Penulisan Skenario: Metode 8 Sequence – Sekuens 7 dan 8

Kini sampailah kita pada Act III dari metode 8 Sequence.  Jika dalam struktur klasik (kerangka dramatik Yunani Kuno) Act III ini memuat akhir cerita berupa kemenangan atau kekalahan; dalam metode 8 sequence bagian ini berisi resolusi salah (sekuens 7) dan resolusi benar (sekuens 8)


Sekuens 7 – New Tension & Twist

Inilah bagian ketegangan yang lengkap tetapi tetap sederhana, singkat tetapi sekaligus memuat pemaparan yang penting. Lebih sederhana dan lebih cepat alur ceritanya, berisi adegan singkat dan tidak lagi ada bangunan cerita yang benar-benar baru, melainkan ketegangan baru (new tension) akibat mulainya fase kebangkitan (revival) atas segala jatuh-bangunnya karakter utama mulai dari sekuens 1-6.

Sekuens 7 kerap dianggap sebagai tahap yang paling sulit sekaligus penting karena tuntutan ini. Pada tahap ini, karakter utama harus bangkit untuk memperbaiki kesalahan atau kegagalannya. Biasanya, adegan revival ini dipicu dari 3 hal yakni:

1) kebetulan,

2) datang dari orang lain, atau

3) menuai “petunjuk” (clue) yang sudah ditabur sejak awal.

Contohnya, dalam film petualangan, karakter bisa mengetahui letak harta karun dari 1) insiden tidak sengaja menggali tanah tau-tau ketemu, 2) diberi tahu orang lain “harta karunnya ada disana”, atau 3) mengikuti petunjuk sejak awal hingga akhirnya menemukan harta karun.

Sebaik-baiknya kisah, tetaplah ingat untuk menyelaraskan logika dan perasaan. Maka, sebaiknya jangan pernah menyatukan ketiga pemicu revival tadi dalam satu naskah karena akan menjadi “too good to be true”. Sama seperti kebanyakan pengalaman orang dalam kehidupan mereka, sumber ide untuk penyelesaian masalah itu tidak banyak, datangnya satu saja. Jika kebanyakan, akan menjadi tidak masuk akal. Sebab, pembaca atau penonton akan bereaksi: “kalau sedari awal karakter utama sudah memiliki solusi sebanyak ini atas permasalahan yang dihadapinya, mengapa tidak dari awal saja cerita ini selesai?

Ingat, sekuens 7 belumlah akhir cerita. Itu sebabnya, sekuens 7 sering juga disebut resolusi salah. Pada tahap ini, karakter utama akan menemukan pilihan. Ia akan memilih secara sadar antara dua kemungkinan. Cerita belum selesai juga.


Sekuens 8 – Resolution

Inilah resolusi sebenarnya. Disini, semua mesti jelas. Jika para petualang itu mengambil jalan kiri, maka semuanya baik-baik saja; tetapi jika mereka mengambil jalan kanan, maka dunia yang kita kenali ini akan berakhir alias kiamat. Ketegasan yang sama harus kita tunjukkan: apakah pria karakter utama akan berhasil mendapatkan gadis pujaannya, apakah berhasil menjinakkan bom, atau apakah dia berhasil selamat dari perahu yang bocor dan mulai tenggelam di tengah lautan yang dipenuhi ikan hiu?

Pembeda antara sekuens 7 dan sekuens 8 ialah:  pada sekuens 8, karakter utama kita sudah tidak bisa melakukan usaha penyelesaian. Ia hanya menjalani hasil dari penyelesaian konflik yang ada di sekuens 7. Jadi, sekuens 7 ini adalah efek dari revival. Kalau kita masih memasukkan usaha karakter menyelesaikan masalah, itu berarti naskah yang kita tulis masih berada di sekuens 7, belum sampai pada akhir cerita.

Bagaimana kita yakin bahwa ini adalah akhir dari seluruh cerita yang kita susun? Ingatlah kembali “wants” (keinginan) dan “needs” (kebutuhan), yakni aspek karakter yang sejak awal kita sudah tetapkan ketika merumuskan premis. Akhir cerita berarti  kedua aspek ini sudah tercapai. (Tentu saja, kita selalu punya kesempatan untuk mencipta twist pada sekuens ini untuk membuat penonton tetap terkejut). Pada bagian inilah pembaca atau penonton bisa menyimpulkan bahwa cerita yang kita tulis berakhir dengan kemenangan karakter utama (happy ending) atau Tujuan/Goals mengalahkan Obstacle/Hambatan; atau berakhir dengan kekalahan karakter utama (sad ending) atau Obstacle/Hambatan yang mengalahkan Tujuan/Goals.

Mengapa Doa Bapa Kami versi Katolik dan Protestan Berbeda?

Konon, ketika ngobrol dengan para murid-Nya, Yesus berkata, “Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah  kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat” (Mat 6:9-13). Versi yang mirip kita temukan pada Luk 11:2-4.

Kedua versi ini tidak memuat kalimat penutup yang kita temukan pada versi Protestan, “Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.”


Kalimat “Karena Engkaulah yang empunya … ” secara teknis adalah doxologi. Istilah doksologi berasal dari bahasa Yunani yakni dari kata δόξα [dόxa] yang berarti kemuliaan. Sebagai bagian penutup dari Doa Ekaristi atau sering disebut dengan Doa Syukur Agung, rumusan doksologi bermaksud untuk mewartakan kemuliaan Tuhan. Kata doksologi yang dalam bahasa Latin doxologia atau gloria dapat juga diterjemahkan dengan kemuliaan, penghormatan, pujian atau keluhuran. Di Bibel, kita menemukan praktek menutup doa dengan ayat singkat mirip madah yang isinya meninggikan kemuliaan Tuhan.

Orang Yahudi sering menggunakan doxologi ini untuk menutup doa mereka pada masa sekitar hidup Yesus. Contoh serupa kita temukan pada doa Daud di 1 Tawarikh 29:10-13 pada Perjanjian Lama.

Lalu Daud memuji TUHAN di depan mata segenap jemaah itu. Berkatalah Daud: “Terpujilah Engkau, ya TUHAN, Allahnya bapa kami Israel, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya.
Ya TUHAN, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi! Ya TUHAN, punya-Mulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya sebagai kepala.
Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya.
Sekarang, ya Allah kami, kami bersyukur kepada-Mu dan memuji nama-Mu yang agung itu.

Pada masa Gereja Perdana, orang-orang Kristen di bagian Kekaisaran Romawi Timur menambahkan doksologi “Karena Engkaulah yang empunya …” pada perikop Injil dari doa Bapa Kami ketika mereka mengucapkan doa itu pada perayaan Misa. Bukti adanya praktek semacam ini dapat kita temukan pada Didakhe (Ajaran dari Keduabelas Rasul), sebuah manuskrip dari abad pertama yang berisi panduan moral, pujian dan doktrin Gereja. Juga ketika menyalin kitab-kitab, para penulis berbahasa Yunani kerap menambahkan doxologi pada naskah asli ‘Bapa Kami’.

Demikianlah hingga kebanyakan teks Kitab Suci dewasa ini tidak memasukkan bagian doxologi itu, tetapi meletakkannya sebagai catatan kaki; atau memasukkannya tetapi dalam tanda kurung. Bibel “Vulgata”, Bibel Douay-Rheims, Bibel edisi The Confraternity serta edisi The New American tidak pernah memasukkan doxologi ini. Di Vulgata, misalnya, ditulis:

PATER NOSTER, qui es in caelis,
Sanctificetur nomen tuum.
Adveniat regnum tuum.
Fiat voluntas tua,
sicut in caelo et in terra.

Panem nostrum cotidianum da nobis hodie,
et dimitte nobis debita nostra
sicut et nos dimittimus debitoribus nostris.
Et ne nos inducas in tentationem,
sed libera nos a malo.


Di Kekaisaran Romawi Barat dan pada ritus Latin kita melihat pentingnya doa Bapa Kami saat perayaan Misa.

