku tunggu kau di keabadian

Makna:

Bait di atas bisa memiliki waktu pengandaian alias masa depan. Tetapi bisa juga waktu kenangan alias masa sekarang. Kalau melihat konteks makna, kata “saat” yang berarti “ketika” bisa diartikan waktu nanti atau waktu sekarang. Lalu bagaimana memaknai kata “saat” pada penggalan bait tersebut? Waktu sekarang atau yang akan datang?

Arti dari kalimat “Saat aku tidak lagi di sisimu” adalah pengandaian ketika sudah tidak lagi di sisi orang yang dicintai, disayangi, di sisi kekasih. Saya lebih memilih kalimat pengandaian mengingat ada kalimat penguat yakni “Ku tunggu kau di keabadian”. Jadi, ketika atau saat terjadi sesuatu, berharap menginginkan sesuatu. Ketika tidak lagi di sisi seseorang, berharap ada perjumpaan dengan seseorang, yang disimbolkan dengan penantian.

Bait di atas tidak menjelaskan pengharapan dengan kalimat “Semoga berjumpa kau di keabadian” ketika terjadi perpisahan. Justru berkalimat “Ku tunggu kau di keabadian” yang menandakan perjumpaan pasti terjadi. Atau, penantian itu bisa saja wujud kesetiaan walapun tidak ada kepastian berjumpa.

Bait BCL Cinta Sejati Lirik di atas lebih kuat dalam menunjukkan kesetiaan sejati. Seseorang rela menanti orang yang dicintai tanpa harus memikirkan keberhasilan dari penantiannya yakni berjumpa.


(Bait ketiga)
Aku tak pernah pergi, selalu ada di hatimu
Kau tak pernah jauh, selalu ada di dalam hatiku
Sukmaku berteriak, menegaskan ku cinta padamu
Terima kasih pada maha cinta menyatukan kita

Makna:

BCL berkata dalam lagunya bahwa dia tidak akan pergi karena “selalu ada di hatimu“. Arti yang bisa dipahami adalah seseorang telah memiliki sosok BCL dalam hatinya walaupun sosok BCL tidak ada di sampingnya. Kedekatan perasaan yang membuat jarak jauh tidak membuatnya jauh dari BCL. Pengertian lain bisa dipahami bahwa BCL tidak bisa berpaling dari siapapun karena sosok BCL sudah ada dalam genggaman kekasihnya. Inilah yang disebut cinta sejati. Begitu juga kekasih BCL yang tidak bisa jauh dari BCL karena sosok kekasihnya ada di hati BCL.

Pada akhirnya ada sebuah penegasan antara BCL dan kekasihnya bahwa inilah cinta padamu dan padaku, cinta yang saling menyatu. Di sinilah patut disyukuri karena kenikmatannya membuat hubungan berjalan erat dan sejati.


(Bait keempat)
Cinta kita melukiskan sejarah
Menggelarkan cerita penuh suka cita
Sehingga siapa pun insan Tuhan
Pasti tahu cinta kita sejati

Makna:

Bagi BCL, cinta sejati melukiskan sejarah. Setiap orang memang berkisah karena tidak ada orang yang hidup tanpa kisah. Tetapi, kita semua tahu bahwa muatan makna sejarah (history) jauh lebih tinggi dibandingkan kisah (story). Sejarah adalah pengakuan atas kisah/cerita, mana yang layak diabadikan (untuk diambil hikmahnya oleh generasi kemudian), mana yang tidak. “Cinta kita yang melukiskan sejarah” berarti ada upaya untuk benar-benar menghidupi cinta sembari tak lupa mendokumentasikan pula dengan  penuh suka cita. Dari sini, orang-orang mulai mengaitkan Cinta Sejati dengan kisah antara BCL dan kekasihnya.


(Bait keempat)
Lembah yang berwarna
Membentuk melekuk memeluk kita
Dua jiwa yang melebur jadi satu
Dalam kesunyian cinta

Makna:

Lembah yang berwarna menggambarkan alam yang sejatinya memang tidak pernah monokromatis. Namun bila lembah berwarna itu melekuk sampai memeluk seseorang, dalam hal ini BCL dan kekasihnya, berarti ada di sepanjang perjalanan mereka ada berbagai rintangan. Pada momen ini, cinta membangun kesatuan untuk tetap bersama. Dalam kesunyian, kita bisa menikmati apa arti cinta dalam peleburan, penyatuan, manunggaling.