Santo Hieronimus (wafat pada 420) menyatakan kesaksian atas penggunaan doa Bapa Kami dalam perayaan Misa, dan Santo Gregorius Agung (wafat pada 604) menetapkan doa Bapak Kami diresitir setelah Doa Ekaristi, sebelum Pemecahan Roti.  Pada tulisannya Komentar terhadap Sakramen-sakramen, Santo Ambrosius (wafat pada 397) merenungkan makna “roti setiap hari” dalam konteks Ekaristi Suci. Dengan nada yang sama, Santo Agustinus (wafat pada 430) menyatakan bahwa doa Bapa Kami menghubungkan Ekaristi Suci dan pengampunan dosa. Dalam banyak kesempatan, Gereja menempatkan doa yang sempurna ini, doa yang diajarkan oleh Tuhan, sebagai doa persiapan diri untuk Komuni Suci. Akan tetapi, dari antara contoh-contoh ini, tidak ada yang menggunakan doxologi.

Menariknya, terjemahan Bahasa Inggris dari doa Bapa Kami yang kita gunakan dewasa ini merupakan versi yang diamanatkan oleh Raja Henry VIII (ketika masih berada dalam persekutuan dengan Gereja Katolik), yang didasarkan pada Bibel Tyndale (1525). Akan tetapi, selama pemerintahan Ratu Elizabeth I dan menguatnya kecenderungan Gereja Inggris untuk menghindari kesamaan dengan Gereja Katolik, terjemahan Inggris kemudian menambahkan doxologi, dan inilah yang menjadi standar untuk umat Protestan yang berbahasa Inggris.


Prekonklusi:

Tradisi adalah proses komunikasi dan penerusan iman dari satu generasi ke generasi berikutnya. Demikianlah Gereja Katolik dan Gereja Protestan memiliki keunikan dalam memahami doa Bapa Kami dan menggunakannya dalam ibadat bersama maupun pribadi. Patut diingat bahwa doxologi – yang menjadi pembeda utama itu – bukan sesuatu yang buruk, malah merupakan khazanah iman Gereja yang memang sejak awal menyerap dan menyesuaikan diri dengan kebiasaan Gereja Barat dan Gereja Timur; bahkan dengan tradisi jemaat perdana yang sebelum menjadi pengikut Kristus, sudah terbiasa dengan pujian seperti yang dilantunkan Daud pada perikop 1 Tawarikh 29 di atas.

Penulisan Skenario: Metode 8 Sequence – Sekuens 5 dan 6

Setelah mengulas Sekuens 3 dan 4 dari metode 8 sequence, sekarang kita lanjutkan dengan sekuens 5 dan 6 (biasa disebut Act II B)


ACT II B

Sekuens 5 – Subplot & Rising Action

Di sekuens 5, kita menginginkan tensi naik (rising action) akan tetapi belum sampai pada puncak utama konflik.

Ingat bahwa sebelumnya, di sekuens 4, kita sudah menguraikan puncak pertama, titik terendah yang dialami si karakter utama; yakni titik terendah yang paralel dengan nasib yang dialami si aktor utama di akhir cerita. Sementara puncak utama konflik baru terjadi di sekuens 6. Maka pada bagian ini kita harus menciptakan alur baru (subplot), yang berbeda dengan yang sudah pembaca/penonton ketahui sebelumnya.

Kedengaran tidak mudah. Lantas, apa yang harus kita isi pada sekuens 5 ini?

Sekuens 5 sering juga disebut sebagai Twists and Turns dari Act II.  Singkatnya, “Pemutarbalikan alur cerita”. Disinilah kita menulis situasi ketika akhirnya rahasia-rahasia terungkap, hubungan diuji, tensi meninggi, halangan semakin berat dan semakin menantang, dan karakter utama (protagonis) benar-benar diuji.  Di sekuens 5 ini, protagonis secara khusus diperlihatkan hendak memberontak atas segala perubahan yang terjadi, menunjukkan penolakan atas segala masalah yang harus dihadapinya: jika bisa dia ingin semuanya kembali seperti sedia kala, seperti ketika belum terjadi apa-apa. Sedikit ingatan kembali ke status quo yang menciptakan efek romance atau kegundahan akan sangat membantu.


Sekuens 6 – Main Culmination

Inilah puncak utama (main culmination), yakni puncak dari segala penolakan, keputusasaan dan pembalasan dendam atas segala masalah yang sudah terlanjur menghantui hari-hari di kehidupan karakter utama. Tantangan terakhir yang paling tinggi, alternatif terakhir yang masih ada, serta akhir dari semua ketegangan yang kita ciptakan. Situasi yang menghantar pembaca/penonton pada klimaks atau pertaruhan hidup mati di sekuens 7 nanti.

Jika karakter utama kita hendak memenangkan peperangan, maka disinilah dia bergegas menuju gelanggang. Jika karakter utama hendak menceraikan pasangannya, maka disinilah dia menuju pengadilan. Jika karakter utama hendak menyatakan cintanya pada karakter lain yang sudah lama ingin dilamarnya, maka disinilah dia berangkat hendak menemui orangtua calonnya.

Penting dicatat: Karena midpoint dan akhir cerita itu paralel, maka di sekuens 6 yang akan menjadi akhir dari Act II ini kita isi dengan sebuah titik alur (plot point) yang persis berlawanan dengan kedua poin tadi. Jika kita hendak memenangkan karakter utama di midpoint dan akhir cerita, maka disini kita membuatnya berada pada titik terjauh dari kemenangan. Jika kita hendak membuat karakter utama kalah di akhir cerita, maka di sekuens inilah kita membuatnya terlihat seperti menikmati semua kejayaan yang mungkin diraihnya.

 

Tradisi Resmi Katolik – “Pater Noster” [Latin, Inggris, Indonesia, Toba, Simalungun]

ORATIO DOMINICA

PATER NOSTER, qui es in caelis,
Sanctificetur nomen tuum.
Adveniat regnum tuum.
Fiat voluntas tua,
sicut in caelo et in terra.

Panem nostrum quotidianum da nobis hodie,
et dimitte nobis debita nostra
sicut et nos dimittimus debitoribus nostris.
Et ne nos inducas in tentationem,
sed libera nos a malo. Amen.

 


OUR FATHER PRAYER

OUR FATHER, who art in heaven,
hallowed be Thy name.
Thy kingdom come.
Thy will be done
on earth as it is in heaven.

Give us this day our daily bread
and forgive us our trespasses
as we forgive those who trespass against us.
And lead us not into temptation,
but deliver us from evil. Amen.


DOA BAPA KAMI

Bapa kami yang ada di surga,
Dimuliakanlah nama-Mu.
Datanglah kerajaan-Mu.
Jadilah kehendak-Mu
di atas bumi seperti di dalam surga.
Berilah kami rezeki pada hari ini,
dan ampunilah kesalahan kami,
seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami.
Dan janganlah masukkan kami
ke dalam pencobaan,
tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat.

(Sebab Engkaulah raja yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya. Amin).


TANGIANG AMANAMI

“Ale Amanami nadi banua ginjang,
Sai pinarbadia ma goarMu,
Sai ro ma harajaonMu,
Sai saut ma lomo ni rohaM,
Di banua tonga on songon nadi banua ginjang.

Lehon ma tu hami sadari on hangoluan siapari.
Sesa ma salanami.
songon panesanami di sala ni angka parsala tu hami.
Unang togihon hami tu pangunjunan.
Alai palua ma hami sian pangago.

(Ai Ho do nampuna harajaon dohot hagogoon rodi hasangapon saleleng ni lelengna. Amen.)


TONGGO-TONGGO HAM BAPANAMI

Ham Bapanami na i nagori atas.
Sai napapansing ma goran-Mu!
Sai roh ma harajaon-Mu.
Sai saud ma harosuh ni uhur-Mu
i nagori tongah on songon na i nagoni atas!

Bere Ham ma bannami sadari on hagoluhan ari-ari.
Sasap Ham ma dousanami
songon panasap nami bani dousa ni hasoman na mardousa dompak hanami!
Ulang hanami bobai Ham hu parlajouan!
Paluah Ham ma hanami hun bani pangagou!

(Ai Ham do simada harajaon, pakon hagogohon ampa hasangapon sadokah ni dokahni.)

Tradisi Resmi Katolik – Syahadat Nicea “Credo in Unum Deum” [Latin, Inggris, Indonesia, Toba, Simalungun]

CREDO

Credo in unum Deum,
Patrem omnipotentem,
factorem caeli et terrae,
visibilium omnium, et invisibilium
et in unum Dominum Iesum, Christum,
Filium Dei unigenitum
et ex Patre natum ante omnia saecula.
Deum de Deo,
lumen de lumine,
Deum vero de Deo vero.
Genitum, non factum,
consubstantialem Patri per quem omnia facta sunt.
Qui propter nos homines et propter nostram salutem
descendit de caelis.
et incarnatus est de Spiritu Sancto ex Maria virgine
et homo factus est .
Crucifixus etiam pro nobis,
sub Pontio Pilato passus et sepultus est.
Resurrexit tertia die,
secundum Scripturas
et ascendit in caelum:
sedet ad dexteram Patris
et iterum venturus est cum gloria
iudicare vivos et mortuos
cuius regni non erit finis
et in Spiritum Sanctum, Dominum et vivificantem,
qui ex Patre, Filioque procedit.
Qui cum Patre, et Filio
simul adoratur et conglorificatur:
qui locutus est per prohetas.
Et unam, sanctam, catholicam, et apostolicam Ecclesiam.
Confiteor unum baptisma in remissionem peccatorum
et expecto resurrectionem mortuorum
et vitam venturi saeculi. Amen.


I BELIEVE

I believe in one God,
the Father almighty,
maker of heaven and earth,
of all things visible and invisible.

I believe in one Lord Jesus Christ,
the Only Begotten Son of God,
born of the Father before all ages.
God from God, Light from Light,
true God from true God,
begotten, not made, consubstantial with the Father;
through him all things were made.
For us men and for our salvation
he came down from heaven,

and by the Holy Spirit was incarnate of the Virgin Mary,
and became man.

For our sake he was crucified under Pontius Pilate,
he suffered death and was buried,
and rose again on the third day
in accordance with the Scriptures.
He ascended into heaven
and is seated at the right hand of the Father.
He will come again in glory
to judge the living and the dead
and his kingdom will have no end.

I believe in the Holy Spirit, the Lord, the giver of life,
who proceeds from the Father and the Son,
who with the Father and the Son is adored and glorified,
who has spoken through the prophets.

I believe in one, holy, catholic and apostolic Church.
I confess one Baptism for the forgiveness of sins
and I look forward to the resurrection of the dead
and the life of the world to come. Amen.


AKU PERCAYA

Aku percaya akan satu Allah,
Bapa yang mahakuasa,
pencipta langit dan bumi,
dan segala sesuatu yang kelihatan
dan tak kelihatan;

dan akan satu Tuhan Yesus Kristus,
Putra Allah yang tunggal.
Ia lahir dari Bapa
sebelum segala abad,
Allah dari Allah,
Terang dari Terang,
Allah benar dari Allah benar.
Ia dilahirkan, bukan dijadikan,
sehakikat dengan Bapa;
segala sesuatu dijadikan oleh-Nya.

Ia turun dari surga untuk kita manusia
dan untuk keselamatan kita.
Ia dikandung dari Roh Kudus,
dilahirkan oleh Perawan Maria, dan menjadi manusia.
Ia pun disalibkan untuk kita,
waktu Pontius Pilatus;
Ia menderita sampai wafat dan dimakamkan.
Pada hari ketiga Ia bangkit
menurut Kitab Suci.
Ia naik ke surga,
duduk di sisi Bapa.
Ia akan kembali dengan mulia,
mengadili orang yang hidup dan yang mati;
kerajaan-Nya takkan berakhir.

Aku percaya akan Roh Kudus,
Ia Tuhan yang menghidupkan;
Ia berasal dari Bapa dan Putra;
Yang serta Bapa dan Putra,
disembah dan dimuliakan;
Ia bersabda dengan perantaraan para nabi.
Aku percaya akan Gereja
yang satu, kudus, katolik dan apostolik.
Aku mengakui satu pembaptisan
akan penghapusan dosa.
Aku menantikan kebangkitan orang mati
dan hidup di akhirat.
Amin.


AHU PORSEA

Ahu porsea di sada Debata, Ama Pargogo Nasohatudosan,
Sitompa langit dohot tano,
dohot sude na tarida dohot naso tarida;
dohot di sada Tuhan Jesus Kristus,
Anak na sasada i Tuhanta.
Tubu do Ibana sian Ama i andorang so nasa tingki,
Debata sian Debata,
Panondang sian Panondang,
Debata na sintong sian Debata na sintong,
Na tinubuhon do ibana, ndada na jinadihon,
sada dohot Ama i;
Na tinompana do nasa na adong.
Tuat do ibana sian banua ginjang humophop jolma gabe haluaonta.
Marhite Tondi Porbadia gabe daging do Ibana,
sian Nasohabubuhan Maria.
Diparsilanghon do Ibana humoophop hita,
di panguhumon ni Ponsius Silatus;
mate porsuk do Ibana jala ditanom.
Di ari patoluhon hehe do Ibana sian na mate
hombar tu na nidok ni Buku Nabadia.
Naung manaek tu Surgo, hundul di siamun ni Debata Ama.
Ro do ibana muse manguhumi halak na mangolu dohot na mate;
harajaonNa ndang na ra mansadi.
Ahu porsea di Tondi Porbadia,
Ibana do Tuhan na pangoluhon;
na ro sian Debata Ama dohot Anak;
Raphon Ama dohot Anak, na sinomba jala pinasangap;
Manghatai do Ibana dohot jolma marhite angka panurirang.
Ahu porsea di Huria
na sada, nabadia, Katolik jala Apostolik.
Huhatindanghon do sada pandidion baen hasesaan ni dosa.
Manghirim do au di haheheon ni angka na mate
dohot di hangoluan na saleleng ni lelengna. Amen.


AHU PORSAYA

Ahu porsaya bani sada Naibata,
Bapa pargogoh nasotarimbang,
na manompa langit pakon tanoh on,
pakon haganup na taridah,
sonai homa naso taridah.
Ahu porsaya bani sada Tuhan Jesus Kristus,
Anak na sasada ni Naibata.
Tubuh do Ia humbani Bapa paima adong panorang.
Naibata humbani Naibata,
Panondang humbani Panondang,
Naibata na sintong humbani Naibata na sintong;
Itubuhkon do Ia, sedo ijadihon,
sada do Ia pakon Bapa.
Marhiteihon Ia do ijadihon ganup na dong in.
Turun do ia hun surga bani hita jolma,
pakon bahen haluaonta.
Gabe daging ma ia marhitei Tonduy Napansing,
na tinubuhkon Maria Nasohaliaban in, anjanah gabe jolma.
Iparsilangkon do homa Ia banta
sanggah panguhumon ni Ponsius Pilatus.
Marsitaronon do Ia, matei, anjanah ikuburhon.
Bani ari patoluhon puho do Ia use
mangihutkon Buku Namapansing.
Ia naik hu surga
anjanah hundul i siamun ni Naibata Bapa.
Roh do Ia use magira ibagas hamuliaon
laho manguhumi halak na manggoluh pakon na dob matei, ai lang marujung harajaonNi.
Ahu porsaya bani Tonduy Napansing,
Tuhan, sibere hagoluhan, na roh humbani Bapa pakon Anak.
Na rup pakon Bapa ampa Anak
isombah janah ipasangap.
Ia do na marsahap marhitei nabi-nabi.
Ahu porsaya bani Kuria
na Sada, Namapansing, Katolik anjanah Apostolik,
Ahu mangakuhon sada pandidion bahen hasasapan ni dousa.
Hupaimaima do parpuhoon ni na dob matei
sonai homa hagoluhan bani ari magira.
Amen.