(Chord) Cinta Sejati
Intro : C F C F Am Dm E
Am
Manakala hati menggeliat
Dm
Mengusik renungan
G
Mengulang kenangan
F C E
Saat cinta menemui cinta
Am
Suara sang malam dan
Dm
Siang seakan berlagu
G
Dapat aku dengar
F C
Rindumu memanggil namaku
Dm E Am G
Saat aku tak lagi di sisimu
Dm G
Ku tunggu kau di keabadian
Am
Aku tak pernah pergi
Dm
Selalu ada di hatimu
G
Kau tak pernah jauh,
C E
Selalu ada di dalam hatiku
Am
Sukmaku berteriak
Dm
Menegaskan ku cinta padamu
G
Terima kasih pada
C
Maha cinta menyatukan kita
[verse]
Dm E Am G
Saat aku tak lagi di sisimu
Dm G
Ku tunggu kau di keabadian

Reff:
C E
Cinta kita melukiskan sejarah
Am G F G
Menggelarkan cerita penuh suka cita
C E
Sehingga siapa pun insan Tuhan
F Dm G C
Pasti tahu cinta kita sejati

Musik : Am Dm G C
Dm E Am G
Saat aku tak lagi di sisimu
Dm G
Ku tunggu kau di keabadian

Reff:
C E
Cinta kita melukiskan sejarah
Am G F G
Menggelarkan cerita penuh suka cita
C E
Sehingga siapa pun insan Tuhan
F Dm G C
Pasti tahu cinta kita sejati
F
Lembah yang berwarna
G Em
Membentuk melekuk memeluk kita
Am A Dm
Dua jiwa yang melebur jadi satu
F G A
Dalam kesunyian cinta

Reff II:
D F#
Cinta kita melukiskan sejarah
Bm A G A
Menggelarkan cerita penuh suka cita
D F#
Sehingga siapa pun insan Tuhan
G Em A
Pasti tahu cinta kita sejati
Outro : D G D G
C F C F

Evaluasi

Pesan moral yang disampaikan dalam lagu ini adalah: Hargai waktumu dengan mencintai, membagi kasih, bersama orang kalian cintai. Kamu enggak tahu kapan waktu itu akan berakhir. Bagi yang punya pasangan, semoga bisa lebih mencintai pasangannya, dan yang belum punya pasangan, jangan takut, pasti akan ketemu dan jangan pernah menyia-nyiakan cinta sejati.

Catatan Akhir:

Menurut saya, yang menjadi daya tarik dalam lagu ini adalah makna lirik yang sangat mendalam dan suara BCL yang sangat cocok menyanyikannya. Sedikit kekurangan yaitu, kurangnya instrument alat musik. Cinta Sejati hanya memakai piano. Barangkali jika alat musik yang digunakan lebih beragam seperti biola, gitar akustik, atau alat lainnya, lagu ini akan lebih enak lagi didengar.

 

(Disempurnakan dari tulisan Elmi Situmorang, siswi XII IPA 3 SMA Budi Mulia Pematangsiantar, T.A. 2019-2020)

Notasi Angka “Andung-andung ni Anak Siampudan” Eddy Silitonga


(Intro)

(MOTIF A)

Dang begeon ku be inong, Soara mi da inong
Turiturian na ma di au dainong, Di paninggalhon mi di au
Pussu ni siubeon mi dainong, Au inong simagoi

(MOTIF A)

Dung hubege baritami dainong, Naung jumolo ho inong
Mangangguk bobar ma au inong, Lungun nai di au on
Di au siampudan mi dainong, Da siampudan lapung i

(MOTIF A)

Marsali ma au dainong, Da tu hombar ni jabui
Asa adong da ongkos hi dainong, Mangeahi udeanmi
Inganan na saoboi be haulahani dainong, Tois nai ho inonghu

(MOTIF A)