Mambuat Tua ni Gondang Na Sampulu Lima [Gondang Bolon/Gondang Sabangunan]

1. Gondang Mulajadi Nabolon

Amang panggual pargossi, parmaungmaung ni namora, amang pandenami,

Di haroronami rombongan na sian parserahan tu huta Sibabiat on, baen ma jolo gondang ni Debata Mulajadi Nabolon. Na manjadihon ulu manjadi simanjujung, na manjadihon pinggol manjadi situmangi, na manjadihon mata manjadi sipanonggor, na manjadihon baba manjadi simakkudap. Manjadihon tangan na manjadi simarjalo, na manjadihon pat manjadi simanjojak.

Jojak ma amatta na manggokhon, songoni nang hami rombonganna.

Amang panggual pargossi,

Baen ma jolo gondang ni Debata Mulajadi Nabolon. Na manjadihon butibutian botobotoan di na ganupganup desa di liat portibi on, di dolokdolok dohot di toruanna, asa horas ganup akka pamaretta na manguluhon, horas saluhut pangisina ni huta on na niulohonna.

2. Gondang Batara Guru

Mauliate ma, amang panggual pargossi.

Nunga dibaen ho sude akka pangidoan nami. Amang pandenami panggual pargossi, raja ni na malo. Pande pe hami, uppande do ho; malo pe hami, ummalo do ho. Sude pangidoan nami nunga hot dibaen ho.

Nunga dibaen ho gondang ni Omputta Debata Mulajadi, baen ma jo gondang ni omputta si Tuan Batara Guru, Batara Guru doli, Batara Guru boru, Batara guru situtu, na marhelahon Banebulan, na marsimatuahon Banesori. Parsori so haliapan, parsori so habubuhan. Unang haliapan dongantubu nami na manggokhon tu ulaon on, dohot ganup gokkon unang habubuhan. Asi ma rohani Debata, holong ma rohani Tuhan. Dapot na jinalahan, jumpang na niluluan. Tubu anak marsangap, boru martua, na boi pangalualuan, asa boi mardalan dohot denggan muse ulaon sisongon on ganup taon, makkorhon ganup bulan.

Amang panggual pargossi, baen jo gondang ni omputta si Tuan Batara Guru.

3. Gondang Bane Bulan

Amang panggual pargossi,

Mauliate ma di ho, nunga dibaen ho gondang ni opputta si Tuan Batara Guru, baen ma jolo ba: gondang ni si Raja Bane Bulan, na matabung i bonana, na matabung di pussuna, gabe ma amana, gabe dohot boruna. Baen jolo gondang ni Bane Bulan.

4. Gondang Bane Sori

Mauliate ma, amang panggual pargossi.

Nunga dibaen ho gondang ni opputta Bane Bulan, baen ma jo sarune dua.  Marbane sori ma hamu, parsori so haliapan parsori so habubuhan, unang haliapan unang habubuhan. Asa asi rohani Debata, holong roha ni Tuhan. Jumpang na jinalahan, dapot na niluluan.

Baen jo Amang, marbane sori ho, dua baen sarune i.

5. Gondang Saniang Naga Laut

Mauliate ma amang panggual pargossi,

Nunga dibaen ho gondang na hupangido, gondang ni Batara Guru, Bane Bulan, Bane Sori. Nunga dibaen ho gondang ni Debata na Tolu.

Baen ma jolo ba sigalumbang laut, gondang ni opputta Boru Saniang Naga Laut, paraek sitiotio, partambak simonangmonang, sibaen sigabegabe, sibaen sihorashoras. Baen jo, Saniang Naga Laut-hon jo, dua baen sarune mi, Amang.

6. Gondang Namartua Pusuk Buhit

Mauliate ma hudok hami tu ho, amang panggual pargossi, ala nunga dibaen ho gondang ni Saniang Naga Laut. On pe, amang pande hami, huhatahon ma on jo, hu Sombaon pohonpohonon, sipagabe na niula:

Hutonggo hupio hupangalualui Sahala ni da Ompung na Martua Pusuk Buhit.

Tuan ni junjunganna, Raja ni junjunganna.

Ampu tuan bonabona, raja ni bonabona, bonabona ni da Ompung na Martua Pusuk Buhit.

Marsahata hamu, marsaoloan dohot guru sodompangon ni da Ompung na Martua Pusuk Buhit.

Parlandong di dilana, parpustaha di tolonanna, parlaklak sipitu dopa.

Datu bolon ni da Ompung na Martua Pusuk Buhit, Sibaso bolon ni da Ompung na Martua Pusuk Buhit. Sibaso bolon, sibaso panurirang, sibaso pangarittari. Rittari ma hami pangaratto na ro mulak mandulo hutanami Sibabiat on.

Asi ma roham, lambok ma pusum. Siborok di guluan, ro pe hami na manjalahi hangoluan.

On parsattabian pangelekelekan tu hamu. Parbue ni satti madingin satti matogu sipatindak panaili sipaulak hosa loja, napuran sitirtiron na malambok pusu. Elekelek apoapo hu hamu, mangido sigabegabe sihorahoras.

Hata ni sidupsidupon do dohononnami tu hami.

Sahat sahat ni solu, sahat tu bontean, sahat hami ro nuaeng tu huta Sibabiat on, sahat ma tu panggabean.

Andorhas tu andorhis, andor siporapora, torhas ma torhis hami dohot nasida gabe jala ikkon mamora, horas hamu dohot ompungta na martua Debata

Amang panggual pargossi, baen jolo gondang hasadaon ni ompungta namartua Dolok na Ginjang, tuan ni junjungganni, raja ni junjunganna, ompu tuan bonabona. Raja bonabona, bonabona ni da Ompung di Dolok na Ginjang dohot na humaliangna saluhut.

Hot jo baen.

7. Gondang Sori Matua

Mauliate ma amang panggual pargossi, nunga dibaen ho gondang na hupangido i.

Baen ma jolo gondang ni Omputta si Raja Sori matua, Raja Uti, na pitu hali santi, na so haloppoan.

Asa parputi so haliapan ibana, parputi so habubuhan. Unang haliapan, unang habubuhan.

Baen jolo gondang ni oppungta si Sori Matua.

8. Gondang Raja Hatorusan

Mauliate ma amang panggual pargossi, amang raja ni na malo. Sude pangidoanhi, nunga hot dibaen ho.

Mauliate ma, sai hu malona ma ho.

On pe amang panggual pargossi, baen ma jo gondang ni ompung Raja Hatorusan i,

Sipatorus boaboa, sipatorus alualu tu Omputta Debata Mulajadi na Bolon.

Asa dipatorus sude nasa akka pangidoan ni hami akka na marsiak bagi on.

Baen jo ba amang gondang ni Raja Hatorusan i.

9. Gondang Si Boru Deak Parujar

Mauliate ma, amang panggual pargossi. Nunga dibaen ho gondang ni Ompu Raja Hatorusan i.

Baen ma jo gondang ni si Boru Deak Parujar, dohot si Raja Parodap.

Na tuat sian banua ginjang, sian ginjang ni ginjangan, sian langit ni langitan.

Sian batu martanggatangga, batu martinggitinggi, sian hotang marsuksang, bittang na marjorbut.

Hu Sianjur mulamula, Sianjur mula tompa, parsarsaran ni na marlundu, parserahan ni akka jolma.

Baen jolo gondang ni si Boru Deak Parujar dohot si Raja Parodap.

10. Gondang Sianjur Mulamula

Mauliate ma amang panggual pargossi, nunga dibaen ho gondang ni Si Boru Deak Parujar dohot si Raja Parodap.

Baen ma jolo gondang ni tano Limbong mulana.

Mula ni odungodung mula ni hatahata.