Dung sahat au dainong, Diharbaganni huta i
Hubereng ma da ruma mi dainong, Nungnga balik balatukmi
Marduhut ma alaman mi dainong, Nungnga tudos tu natarulang i

MOTIF B:

Hei….. hei…. hei…., Hei… hei …. hei…,

Inong…. Inong…. Inong…., Inong… Inong

MOTIF A:
Husukkun ma dongan sahuta dainong, Didia do hudean mi
Dipatuduhon ma tu au dainong, Da dipudini jabui
Dihambirang ni damang i dainong, Ditoruni harambir mi

MOTIF A:
Hu ukkap potimi dainong, Inganan ni salendang mi
Hape ditongos do tu au dainong, Gabe tinggal ma orbuki
Sian rapu rapu turere dainong, Ias ias ni jabumi

MOTIF B:

Hei….. hei…. hei…., Hei… hei …. hei…,

Inong…. Inong…. Inong…., Inong… Inong


Andung adalah salah satu seni musik vokal (Ende) dari etnis Batak Toba. Jenis Ende yang lain yakni Ende Mandideng, Ende Marmeam, Ende Sibaran, Ende Pargaulan, Ende Poda/Sipasingot dan Ende HataAndung menceritakan riwayat hidup seseorang yang telah meninggal, baik pada waktu di depan jenazah ataupun setelah dikubur. Karena itu, sudut pandang yang digunakan, yang menjadi isi dari andung, adalah ingatan si penembang/penyanyi dan ungkapan afeksi kepada mendiang.

Dalam lagu “Andung-andung ni Anak Siampudan” (ratapan anak bungsu) ciptaan Jonggi Simanullang ini, si penembang seperti ingin meneriakkan betapa dia kehilangan sosok ibunya, merenungkan kebaikannya semasa hidup dan dengan nada melankolis hendak mengungkapkan betapa dia agak menyesal mengapa nasib belum berpihak kepadanya sebagai anak bungsu yang belum bisa memberikan sesuatu yang berarti untuk membahagiakan ibunya.

Dokumentasi video yang dekat dengan deskripsi di atas dapat kita temukan, misalnya, pada konten YouTube “Andung-andung ni Anak Siampudan” yang dinyanyikan Simatupang Sister berikut ini.

 

Politisasi Agama dan Identitas di Indonesia: Sudah sampai dimana?

Prolog

Kurang lebih dekade terakhir ini, kita melihat fenomen yang telanjang di hadapan kita masyarakat Indonesia. Kendati kita sedikit malu mengakuinya). Apa itu? Yak, betul: politisasi agama.

Term ini menyinggung tiga tema besar: Tuhan, Agama dan Politik.

Sekedar mengingatkan, jika Anda mengaku bertuhan, bukalah mata Anda pada kenyataan bahwa

sama seperti Anda mengaku memiliki Tuhan dan agama atau kepercayaan (yang menurut Anda paling tepat mewadahi sikap iman Anda dan membantu Anda menjadi semakin manusiawi sekaligus baik secara moral), setiap orang bertuhan lainnya di Indonesia ini juga mengaku memiliki Tuhan dan agama atau kepercayaannya sendiri-sendiri, yang menurut mereka paling tepat mewadahi sikap iman mereka, membantu mereka menjadi semakin manusiawi sekaligus baik secara moral.

Jika Anda memiliki pandangan politik yang menurut Anda paling tepat diterapkan di Indonesia untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia, ingatlah juga bahwa orang lain juga memiliki pandangan politik yang menurut mereka paling tepat diterapkan di Indonesia guna mewujudkan keadilan sosial yang sama.

Realitas keberagaman ini bisa saja terbaca sebagai sikap relativisme ekstrem – jika Anda menggiringnya ke arah itu. Faktanya, ini adalah realitas yang sama-sama kita alami dan hidupi dan bisa kita cerap secara sama. Tentu dengan mengandaikan bahwa kita memiliki pola logika yang sama.

Bahasa politik, filsafat dan iman kita mungkin berbeda sehingga tidak optimal menjadi sarana untuk membangun dialog di antara kita. Semoga kita pun sepakat bahwa dialog apapun yang ingin kita bangun, sebagai manusia Indonesia yang Pancasilais dan masih menginginkan Indonesia ini tetap utuh dan – jika bisa – semakin berkemajuan, kita memiliki tujuan besar (projecta remota) yang sama-sama ingin kita capai: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tanah air Indonesia artinya tanah dan air (sumber daya alam) Indonesia yang sejak awal adalah hak bangsa Indonesia, kini pun harus diberikan kepada bangsa Indonesia.

Di luar kerangka itu, tak perlu lagi kita merasa harus menjadi warga dari bangsa yang sama. Mainkan mainmu, kumainkan mainku.


Secara kebetulan, ada tiga masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, yakni radikalisme, kesenjangan sosial-ekonomi dan kasus korupsi.

Straight at the bullet, dari segi mana politisasi agama turut berkontribusi pada radikalisme, kesenjangan sosial-ekonomi dan kasus korupsi?

Sebelum beranjak lebih jauh, mari kita sejenak melakukan Consideratio Status (Penyadaran Status) a la Ignasian yang terkenal itu.

Jika cermat, dengan Discernment (diskresi) yang tekun, syukur-syukur kita bisa memahami realitas yang terjadi saat ini dengan kacamata yang lebih jernah.

Lebih bersyukur lagi, setelah memiliki pemahaman yang lebih baik, kita tidak akan ragu memberikan kontribusi yang tepat sesuai porsi yang bisa kita lakukan.

Pertama, Anda – sama seperti Saya – hanya a speck in the universe (sebutir debu di jagat raya ini). Dalam konteks bernegara pun, Anda – sama seperti Saya – hanya salah seorang dari 267 juta (1 dari 267.000.000) penduduk Indonesia saat ini (menurut Katadata). Jadi, kita masih akan bangun kembali besok hari, melakukan pekerjaan kita seperti biasa, dan – jika sempat dan ingat – mencoba mengingat kembali, hari ini sumbangsih apa yang bisa aku berikan untuk turut serta mengatasi radikalisme, kesenjangan sosial-ekonomi dan kasus korupsi.

Maka, tenang saja, Anda tidak harus meninggalkan semua itu, pergi ke hutan belantara, menjadi bagian dari laskar gerakan revolusioner, bertahun-tahun menghimpun amunisi dan menyusun strategi lalu pada saatnya akan keluar dan memperbaiki tatanan bernegara dan berbangsa Indonesia ini seperti Thanos yang hendak meluluh-lantakkan dunia ini dengan tujuan membangun tatanan dunia baru (atau dalam konteks Anda, hendak membangun tatanan Indonesia yang baru).

Tidak, Ferguso.

Hal seperti itu belum akan terjadi. Bukan begitu skenarionya.

Selagi Anda masih bisa menyaksikan setiap timeline media sosial Anda berisi bencana alam dan bencana akibat tangan manusia, tapi lalu santai melanjutkan kembali chatting dan pamer-pamer foto Anda hari ini sembari tidak lupa meminta like, follow, subscribe dan comment dari teman media sosial Anda seolah tidak terjadi apa-apa, percayalah: Anda tidak akan pernah menjadi pemimpin dari sebuah gerakan revolusi. Pun, revolusi paling berdarah adalah revolusi yang dimulai dari diri sendiri.

Kedua, oke, memangnya kenyataan apa yang perlu diubah?

Ini yang terjadi. Ini yang perlu diubah:

Sebagian masyarakat masih bisa melaksanakan ibadat dengan tenteram tanpa gangguan signifikan dari pihak lain. Jika ini yang Anda alami, Anda patut bersyukur karena UUD 1945 Pasal 29 masih memberi manfaat untuk Anda. You do enjoy your life. Ya, memang , tetap saja ada banyak masalah (untuk urusan perut dan lain-lain, ya urus sendiri, kan sudah besar. :–)

Setidaknya, untuk kegiatan beribadah (berdoa, berkumpul, membaca, bernyanyi, bakti sosial)  Anda bisa dan boleh melaksanakan atau tidak melaksanakannya, tergantung pilihan Anda.


Sebagian lagi gelisah.