Mula ni jolma tubu, mula ni jolma raja.

Paraek, parhutuan, parpassim sipitu mata.

Pardolok Pusuk Buhit, horbo pelepeleanna

Baen jolo gondang ni Sianjur Mulamula i.

11. Gondang Lae Lae na Ualu

Amang panggual pargossi,

Baen jolo gondang ni desa na ualu

bulan sampulu dua, ari sitolupulu, mamis na lima.

Baen jo lae lae ni desa na ualu i.

Dua jo baen hamu jo sarune i, amang.

12. Gondang Raja Sori Matua

Mauliate ma ba amang panggual pargossi, amang raja ni na malo. Si bulung ni bulu do inna si bulung ni hoppohoppo, amang panggual pargossi, amang raja ni pangomo. Malo pe au, ummalo do ho. Sude pangidoanhu, nunga hot dibaen ho. Dohot sipalu ogung, nunga diatur ho.

Baen ma jo amang, gondang ni na hupangido on.

Andorang so dibaen ho gondangna, on do dohononnami tu na manggokhon hami, asa sai songon pangidoannami:

Tano ni Ajibata inna tano ni parkiloan. Marhite asi dohot holong ni Debata, saut ma pangidoan.

Mangido do hami sian saluhut rombongan tu Debata Parasiroha,

asa songon

Binanga ni Sihombing, pokkahan ni Tarabunga. Simbur ma magodang pomparanmu, pempeng matua, mardakka ubanna, limutan tanggurungna. Leleng hamu mangolu, saur ma hamu matua. Sinur na pinahan, gabe na niula.

Tu sanggar ma apporik, tu lobang satua. Tubu anak na marsangap, boru na martua. Sukkup allangonna, nang so pola loja mangula.

Amang panggual pargonsi,

Baen jo gondang ni Raja i, gondang si Sori Matua. Asa gabe jala horas, na manggokhon dohot na ginokkonna.

Baen ma jo ba.

13. Gondang Sori Mahumat

Mauliate ma ba dohononnami rombongan tu ho, nunga sonang hami na manortor i. Alai on do dohononhu hu hamu, hot ma jo baen sahali nai jo ba, amang panggual pargossi.

Gondang ni Raja i, Tuan Sori Mahumat. Partagas takkara dua, parhatian habonaran, parninggala sibola tali. Hu ginjang so ro mukkat, hu toru so ro  teleng. Parjanji dang boi muba, parhata dang boi mose.

Baen jolo ba gondang ni Tuan Sori Mahumat.

14. Gondang Lae Lae

Amang panggual pargossi, amang raja ni na malo.

Asa manortor ma jolo hami rombongan na ro sian desa na ualu tu huta Sibabiat on. Songon hata ni umpasa do dohonon nami:

Gambir sian Dairi, napuran sian Angkola. I bibir daina, i tolonan tabona. Patindak panaili, paulakhon hosa loja. Boi do ubat ni sahit, boi hitehite ni dorma.

Asi ma roha ni Debata Mulajadi, holong ma roha ni Tuhan, dapot ma na tajalahi, jumpang na niluluan.

Asa napuran tanotano, rangging marsiranggongan, tung pe badannami padaodao dohot saluhut keluarga na so boi dope ro sian parserahan, alai tondinami ma  marsigomgoman.

Jadi baen ma jolo amang, si lae lae ni tondi, sigabegabe sihorashoras i.

Baen hamu jo dua sarune i ba, parsarune.

Hot jo baen amang ba, ima Lae Lae.

15. Gondang Hata So Pisik

Mauliate ma amang pargossi nami,

Aso hubaen jolo tortor nami sangombas nai, marlogu so pisik ma ho jolo ho.

 

Pinauneune sian Hata Mangido Gondang ni Gondang Batak Saurdot

 

 

“Mamitta Gondang di Ulaon Saur Matua”

Horas ma di hita saluhutna.

Molo ro hita di sada ulaon saur matua, tontu ikkon takkas ma taboto songon dia harorotta disi. Somalna manggohi joujou do asa gabe ro hita, jala andorang ulaon saurmatua i, ipamasa do mariaraja laho mangarangrang akka aha na lao patupahon ni saluhut na ro di ulaon i.

Alai boi do tong hita ro tu si molo takkas ala naung sian dalanna (ala sian habatahon - agia pe lipe akka keluarga na mardok ni roha alani bernit ni sitaonon diparborhat ni natuatua naung saur matua i - gabe tarleleng nasida pabotohon tu hita) tama do ro hita tu ulaon i.
  1. Hulahula do?
  2. Dongan tubu do?
  3. Boru do?
  4. Dongan Sahuta?
  5. Manang sian punguan?

Manat ma jolo taboto sian dia do harorotta sian na lima on. Asa takkas taboto, songon hata ni natuatua do mandok: Songon parpeak ni parhundul do, parpeak ni na marulaon.

Jadi, Asa takkas Purba takkas Akkola, Asa takkas hita na marhulahula marboru maduma sahat mamora. Takkas ma attong taboto songon dia ruhutruhut ni parjambaron dohot sibahenonta, ima di partording ni adat na lao ulahononta.

Rupani, tulang ma hita di ulaon saur matua. Songononma hurang lobi annon sibaenonta disi. Ama ma na mate on.  Molo amangborutta do na mate on (mangalap borutta), Tulang ma hita di ulaon i.  Hita ma disi sibaen saput. Ala hita do sibaen saput, jambar ni sibaen saput ba tu hita ma. Molo pinahan do na pinatupa ni hasuhutan disi, ima na marmiakmiak, jambarta disi tulang, ba na marhorung ma, manang panuppakna, manangna upe suhut, manangna ihur ihur. Ima di hita. [Alai molo ina do na mate, hulahula ma sibaen saput. Ihurihur i gabe tu hulahula ma attong i, alana hulahula do disi sibaen saput. Molo ama na mate, tulang ma na mambaen saput. Molo ina na mate, hulahula ma mambaen saput.] Jadi songononma udutni partordingna molo tulang do hita disi.

  1. Tapasahat ma saput tu beretta i. Lapatanna, nang pe na mangamai hita disi (ala bapakta nama nian na marbere tu na mate on), tong do beretta i di ulaon i nang pe nian na marlae hita di tikki ngoluni na mate on.
  2. Sidung ma hita pasahat saput tu beretta i.  Jei dung sidung tabaen saputna, dungi diboan ma bakke ni na mate on tu alaman. Disi ma hita parjolo masuk. Somalna sibaen saput do parjolo masuk (alai boi do imbar sian i saguru tu pakkataion tikki mariaraja).
  3. Dung maralaman hita, marsiadopan ma hita tulang dohot hasuhutan. Makkatai ma hita parjolo. [Alai olo do nasida tong parjolo makkatai, ima na lao manomu hita]. Alai somalna hita do parjolo makkatai, ala hita do tulang, sibaen saput, na ro tusi. Songononma tadok: “Parjolo sahali, tama do attong hita mandok mauliate tu amatta na martua Debata siala di pangiringiringna tu hita ganup sahat ro di tikki on. Boi hita marhahipason dohot patupahon adat na hombar tu adat ni sihabatahonta tu ama na tahaholongi on, ima berenami. Amang boru, di na ro hami raja ni tulangmuna mandapothon hamu hasuhutannami  di pogu ni alaman ni bagas na marampang na marjual on, pangalaman ni anak pangalapan ni boru dohot pangalapan ni pasupasu. Nunga tipak hita paadopadop bakke ni ama na tahaholongi on, ima berenami. Raja ni amangboru nami, songon na nidok ni natuatua, “Hapur di tangan, hapur di appuan. Di tangga dope hami raja ni tulangmuna, nunga tarida bohi muna saluhut pinompar ni berenami, bohi na pasuan”. Takkas do attong huboto hami i, hubereng hami amangboru, tarida do hasadaon ni rohamuna. Tutur do hamu songon na marudur, udur do hamu songon na mardalan. Di dakka ni na marpussuk ratting na marbona ni ruttua, na marhahamaranggi songoni na mardongan sabutuha. Attong dohononnami attong songon na nidokni situatua: Balittang ma pagabe, tumundalhon sitadoan. Ari muna ma gabe saluhut hamu pinomppar ni berenami on, ala nunga tung takkas hamu hubereng hami sadari on marsipaolooloan”
  4. Dungi manjalo tua ni gondang ma.
  5. Parjolo ma tadok hata manjalo gondang mulamula. Tarsongon on ma hatana: “Amang pandenami parmaungmaung ni namora. Jongjong hami di jolo ni jabu on, pangattaran ni anak, pangembasan ni boru. Marmula do gabe, marmula do nang parhorason, baen hamu ma gondang mulamula i. Asa on ma mulana, ima di pangapudion ni berenami on, asa marmula sangap nang parhorasan tu  saluhutna hami na marhula marboru tu joloan ni ari. Dapothon ma”
  6. Dungi tadok ma hata manjalo gondang sombasomba. Tarsongon on ma hatana: “Mauliate ma amang di naung pinatupa muna. Nunga dipalu hami gondang mulamula i. Asa gabe toho ma songon na nidok ni natuatua, Sianjur Mulamula, Sianjur mulatoppa. Nunga dibaen hamu gondang mulamula, asa uduti hamu ma tu gondang somba somba. Asa marsomba hami tu amatta na martua Debata, marsomba hami tu sahala ni ompungnami naung jumolo dialap Tuhanta, marsomba hami tu sahala ni akka raja. Dapothon ma.”
  7. Dungi tadok ma hata manjalo gondang liatliat. Tarsongon on ma hatana: “Mauliate ma amang pandenami. Ima ulina, ima dengganna. Nunga dibaen hamu gondang sombasomba i. On pe amang pargonsi nami, asa palu ma muse gondang liatliat i. Asa mangaliat hami. Asa liat ma attong panggabean, liat parhorason di hami saluhut na marhulahula na marboru, tarlumobi ma di pinompar ni berenami on. Baen hamu ma gondang liatliat i. Dapothon ma.”
  8. Dungi pasahat parbue pir ma.  Na lao pasahat parbue pir, songononma tadokkon: “Amangboru, di parsahat nami attaran na bidang on, dison diboan hami do abbeabbe ni tangannami, tomutomu na huboan hami, huttihutti ni inanta soripada, ima nantulangmuna. Ima parbue pir, tarsongon ganti ni eme na marlundu. Asa marlundu ma attong panggabean, marlundu ma tong nang parhorasan tu hamu saluhut pinompar ni berenami tu joloan on. Asa jakkon hamu ma i raja ni amangboru nami, songon na nidok ni natuatua, “Pir ma pokki, bahulbahul passalongan. Pir ma tondimuna, dapotan pangomoan nang pansamotan”. Songoni ma jolo sidohononnami, amangboru, mardongan mauliate. Di tikki na manortor mangaliat on ma tapasahat parbue pir di tandok. Dung tapasahat parbue pir, tadok ma hata tu hasuhutan, tarsongon on ma hatana: “Jadi, songon i ma amangboru, hasahatan ni parbue pir nami. Tung humurang dihilala hamu, las ma rohamuna, uli nang tondimuna. Asa timbaho Karo ma binaen tu Sisalean, horas ma di hamu saluhutna pamoruan nami na manjalo, tu gandana ma tu hami tulangmuna na mangalean. Songoni ma hupasahat hami mardongan mauliate”
  9. Dungi ro ma hasuhutan manomba hita tulang jala tajalo ma jambar juhut. Sidung i, tadok ma hata tu hasuhuton. Tarsongon on ma hatana, “Gabe ma jala horas di hamu raja ni amangboru nami. Tadda do hamu na ringgas mangula. Dipajagar hamu do hami raja ni tulangmuna, songon indahan na las dohot aek sitiotio. Nunga dipasahat hamu jambar mangihut tu hami tulangmuna, sai mangihut ma attong pasupasu tumpahon ni amatta na martua Debata di hamu saluhut pinompar ni berenami. Dipasahat hamu do muse ima ringgit sitio soara, hasoloman ni hita jolma, ima ringgit na tinompa ni pamaretta. Asa jakkononnami attong amangboru, asa “Lao tu Sijarango, boluson do Sisalean. Horas ma hami saluhut hulahulamuna saluhut na manjalo, tu gandana ma di hamu sikkap ni na patupahon. Songoni ma sidohonan nami, mardongan mauliate”
  10. Dungi pasahat dohot ulos [Ulos on dang dibatasi molo tu tulang. Alai olo do tikki mariaraja didokkon hasuhutan mamatok, alani sibaenon. Didok hasuhutan ma “songononma ulos sibaenonmuna, tulang”, inna.]
  11. Dungi tadok ma hata manjalo gondang sitiotio dohot hasahatanna. Tarsongonon ma tadok: “Di hamu amang pandenami, pargonsi na malo, parmaungmaung ni namora. Asa songon nidok ni natuatua, “Tinahu ma mual na tio, binaen tu panuhatan. Nunga sahat be di hami akka pasupasu dohot silas ni roha dihami na marhula boru, asa baen hamu ma gondang sitiotio, las padomu ma tu hasahatan

Tarsongoni ma na boi pinapungu sian pigapiga hali naung binereng na masa. Tu hamu natuatuanami, molo adong na lobi hurang, asa ajari hamu au.

Asa sian panurat, dohononhu do: Habang binsakbinsak, tu pandegean ni horbo
Unang hamu manginsak, ai i dope na huboto.

Horas ma di hita saluhutna.

Lirik “Hine Ma Tov Umanayim”

[Male solo]:

Pattern A

Hine ma tov umanaim
Shevet achim gam yachad
Hine ma tov umanaim
Shevet achim gam yachad

[Choir unisono]:

Pattern B

Hine ma tov umanaim
Shevet achim gam yachad
Hine ma tov umanaim
Shevet achim gam yachad

Pattern A

Hine ma tov umanaim
Shevet achim gam yachad
Hine ma tov umanaim
Shevet achim gam yachad

Pattern B

Hine ma tov umanaim
Shevet achim gam yachad
Hine ma tov umanaim
Shevet achim gam yachad

[Short Interlude]

Pattern C

Hine ma tov umanaim
Shevet achim gam yachad (Ai ia ia ia)
Hine ma tov umanaim
Shevet achim gam yachad

Pattern B

Hine ma tov umanaim
Shevet achim gam yachad
Hine ma tov umanaim
Shevet achim gam yachad

[Short Interlude + Tempo Changing]

Pattern D

Hine ma tov umanaim
Shevet achim gam yachad
Hine ma tov umanaim
Shevet achim gam yachad

Pattern E

Hine ma tov (Hine ma tov)
Lai lai lai lai lai
Lai lai lai lai lai
Hine ma tov (Hine ma tov)
Lai lai lai lai lai
Lai lai lai lai lai

Pattern D

Hine ma tov umanaim
Shevet achim gam yachad
Hine ma tov umanaim
Shevet achim gam yachad

Pattern E

Hine ma tov (Hine ma tov)
Lai lai lai lai lai
Lai lai lai lai lai
Hine ma tov (Hine ma tov)
Lai lai lai lai lai
Lai lai lai lai lai

Tips Menghindari Gosip dari Socrates

Semakin lama, media sosial terasa semakin toxic.

Padahal, namanya media sosial kan mestinya adalah sarana untuk berinteraksi dengan orang lain sebagai sesama, sebagai teman (socius-i, Lat. berarti “teman”). Niat awal membuka akun digital social media mengenal semakin banyak orang, dan mendapat semakin banyak teman.

Tetapi kenyataan di lapangan berkata berbeda. Lihat saja. Terjadi polarisasi dan perseteruan dimana-mana. Ada terlalu banyak ghibah dan skandal.