Galau melihat semakin maraknya gangguan terhadap kegiatan beragama. Jika Anda adalah bagian dari kelompok ini, Anda mungkin bertanya-tanya:

“Sebenarnya, Saya ini termasuk warga negara Indonesia bukan sih? Kok rasanya Saya tak menikmati perlindungan dari negara sesuai pasal 29? Tidak mungkin kan semua guru PPKN Saya sewaktu di sekolah berbohong? Guru di sekolah dulu bilang bahwa UUD 1945 dan Pancasila itu melindungi seluruh bangsa Indonesia secara ideologis dan konstitusional. Eh, tapi kok? Berdoa, dinyinyirin. Berkumpul untuk melakukan ibadat bersama, tak boleh karena izin dari pemerintah setempat belum keluar. Bakti sosial dianggap pencitraan dan modus rebutan umat. Oalah. Ini gimana sih sebenarnya? Atau, lebih baik aku pura-pura tutup mata saja. Eh, tapi nggak bisa.”

Begitu seterusnya. Besok begitu, besoknya juga begitu.

Situasi ini baru akan berakhir bagi Anda kalau:

1) Indonesia punya tatanan baru yang benar-benar mewujudkan keadilan sosial bagai seluruh bangsa, seperti Jin Aladin keluar dati tabungnya, yang Anda dan Saya tahu persis bahwa ini mustahil;

atau

2) Anda semakin muak, sampai pada tahap ekstrim, lalu Anda tidak tahan lagi, lalu Anda urus paspor untuk pindah kewarganegaraan. Syukur-syukur Anda memiliki apa yang perlu untuk mengeksekusi keputusan itu, atau Anda bisa meyakinkan negara tujuan Anda untuk menjadi asylum bahwa Anda sudah sebegitu menderita hidup sebagai warganegara Indonesia.

Indikasi yang dulunya samar, kini semakin jelas: “ini mesti ada urusan politik deh”. Benar nggak ya?

Anda berada pada posisi yang mana?

Kalau ini politik, menggunakan dikotomi sederhana, kita bisa melihat kaitannya dengan perseteruan antara mayoritas dan minoritas di Indonesia.

Secara kasat mata, umat Islam di Indonesia merupakan mayoritas. Sementara umat beragama lain dianggap minoritas. Dalam berbagai ranah, termasuk pada hukum misalnya, menjadi bagian mayoritas kerap dipandang dan dialami sebagai sebuah keistimewaan. Kecenderungan manusia mengikuti Hukum Inersia, tentu saja tidak ingin hak-hak istimewa semacam ini hilang. Maka, bersama dengan pemerintahan yang koruptif, dukungan dari mayoritas pun memungkinkan situasi yang sama tetap terjadi dari dekade ke dekade.

Sedangkan minoritas sering sekali dipandang diskriminatif. Untuk mencegah terjadinya diskriminasi tersebut, maka dimunculkanlah afirmasi bahwa kita semua NKRI, dan karenanya memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Secara teoretis hal ini pelan-pelan semakin tersosialisasi.

Prakteknya? Cek sendiri lingkungan sekitarmu.

Dengan perbedaan disana-sini, bipolaritas ini juga hadir sebagai kaum kanan dan kiri (seperti di Amerika Serikat, kendati konteks Indonesia dan AS memiliki perbedaan).

Politik – yang secara kodrati sebenarnya bertujuan luhur untuk menata warga negara untuk memajukan peradabaannya sebagian dari masyarakat, dinodai oleh baik kaum mayoritas maupun kaum minoritas. Secara politis, apa kesalahan yang dilakukan keduanya?

Pelan-pelan kita dibawa pada sebuah realitas baru: Selain menikmati berbagai manfaat, menjadi bagian dari mayoritas ternyata ada pahitnya juga. Ini ada hubungan dengan deliberasi moral semenjak Nusantara berganti nama menjadi Indonesia dan diproklamirkan sebagai bangsa yang baru, negara yang mendapat pengakuan sebagai negara berdaulat (soveregin country) oleh dunia internasional.