Media sosial juga membuat kita lebih mudah minder. Iklan, propaganda dan hasutan dalam berbagai bentuk akhirnya berhasil membuat kita menyerah: kita akhirnya membandingkan diri sendiri dengan orang lain.

Dalam banyak hal.

Mulai dari yang menempel di tubuh (pakaian, perhiasan, kekayaan materi) sampai yang akan menempel di nisan nanti (nama besar, gelar, cerita kesuksesan).

Akhirnya susah berhenti mendengarkan omongan orang lain. Kemudian merasa kebanjiran sampai kelelep saking bayaknya informasi di media sosial. Kemudian menjadi cemas dengan diri sendiri. Jadinya melihat orang terus. Kemudian ingin belajar dari orang lain supaya bisa menjadi seperti mereka. Eh, tapi kok malah jadi semakin minder ya.

Padahal, kalau kita mau berhenti sejenak mengambil jarak dari keriuhan di media massa dengan tren silih berganti ini, sangat mungkin kita menemukan pola yang berulang. Atau setidaknya jadi tahu bahwa tren yang kita rasa ombak besar, ternyata hanya riak kecil, artinya tak perlu kita ikuti.

Dengan mengambil jarak sebentar, entah dengan cara puasa media sosial pada hari libur, atau dengan mengambil waktu 5 menit sebelum tidur untuk melakukan consideratio status, kita bisa melihat dengan jelas kekotoran dan toksisitas di dalamnya.

Ini beberapa temuan sederhana toxicity yang kumaksud …

  • Standar hubungan (segala jenis relationship) atau pasangan (romantic couple)
  • Informasi yang salah atau kurang lengkap
  • Postingan yang sama sekali tidak mengindahkan netiquette sedikit pun dengan dalih #shitpost atau #menfess.
  • Maksud mengedukasi tetapi isinya kurang lengkap, terlalu dangkal dan menimbulkan kesalahpahaman atau malah memang disengaja menyesatkan (ini jenis clickbait versi legend)
  • Harusnya media sosial itu untuk memerdekakan hati, tapi yang didapat malah sebaliknya.
  • Dulu ber-Wiki-ria satu jam saja rasanya indah sekali, sebab bisa mengakses banyak informasi. Sekarang, scrolling berjam-jam, bahkan berhari-hari di media sosial, tetapi rasanya kok tidak ada pengetahuan atau skill yang bertambah.
  • Berusaha ingin mengatasi insecurity dengan berusaha keras keep in touch dengan teman-teman yang jauh lebih sukses diatas kita (sebab kita kadung menelan mentah-mentah motivasi ala postingan quotes Instagram “surround yourself with successful people“) , terus juga mau usaha biar bisa. Tetapi ekspektasi selalu ditampar oleh kenyataan.

 

Lalu mulai sadar. Ternyata tergantung algoritma juga ya. Akun atau topik apa yang kita ikuti. Platform mana yang aktif kita gunakan. Bagaimana sikap mental kita menyikapinya. Media sosial rupanya ibarat pisau dapur. Bisa digunakan untuk memotong sayur, cabe tetapi juga bisa digunakan untuk melukai bahkan membunuh orang lain.

Bagaimana caranya supaya kita terhindar dari gosip dan informasi lain yang tidak perlu?


Ternyata ada cara sederhana. Filsuf tua kita, Socrates, yang mengajarkannya.

Untuk menghindari ghibah dan gosip di media sosial dan berinteraksi tanpa toxicity, kita bisa melakukannya dengan menerapkan triple filter test.

Apa itu Triple Filter Test?

Sederhananya, sebelum ngomong atau menyebarkan informasi, periksa terlebih dahulu.

Goodness – Usefullness – Truth

Benarkah informasinya benarkah? Sesuaikah perkataan dan kenyataan? Faktual atau tidak?

Hal yang disampaikan, baik atau tidak?

Adakah manfaat yang kita dapat dari membahas atau melihat informasi ini?

Kalau jawaban dari salah satu, salah dua atau ketiganya adalah tidak, maka lebih baik hindari dan tidak perlu disebar ke orang lain. Jadi, itu kriterianya ya. BAIK – BERGUNA – BENAR.

 

 

Hambatan Komunikasi di Media Sosial

“Kok bisa ya. Teknologi komunikasi semakin maju, kok rasanya semakin kesini semakin susah ngobrol nyambung sama rangorang”?

Begitu salah satu komentar dari teman pada diskusi suatu waktu.

Relate?

Kupikir iya. Teknologi digital seharusnya membuat komunikasi lebih mudah, lebih cepat dan lebih baik. Tetapi mengapa tidak terjadi begitu, malah lebih sering sebaliknya?

Kalau begitu, mesti ada hambatan, baik antara kamu dengan orang terdekatmu, keluarga atau “si doi” (internal) maupun dengan pihak ketiga (eksternal). Hal serupa juga berlaku secara internal antara rekan kerja dan secara eksternal dengan orang-orang yang perlu kamu jangkau dengan pesan organisasi tempatmu berada.

Hambatan inilah yang mengganggu kemampuanmu untuk menyampaikan apa yang kamu maksudkan melalui email, obrolan, teks, papan diskusi, aplikasi, media sosial, situs web, dan saluran online apa pun.

Mari kita lihat apa saja hambatan itu.

#1. Hambatan fisik

Hambatan fisik menghadirkan tantangan yang berbeda untuk komunikasi offline versus online. Teknologi telah membantu mengurangi dan bahkan mengatasi jarak, memungkinkan orang berbagi informasi tanpa perlu bertemu di kehidupan nyata. Tapi, hambatan fisik bukan hanya soal jarak, melainkan juga waktu, tempat dan media.

Waktu menjadi penghalang jika kamu tidak memiliki cukup waktu dalam sehari untuk menanggapi email, memperbarui situs webmu atau membuat konten untuk saluran lain, dan jika kamu berbagi informasi tetapi orang-orang tidak mendengarkan. Misalnya: kamu ingin berbagi konten materi lewat Zoom yang sudah kamu persiapkan presentasinya dengan baik, tetapi sayangnya ketika kamu berbicara orang-orang tidak mendengarkan.

Tempat menjadi penghalang jika kamu mencoba berkomunikasi dengan orang-orang di saluran yang belum mereka gunakan, atau tempat mereka tidak menerima informasi yang kamu coba bagikan. Misalnya: kamu ingin berbagi tautan tulisan yang sudah kamu racik dengan telaten di Tumblr, tetapi ternyata teman-temanmu tidak bisa membuka pesanmu karena situs tersebut sudah tidak bisa diakses secara wajar di Indonesia.

Media adalah penghalang jika alat komunikasi digitalmu gagal berfungsi seperti yang diharapkan, seperti jika algoritme menyembunyikan pesanmu atau jika orang yang perlu kamu hubungi tidak memiliki akses. Misalnya: kamu tertarik menonton sebuah video yang bagus di sebuah halaman Facebook, tetapi sayangnya temanmu di negara lain tidak bisa membukanya karena kebijakan pemilik aplikasi.

#2. Hambatan emosional

Hambatan emosional atau psikologis mungkin merupakan hambatan komunikasi yang paling umum, baik digital maupun komunikasi langsung secara tatap muka.

Sampainya pesanmu bukan hanya soal terkirim atau tidak, tetapi juga soal diterima atau tidak. Orang yang menjadi alamat pesanmu juga harus mau mendengarkan dan percaya, dan membuat keputusan yang baik. Keyakinan, sikap, dan nilai individu yang mereka miliki memiliki pengaruh yang kuat terhadap cara mereka memproses informasi yang kamu bagikan.

Itulah sebabnya orang dapat dengan mudah salah menafsirkan komunikasi digital, yang seringkali tidak mencakup infleksi vokal, nada suara, ekspresi wajah, bahasa tubuh, atau jenis isyarat visual atau audio lainnya yang diandalkan orang untuk memahami makna emosional. Karena manusia adalah makhluk emosional, kamu tidak dapat menghilangkan emosi dari komunikasi. Emosi dapat membantu penyebaran pesan.