Samar-samar kita mulai melihat bahwa saat ini ada konsensus bahwa klaim superioritas religius atau rasial ternyata menempatkan Anda berada persis di luar diskursus politis. Maksudnya apa?

Lihatlah yang terjadi. Dialog-dialog yang dilakukan akhirnya berujung pada konflik.

  • Dialog politis antar partai dan kelompok: ricuh di ILC (Indonesian Lawyers Club).
  • Dialog sosial antarkomunitas: ricuh di media sosial (tak kurang dari lagu Sayur Kol yang viral menjadi bahan perdebatan antara komunitas pecinta anjing dan penyuka daging anjing sebagai makanan, belum lagi kaum agamawan masuk dan meributinya dengan fatwa haram dan halal).
  • Dialog antarumat beragama: apalagi. Lihatlah bagaimana forum-forum lintas agama, termasuk yang didirikan pemerintah seperti Forum Komunikasi Umat Beragama seolah tak berdaya memberikan solusi bagi emak-emak yang menangis menjerit-jerit karena tenda yang dia gunakan untuk beribadah dengan umat yang lain pun harus dirobohkan, pendetanya diinterogasi dan ibadahnya dihentikan oleh aparat keamanan setempat. Oh, jangan lupa, fenomen seperti ini saban hari terjadi di berbagai tempat di negeri yang dulu dikenal sebagai Nusantara ini.
  • Belum lagi diskrimanasi soal administrasi kependudukan dan hak-hak politis bagi sekian juta umat penganut kepercayaan, yang entah dasar filosofi dan logika dari mana, sampai hari ini tetap dibedakan dengan umat beragama, seakan-akan ada hirarki organisasi yang menyebut bahwa aliran kepercayaan lebih rendah dibandingkan 6 (enam) saja agama resmi di Indonesia.

KESALAHAN SILENT MAJORITY

Kesalahan klasik kaum mayoritas yakni: gagal mengawasi kecenderungan koruptif para penguasa, entah karena kebutaan dan sifat cuek yang disengaja. Dengan beberapa eksepsi, literasi politik (terutama menjelang pemilihan calon legislatif,  eksekutif dan perwakilan daerah) terjadi dengan aroma politik identitas yang sama.

Kebutaan dan sifat cuek ini yang diidap oleh Silent Majority inilah yang tiap hari dinyinyirin oleh kaum kiri.

Kerap secara dalam ironi. Tak jarang dalam parodi.

Tidak kurang dari Meme Sosialis Indonesia mempertunjukkannya dalam halaman Facebook,

Dalam satu atau dua kesempatan, seperti Saya, kemungkinan Anda juga merasa relate dengan keprihatinan terhadap diamnya silent majority ini. “Mereka kan yang paling banyak massa-nya, kalau mereka mau, mestinya mereka yang lebih efektif dan bisa memperbaiki tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara ini”, begitu alam bawah sadar kita menyuarakan keprihatinan politis yang menurut kita paling murni dan tulus.

Jadi, ada garis keras, dimana identitas religius sebagai penanda superioritas, lalu ada garis lemah, yang juga tak luput dari kesalahan. Singkatnya, ketika memainkan politik identitas, mayoritas kanan melakukan kesalahan yang sama dengan minoritas kiri, vice versa.

Secara umum, kita meletakkan lanskap politis antara kanan dan kiri. Tetapi jangan lupa, ada sumbu (axis) lain, yakni kaum kolektivis versus individualis. Menggunakan irisan yang sejajar pada bipolaritas bangsa Indonesia, maka lahirlah kaum kolektivis kanan dan kaum kolektivis kiri. Sejauh kaum kiri dan kaum kanan ini mengusung konsep kolektivis, maka mereka salah. Kesalahan mereka terlihat jelas pada klaim superioritas religius tetapi juga sekaligus nasionalis.

“Aku NKRI, NKRI harga mati, tapi hak-hak istimewa yang kuterima sekarang sebagai bagian dari mayoritas, aku tak perduli apakah juga diterima oleh saudara sebangsaku yang minoritas”

Kira-kira, adakah angin pembaharuan yang sepoi-sepoi hendak mendinginkan panasnya politik negeri ini?

Entahlah.