Maka, sebelum kamu menekan tombol kirim, publikasikan, posting atau tweet, jeda untuk mengevaluasi motivasi emosional dari apa yang akan kamu komunikasikan.

Periksa keadaan emosimu saat ini, pertimbangkan apakah perasaanmu secara tidak sengaja mengubah pesanmu, dan tinjau kontenmu untuk menemukan sesuatu yang tidak pada tempatnya.

Selanjutnya, tingkatkan empatimu. Bayangkan orang yang ingin kamu ajak berkomunikasi dan pikirkan tentang respons emosional seperti apa yang ingin kamu: apakah ada bagian dari pesanmu yang dapat disalahartikan.

#3. Hambatan identitas

Hambatan identitas yang ada di masyarakat dapat menjadi bagian atau diperkuat oleh upaya komunikasi digital. Hambatan ini dapat mencakup jenis kelamin, ras, etnis, orientasi seksual, kelas, usia, kecacatan, status veteran, atau identitas pribadi, sosial, atau budaya lainnya. Hambatan identitas dapat menyebabkan miskomunikasi dan kesalahpahaman, serta kesalahpahaman tentang orang dan gagasan mereka. Bahkan jika kamu tidak secara sadar membangun penghalang identitas, mereka dapat menyerang pesanmu dan caramu berkomunikasi.

Siapa yang menulis konten onlinemu, siapa yang menjalankan webinarmu, siapa yang kamu kutip dalam artikel, siapa yang kamu tunjukkan dalam foto dan video, yang ceritanya kamu ceritakan, siapa yang mengumpulkan dan menganalisis datamu, di mana kamu berbagi, siapa yang kamu ikuti serta libatkan secara online; semua ini dapat memperkuat atau mengurangi hambatan identitas ini.

Maka, untuk meminimalkan hambatan identitas, ambil langkah-langkah menuju komunikasi digital yang lebih inklusif. Kumpulkan umpan balik tentang bagaimana saluran komunikasi digital, konten, dan pendekatanmu dapat mendorong hambatan identitas. Tinggalkan asumsimu dan dengarkan orang, subkultur, dan komunitas yang pengalamannya berbeda denganmu. Rekrut dan kenali lebih banyak jenis orang sebagai pembuat digital, pembawa pesan, dan pemberi pengaruh. Berusahalah untuk memahami norma, nada, dan saluran yang digunakan berbagai kelompok orang untuk berkomunikasi, dan sesuaikan pendekatan komunikasi digitalmu untuk bertemu dengan mereka di mana mereka berada.

#4. Hambatan semantik

Hambatan semantik adalah tentang perbedaan interpretasi kata dan simbol yang digunakan untuk berkomunikasi. Bisa jadi orang yang berbicara dalam bahasa atau dialek yang berbeda, memiliki kemampuan bahasa yang terbatas, tidak memiliki banyak pengetahuan tentang suatu masalah, atau menggunakan kata dan simbol dengan cara yang berbeda darimu.

Potensi ambiguitas semantik sangat kuat terutama dalam komunikasi digital di mana tagar yang sedang tren, meme yang terbang cepat, dan emoji masing-masing dapat menyampaikan ide yang kompleks dan berkembang, menumbuhkan solidaritas melalui pemahaman bersama, namun mengecualikan orang yang tidak memahami maknanya.

Hal yang sama berlaku untuk jargon, slang, akronim, dan bahasa yang terlalu kompleks, yang penggunaannya cenderung menciptakan penghalang antara mereka yang mengerti dan yang tidak. Komunikasi digital yang efektif tidak dapat terjadi jika pengirim dan penerima tidak memiliki pemahaman yang sama tentang pesan yang dimaksud. Sekalipun orang berbicara dalam bahasa yang sama, konteks, budaya, atau faktor lain seseorang juga dapat mengubah arti kata dan simbol serta menciptakan perbedaan pemahaman.

#5. Hambatan aksesibilitas

Hambatan aksesibilitas sering kali diabaikan dalam upaya menuju komunikasi digital. Komunikasi digital hanya efektif jika orang dengan semua kemampuan dapat mengakses dan memahami informasi.

Organisasi yang melayani masyarakat memiliki kewajiban untuk berkomunikasi secara efektif dengan penyandang disabilitas komunikasi. Foto, grafik, emoji, streaming langsung, webinar, podcast, PDF, video, dan format audio dan visual lainnya sekarang menjadi bagian penting dari cara orang dan organisasi berkomunikasi secara online. Namun, setiap format konten ini dapat mencegah sebagian orang mengakses informasi.

Mengatasi hambatan aksesibilitas komunikasi digital membutuhkan lebih dari sekadar memberi teks video dan menambahkan deskripsi ke gambar, meskipun keduanya penting untuk dilakukan. Informasi harus dapat diakses oleh orang-orang dengan gangguan penglihatan, pendengaran, motorik atau kognitif, atau gangguan lain yang dapat mempengaruhi komunikasi dan pemahaman.

#6. Hambatan perhatian

Hambatan perhatian adalah ketika orang melewatkan apa yang kamu katakan karena mereka teralihkan dari fokus penuh pada pesanmu. Saat kamu mencoba berkomunikasi dengan orang-orang saat mereka menggunakan komputer, tablet, ponsel cerdas, atau perangkat lain, kamu sebenarnya sedang bersaing untuk mendapatkan perhatian mereka dengan gangguan online dan dunia nyata.

Orang mudah lelah dengan informasi yang berlebihan, dengan sedikit perhatian tersisa. Mereka juga akan bingung jika kamu memberi mereka terlalu banyak detail atau opsi, atau jika mereka tidak dapat dengan mudah menemukan informasi yang relevan dengan kebutuhan unik mereka. Mereka mungkin ingin memperhatikan pesanmu, tetapi bos mereka berteriak, anak mereka menangis , ayam berkokok di pekarangan rumah atau telepon mereka berdering.

Sulit untuk menembus kebisingan dan mengatasi hambatan perhatian untuk komunikasi online. Saat berkomunikasi secara digital, kamu mungkin tidak tahu apakah audiensmu memperhatikan. Inilah mengapa mengukur dampak komunikasimu sangat penting — dan sangat menantang.

#7. Hambatan kredibilitas

Hambatan kredibilitas mengganggu komunikasi digital saat orang tidak dapat mempercayai pesan, pembawa pesan, atau keduanya. Pada saluran digital, mudah untuk menemukan pesan di luar konteks, menganggap pembawa pesan bias, atau memaksakan arti yang berbeda dari yang dimaksudkan dalam tweet 280 karakter atau email yang ditulis terburu-buru.

Orang dapat memanipulasi kehadiran digital mereka agar tampak seolah-olah mereka adalah otoritas atau pemberi pengaruh, meskipun mereka tidak memiliki kredensial atau pengikut untuk mendukung klaim tersebut. Orang-orang juga masih tertipu oleh gambar-gambar yang diedit dan ditipu oleh orang iseng, sementara audio dan video yang dimanipulasi (alias deepfakes) menjadi masalah serius.

Orang-orang mengandalkan perusahaan teknologi untuk memverifikasi akun, memblokir pengirim spam, memblokir peretas, melindungi privasi, dan mencegah orang lain berpura-pura menjadi orang lain – tetapi belakangan ini perusahaan-perusahaan ini menunjukkan bahwa mereka tidak sanggup melakukan tugas itu.

Orang-orang semakin mempertanyakan apakah informasi yang mereka dapatkan melalui saluran digital dapat dipercaya dan khawatir tentang seberapa aman berpartisipasi dalam percakapan online. Saat orang-orang kehilangan kepercayaan pada kemampuan perusahaan teknologi untuk mengawasi platform mereka dan melindungi penggunanya, kita yang mengandalkan saluran ini untuk berkomunikasi perlu mengembangkan kepercayaan dari audiens kita.

Selamat berkomunikasi!


Disempurnakan dari DotEdu