KEBISINGAN MEDIA PERS

Ada banyak kebisingan yang diciptakan oleh pers.

Seakan-akan ada satu dua tokoh yang muncul dan membuktikan bahwa politik identitas di Indonesia akan segera berakhir, bahwa apapun agama dan etnis Anda, Anda berhak dan bisa terpilih menjadi Presiden, Gubernur, Walikota, Bupati, dan ketua RT.

Seakan-akan benar bahwa prinsip meritokrasi sudah dihidupi oleh bangsa ini.

Tapi lalu kita melihat. Ia hanya bersinar sebentar, lalu padam kembali oleh isu lain.

Isu-isu yang itu-itu saja dan membosankan.

Epilog Prematur

Jadi, sampai dimana politisasi agama dan identitas di Indonesia? Masih ada. Bahkan banyak orang semakin abai dan cuek.

Kalau demikian, sudah sejauhmana kedewasaan berpolitik kita dalam konteks sebangsa?

Masih dalam proses “indonesianisasi yang belum selesai”, mengutip Ben Anderson.

Masih di situ-situ saja.

Stagnan.

Notasi Angka “YUE LIANG DAI BIAO WO DE XIN”

Notasi Angka Yue Liang Dai Biao Wo De Xin oleh Donald Haromunthe menurut lagu yang dinyanyikan Teresa Teng. 

Dengan apik, Teresa Teng menyanyikan lagu klasik Mandarin ini. Saya pilihkan video yang disertai lirik untuk memudahkan pembaca mempelajarinya.

Lagu: Yue Liang Daibiao Wo De Xin
Artis: Teresa Teng
Album: Mandarin Classic Hits, Vol. 6
Dilisensikan ke YouTube oleh [Merlin] MusicYes (atas nama Ey Chun); LatinAutor - SonyATV, UNIAO BRASILEIRA DE EDITORAS DE MUSICA - UBEM, LatinAutor, dan 4 Komunitas Hak Musik

Saya tidak memahami penggunaan aksara Pinyin. Oleh karena itu, irik lengkap dan terjemahan dalam bahasa Inggris dan Indonesia akan dituliskan dalam aksara Latin sebagai berikut.

Yue Liang Dai Biao Wo De Xin 

ni wen wo ai ni you duo shen

wo ai ni you ji fen

wo de qing ye zhen

wo de ai ye zhen

yue liang dai biao wo de xin

 

ni wen wo ai ni you duo shen

wo ai ni you ji fen

wo de qing bu yi

wo de ai bu bian

yue liang dai biao wo de xin

 

* qing qing de yi ge wen

yi jin da dong wo de xin

shen shen de yi duan qing

jiao wo si nian dao ru jin

 

* ni wen wo ai ni you duo shen

wo ai ni you ji fen


(Dalam bahasa Indonesia): (Biarlah) Bulan Mewakili Hatiku

Kau bertanya padaku seberapa dalam aku mencintaimu

Seberapa besar aku mencintaimu

Perasaan ku ini sungguh-sungguh

Begitu juga dengan cintaku

Bulan mewakili hatiku

Kau bertanya padaku seberapa dalam aku mencintaimu

Seberapa besar aku mencintaimu

Perasaanku tak akan berpindah

Cintaku tak kan berubah

Bulan mewakili hatiku

Sebuah kecupan lembut

Sudah menyentuh hatiku

Sebuah perasaan yang mendalam

Membuatku memikirkanmu hingga sekarang

Kau bertanya padaku seberapa dalam aku mencintaimu

Seberapa besar aku mencintaimu

Kau memikirkannya

Kau memperhatikannya

Bulan mewakili hatiku


(Dalam bahasa Inggris): The Moon Represents My Heart

You ask me how deep my love for you is,
How much I really love you…
My affection does not waver,
My love will not change. The moon represents my heart.

* Just one soft kiss is enough to move my heart.
A period of time when our affection was deep,
Has made me miss you until now.
* You ask me how deep my love for you is,

How much I really love you.

** Go think about it. Go and have a look [at the moon],

The moon represents my heart.


Oh iya. Lagu ini bahkan dengan apik dibawakan oleh sang maestro saxofon, Kenny G.